23. Donor Hati

21 2 0
                                    

"Ainsley, anak ibu sudah mengalami gagal hati, dan secepatnya harus mencari pendonor agar Ainsley bisa tetap hidup," 

Halimah seketika melemah, menyenderkan badan di dudukan kursi, mendekapkan kedua tangannya, lalu menahan air matanya agar tidak mengalir, saat mendengar kabar yang tidak baik-baik saja barusan.

"Hanya itu satu-satunya cara agar Ainsley bisa bertahan hidup," sambung dokter, saat melihat Halimah yang menampakkan wajah tidak percaya.

"Ini bukan cara satu-satunya, saya yakin, masih banyak cara lain untuk mengatasi penyakit Ainsley anak saya, kan dok?" Halimah menepis pernyataan dokter, lalu kembali melemah ketika melihat dokter menggeleng, tanda kemutlakan pada kata-katanya tadi.

"Ainsley sudah bertahun-tahun mengalami penyakit ini, dia sudah cukup lama menjadi pasien dirumah sakit ini, dan sudah lama menjadi pasien tetap saya, kita sudah berusaha semaksimal mungkin bukan? beberapa bulan belakangan ini hati Ainsley semakin melemah, kita tidak punya cara lain selain mencari donor hati untuk transplantasi hati Ainsley, Apakah ibu tidak lelah melihat Ainsley selalu datang ke rumah sakit tiap minggu untuk menjalankan pengobatan? Kita butuh keadaan Ainsley yang lebih baik bukan?" Jelas dokter menghela nafas.

Halimah menundukkan wajahnya, masih bingung apa yang harus ia lakukan, bertahun-tahun ia mengunjungi rumah sakit untuk membuat keadaan Ainsley menjadi lebih baik, akan tetapi sekarang menjadi memburuk.

"Saya akan bantu mencarikan pendonor, jika ibu setuju dengan saran saya," ucap dokter.

"Baiklah..." Jawab Halimah, lalu berdiri keluar dari ruangan.

Halimah kembali ke ruangan Melati 211, tempat Ainsley terbaring, ia belum sadarkan diri sejak, mengalami pingsan karena pendarahan kemarin.

Tok... tok... tokk...

"Ainsyyyy," seorang anak kecil membuka pintu, dengan kedua orang tuanya yang mengikutinya dari belakang.

"Bagaimana keadaan Ainsley?" 

Halimah menggeleng langsung memeluk Shienna, ibu dari anak tadi. 

"Ainsley pasti bisa menghadapi penyakit ini, yang terpenting kita harus selalu menemaninya," ucap Shienna, sambil mengelus punggung Halimah, untuk menenangkannya.

"Davva bakay selalu nemenin Ainsy kok..." Ucap anak berumur 5 tahun itu, yang sedang berdiri di samping ranjang tempat Ainsley terbaring.

Halimah, dan Shienna tersenyum setelah mendengarkan ucapan Davva.

"Temani Ainsy mu ya, dia pasti senang jika ditemani dengan sahabat kesayangannya," ucap Laventadisana yang merupakan ayah dari Davva, mendengar ucapan ayahnya Davva pun mengangguk dengan semangat sambil meletakkan tangannya (hormat), menandakan kalau dia siap menemani sahabatnya itu.

"Permisi," dokter membuka pintu ruangan, "saya akan memeriksa keadaan Ainsley," ucap dokter kepada Halimah.

"Dokter... Ainsy akan sembuh kan?" Tanya Davva yang masih berdiri disamping ranjang. Dokter hanya tersenyum sambil mengangguk pelan, dan kembali memerhatikan keadaan Ainsley.

"Mama... Ainsy tidak apa-apa kan??" Tanya Davva sambil memerhatikan dokter dengan tangannya yang memeluk kaki Mamanya.

"Tenang saja Ainsy mu akan baik-baik saja," jawab Shienna sambil mengelus kepala anaknya.

"Saya bisa bicara dengan ibu Halimah diluar ruangan?" Tanya dokter.

"Baiklah," jawab Halimah, "Davva, Bunda minta tolong ke Davva buat jaga Ainsy sebentar ya," 

"Siap bunda," jawab Davva kembali hormat.

*Diluar ruangan.

"Bagaimana, keadaan  Ainsley dok?" Tanya Halimah dengan cemas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terimakasih !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang