Tumbuh menjadi anak perempuan dengan julukan si hideung dan si galing, cukup membuat saya kesulitan menjadi anak gadis yang percaya diri. Beruntung di usia remaja tanpa sengaja terlibat di dunia modeling. Terbuka mata betapa luas kriteria cantik. Alangkah bahagia memahami bahwa tidak ada yang disebut dengan kekurangan. Karena sang Maha Sempurna telah menciptakan setiap kita dengan sempurna.
Saya telah sangat paham bahwa memberi julukan adalah kesalahan bodoh mulut manusia kurang wawasan.
Tinggi, pendek, hitam, coklat, putih, kuning langsat, pucat, keriting, pesek, mancung, gembil, gemuk, kurus, jenjang. Itu semua adalah merupakan kata sifat. Bukan susunan syarat untuk menjadi tidak cantik.
Perempuan itu seperti rumah. Ia tempat pulang semua orang. Rumah harusnya teduh, sejuk dan nyaman. Yang pulang biasanya rindu dekapan. Perempuan harus pandai memeluk diri sendiri, hingga ringan mendekap setiap yang dikasihi. Membentuk senyum terpantul cermin, untuk mendinginkan api di dada dan mata dalam isak. Perempuan tidak kebas hati, ia akan cerdas memaafkan diri. Berbaik sangka pada kealpaan yang pernah terjadi. Ia tidak dengki pada kekurangan diri. Karena perempuan yang menyayangi diri sendiri adalah paling mudah disayangi. Karena perempuan yang menyayangi diri sendiri adalah yang paling lihai menyayangi.
Semenjak anak-anak beranjak besar, asisten rumah tangga tinggal tersisa satu, itupun adalah pekerja paruh waktu. Saya kemudian mulai membagi tugas. Diantaranya meminta mereka mencuci piring bekas makan mereka masing-masing. Semuanya berjalan lancar sekali. Dan mereka benar-benar melakukan sesuai perintah, yaitu mencuci cuma piringnya saja, sedangkan sendok mereka ditinggalkan, karena katanya Umi bilang cuma cuci piringnya saja. Kemudian peraturan saya revisi. Semua harus mencuci bekas peralatan masing-masing. Lalu selanjutnya mereka berupaya makan tanpa sendok atau sendoknya saling pinjam. Duh, capedeh.
Selain itu, mengatur keuangan untuk lima orang anak sejak mereka kecil sangat butuh kelihaian. Apalagi untuk membawa mereka pergi berlibur atau berwisata. Segala dihitung dengan cermat, termasuk harga untuk transportasi yang dipilih. Tentu saya dan Abinya lebih sering memakai sisi ekonomis sebagai pertimbangan. Waktu itu kebetulan kami bisa menyediakan maskapai penerbangan yang cukup bonafide. Apalagi ternyata kami kebagian naik pesawat airbus, nyaman sekali pastinya. Sesaat setelah boarding dan mengencangkan sabuk pengaman, anak paling terakhir berbisik pada saya dengan wajah yang cerah sekali, "Umi, terimakasih aku dibawa naik pesawat sebagus ini. Aku seneng banget, Mi." Seketika hati saya sangat bahagia. Jarang saya merasa bangga, tapi saat itu saya gembira dan yakin telah membuat anak saya senang.
Pada mereka saya selalu sampaikan, setiap orang tua butuh kerjasama dari putera-puterinya. Karena hidup mereka yang punya. Pilihan ada pada mereka. Orang tua hanya bisa menyampaikan nasihat. Yang memutuskan untuk mematuhi atau melanggar adalah mereka. Jangan keraskan hati pada nasihat orang tua, karena hati kita ada pada genggaman Sang Pencipta. Mungkin orang tuamu selalu memaafkan, tapi Dia Sang Pemilik orang tuamu tidak akan meridhoinya. Jika Dia berkehendak hatimu membatu, tidak ada lagi nasihat baik akan menyerap masuk ke dalamnya. Na'uzubillah.
Menjadi ibu yang melahirkan lima anak laki-laki yang masing-masing memiliki karakter, kebiasaan, dan cara yang berbeda-beda itu nggak mudah. Banyak tantangannya. Banyak kesulitannya. Tetapi terkadang asik melihat mereka tumbuh dewasa.
Kalau anak yang pertama, ketika dia punya masalah akan hilang dari pandangan. Mengurung diri dikamar. Jarang bersedia diajak ngobrol. Rautnya tidak bersahabat dan muram. Saya akan tunggu sampai senyumnya kembali datang, artinya dia sudah menyelesaikan peperangannya. Tetapi kalau hidupnya sedang damai, hampir tidak kasat mata. Karena kamarnya adalah istananya.
Kalau anak kedua, dari jatuhnya sampai kembali bangkit lagi kuat jiwanya. Saya tidak boleh cuek, kalau saya kurang hangat dia akan curiga karena dirinya mengecewakan. Dia akan minta maaf berulang-ulang. Jarang sekali dia membantah perkataan saya dan hampir setiap nasihat saya dia terima tanpa harus beradu argumen dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Familia
General FictionHome is where Umi and Abi is. Jika lelah, pulang lagi pada percaya. Karena orang rumah akan selalu merayakan kepulanganmu.