Embrace It

390 40 6
                                    

Tala

Selamat Pagi.

Pagi ini adalah pagi yang baru setelah ribuan pagi lainnya yang pernah kita lewati selama ini.

Dan mungkin ketika lo bangun tidur lo merasa, "Kenapa sama aja?"

Pagi ini, mungkin yang pertama terlintas dipikiran lo saat membuka mata.

"Gue harus ngapain ya?"

"Gue gak tau harus berbuat apa disaat orang lain udah berbuat banyak."

"Kenapa hidup gue gini aja? Nggak ada yang berubah. Semuanya masih sama."

Nggak papa kok.

Pagi ini, ada yang bersyukur karena lo masih membuka mata. Bersyukur karena lo masih ada untuk berkata 'Selamat Pagi'. Ada yang gak sabar untuk menanti kabar lo di chat atau sekedar mendengar suara lo lewat telfon. Ada yang menanti kedatangan lo untuk bertemu, mungkin cuma untuk sekedar cerita. Ada yang bersabar menunggu lo di hari esok untuk jadi yang lebih baik dari sekarang.

Pagi ini gue mau bilang,

Lo berharga.

Entah lo udah hidup baru atau masih nyangkut di hidup yang lama.

Lo berharga.

Selamat pagi, orang-orang berharga.

Entah kenapa pagi ini gue kembali mengingat tentangnya. Lucu aja karena kita harus berpisah kayak gini. Kayak musuh, padahal pernah berkawan sedekat nadi. Kayak penghianat, padahal janji untuk setia sampai akhir. Kayak akhir, yang ujungnya udah habis dan gak bisa dilanjutin lagi.

Kalau memang perpisahan kita jadi selucu ini, kenapa yang dulu-dulu itu harus ada? Dari mana munculnya kepercayaan kita? Dari mana munculnya hari-hari baik kita?

Dari mana sih?

Lucu banget.

Gue sampai ketawa saking klisenya.

Semuanya baik-baik aja sampai... Ekspektasi itu melebihi apa yang terjadi diantara kita. Waktu semua rencana menyenangkan jadi wacana menyedihkan. Waktu cuma salah satu dari kita berjuang mati-matian sampai semua jadi timpang. Harapannya, usahanya, keinginan untuk memperbaikinya, capeknya. Dan akhirnya, semua yang baik-baik itu, cuma berakhir jadi yang muluk-muluk buat kita.

Mungkin memang harus begini.

Ketemu, disapa, menyapa, bersama. Selesai.

Mungkin yang salah bukan dia, atau mungkin yang salah bukan gue. Mungkin yang salah justru kita sebagai "sepasang", kita sebagai "bersama"

Lucu gimana merelakan itu bisa jadi hak dan juga kewajiban kita. Hak buat nentuin kapan bisa selesai dengan proses merelakan itu. Kewajiban buat sadar kalau merelakan itu perlu untuk kita bisa lanjut jalan ke depan lagi.

Semua orang pengen sembuh dari sakit hati, tapi kadang sembuh aja gak cukup. Butuh keberanian buat tinggalin semua yang ada di hari kemarin. Butuh hati seluas semesta untuk maafin semua yang perih dan menyakitkan.

Dan apapun pilihannya... Kalian yang menentukan, ingin memaafkan atau meninggalkan.

Gue cuma mau kasih tau, kalau apapun pilihannya diantara maafin atau tinggalin, pada akhirnya kita semua manusia punya hati yang cukup besar, besar banget malah, untuk ngelakuin dua hal itu. Dan itu hebat banget.

Selama ini masih banyak yang salah paham, relain yang udah lewat itu harus dilakuin karena cuma gitu caranya kita move on. Cuma tiap orang punya masanya sendiri buat rela, prosesnya beda-beda, lama waktunya juga beda-beda. Relain itu bukan sesuatu yang bisa dilakuin buru-buru. Bukan lomba lari, bukan juga lomba cerdas cermat.

La FamiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang