15. Tamu tak di Undang

9 2 0
                                    

Tentu saja aku dirumah. Kami diliburkan kembali.

Namun tidak sepenuhnya karena setiap minggu akan ada kurir yang mengantarkan tugas dan materi sekolah pada kami. Bisa dibilang kami akan belajar secara mandiri di rumah.

Kenapa tidak diberikan melalui grub kelas? Tidak ada internet yang bisa digunakan saat ini-lagi-. Yang berfungsi hanyalah panggilan telepon dan juga sms.

Rumah ini terasa sepi, bukan hanya hari ini melainkan setiap hari.

Mungkin menurut kalian aku terlalu mendramatisir hal ini. Tetapi percayalah, kehidupan dengan segala hal terpenuhi dengan uang tidak sama dengan kasih sayang.

Aku membuka ponselku, menampilkan pesan yang mengatakan bahwa kedua orang tuaku akan pergi ke luar negeri selama sebulan.

Wah, luar biasa bukan? Meninggalkan anaknya dikota yang sedang dalam keadaan genting seperti ini.

Yang lebih sintingnya lagi, Ayahku telah menyiapkan materi juga soal latihan di ruang kerjanya. Yang harus ku kerjakan  dalam 3 hari dan mengirimkannya melalu email.

Sungguh, pikiran semua orang saat ini lumayan kacau memikirkan apakah akan selamat atau tidak. Termasuk diriku, tidak ada yang bisa menjamin nyawaku.

Aku merebahkan tubuhku pada sofa yang nyaman, ruang tamu.

Bibi datang dan membawakan sarapan untukku.

Aku menatapnya heran, bingung akan keberadaannya saat ini. Dalam keadaan seperti ini harusnya dia sedang bersama keluarganya.

"Kenapa masih disini?"

Dia langsung membungkuk kaku dan segera pergi menjauh dariku. Aku menghebuskan napas, sepertinya dia salah paham mengira aku mengusirnya ke dapur.

"Tunggu bi, aku sedang bertanya. Kenapa tidak dirumah dan bersama keluarga? Kau tau kondisinya bukan?"

"Ah, bukan begitu nona. Tuan dan Nyonya sedang tidak ada, saya tidak bisa meninggalkan nona sendirian."

Dia baik tentu saja.

"Libur saja, pulanglah. Keluargamu lebih penting saat ini. Aku bukan anak kecil bi, bisa mengurus diriku sendiri"

Dia menunjukan wajah tidak enaknya padaku. "Sungguh, tidak apa. Aku memberikan libur sampai nanti kau akan dipanggil lagi. Gajimu juga akan tetap berjalan seperti biasa"

Setelah mengatakan itu aku kembali pada posisi semula dan mulai menikmati sarapan--- Susu dan roti panggang dengan isian telur dan daging cincang.

Sekitar setengah jam kemudian, beliau kembali dengan tas besar yang dipegang pada tangannya. Membungkuk berkali-kali sebelum akhirnya pergi.

"Yah, akhirnya benar-benar sendiri dirumah besar ini"

Sekitar 2 jam waktu berlalu, aku mendengar suara bell. Aku pikir itu adalah kurir yang membawa tugas dan materi dari sekolah, sehingga aku langsung membuka pintu tanpa melihat siapa yang datang.

Namun aku terkejut begitu melihat orang yang ada didepanku, Shin Dami.

"Dami?"

Dia tersenyum ceria menyapa ku "Hai Yoonji!"

Aku sungguh bingung kenapa dia ada disini, ditambah dari mana ia tau alamat rumahku?

"Kenapa kau kesini? Dan tau dari mana alamat rumahku?" Aku mencecarnya dengan pertanyaan.

Tangannya terangkat, membawa sebuah map dengan lambang sekolah kami.

"YAku bertemu dengan kurir tidak jauh dari sini. Ada sedikit kecelakaan kecil jadi aku membantu membagikan materi" Katanya dengan senyuman yang mengembang dengan apik.

Dari perkataannya dapat kusimpulkan, dia mendapatkan alamat rumah ini dari.sang kurir.

Sepertinya keberuntungan tidak berpihak padaku, aku tidak ingin benar-benar berteman dengan perempuan ini.

Dia terlalu mencurigakan, dan itu sedikit menakutkan.

Tujuan utama untuk pergi ke perpustakaan kota saat itu adalah untuk mencari tahu tentangnya.

Aku belum tau apapun. Semua pertanyaan belum ada satupun yang terjawab.

Noah mengatakan kalau semua informasi ditutupi oleh pihak sekolah demi menjaga nama baik, sehingga seberapa banyak pun aku berusaha mencari di situs internet tidak akan ada informasi penting yang kumau.

Dan ya, benar.

Tetapi Noah bilang kemungkinan ada surat kabar lama yang terlanjur di terbitkan. Dan itu disimpan di simpan di gudang karena termasuk terbitan lama.

Sayangnya karena Bom dari teroris sialan itu aku tidak akan pernah bisa tau lagi.

"Baiklah, berikan" Aku memintanya dengan wajah datar dan nada yang juga tidak terlalu bersahabat.

Sungguh aku tidak ingin membuat hubungan pertemanan lagi, apalagi dengan dia yang sangat mencurigakan.

"Kau bisa pergi, terima kasih" Setelah mengatakannya aku langsung menarik pintu dan menutupnya begitu saja.

Oh well, tidak sopan? Terserah ini rumahku.

Tidak sampai sepuluh langkah aku melangkah, sebuah pesan masuk di ponselku.

Ku kira aku bisa masuk sebentar, teman.

Nomor asing, tetapi dari kalimatnya..bukankah ini seharusnya dari dia?

Baiklah, akan ku balas pesan ini

Tbc

LeGioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang