32

2.3K 237 99
                                    

Jungkook memandang pintu ruang operasi dengan mata kosong. Tangan dan bajunya berlumur darah yang entah milik Yoongi atau pun Hoseok. Keduanya sedang dalam keadaan yang tak bisa dibilang baik. Dengan setia Jimin duduk di samping Jungkook, sesekali air mata Jimin turun karena keadaan dua hyung kesayangannya yang sedang sekarat. Tangan Jimin menaut di jari Jungkook, menggenggam tangan berlumuran darah yang sekarang telah kering dengan erat. Berusaha menguatkan kekasihnya.

"Jungkook-ah..." Bukan. Itu bukan suara Jimin.

Min Chaerin. Panggilan lemah nan sendu membuat Jungkook dan Jimin menoleh.

Seorang wanita kuat yang berhasil masuk ke keluarga Min dengan segala kharisma dan kekuatannya, kini terlihat begitu lemah. Matanya sembab dengan linangan air mata yang tak bisa kering karena terus ditimpa lagi dengan air matanya. Min Jiyoung berdiri tegar di sebelah Chaerin sambil memegang erat pundak istrinya. Ia tau bahwa sang istri sangat lemah sekarang. Bagai disambar petir saat siang bolong saat mendengar berita kecelakaan anak dan menantunya hingga membuat keduanya merasa kehilangan separuh jiwanya.

"Y-yoongi? H-hos Hoseok? Mereka bagaimana?" tanya Chaerin terpatah-patah karena dirinya yang masih syok luar biasa.

"Mereka masih berada di dalam, Imo."

Tak bisa Chaerin bendung, isakan akhirnya keluar dari mulutnya. Dadanya seakan terhimpit batu yang berton-ton beratnya. Jiyoung memeluk Chaerin dengan hati yang sama-sama hancur. Jiyoung pun tak tau pasti bagaimana keadaan anak dan menantunya tapi Jiyoung tau bahwa mereka sedang berjuang demi hidup mereka. Entah skenario Tuhan yang seperti apa yang akan terjadi, Jiyoung hanya bisa mengokohkan diri untuk selalu berdiri tegar bagai karang. Itulah tugasnya sebagai pemimpin di keluarga Min. Tugasnya untuk  menjadi orang yang kokoh dan menjadi sandaran diantara orang-orangnya yang bersedih dan terjatuh. Sudah kewajibannya mengulurkan tangan dan memasang badan untuk melindungi orang yang disayanginya. Meski hatinya sudah hancur pun, Jiyoung masih harus tegar.

Setelah sekitar satu jam lamanya Jiyoung, Chaerin, Jungkook dan Jimin menunggu dalam ketidakpastian akhirnya pintu ruang operasi itu terbuka. Sang dokter keluar dengan masker yang telah dibuka dan darah yang mengotori bajunya.

"Maaf, boleh saya berbicara dengan perwakilan keluarga Jung Hoseok?" tanya sang dokter.

"Saya, dok." Jiyoung mengajukan diri. Mereka berdua berjalan agak menjauh dari yang lain.

"Maaf, Pak. Sepertinya kandungan saudara Jung Hoseok tidak bisa dipertahankan lebih lama lagi." Sang dokter mengambil napas berat disela perkataannya.

"Kami harus dengan terpaksa membuat bayi di kandungan saudara Jung Hoseok keluar sebelum waktunya. Namun keadaan ini akan sangat membahayakan bagi sang bayi dan ibunya. Jikalau anda bisa memilih, apakah anda akan memilih ibunya atau anaknya?"

Deg

Sakit sekali. Bagai dihantam dengan palu besar, jantung Jiyoung berdenyut sakit dalam setiap kata yang dokter tadi sampaikan. Ingin rasanya Jiyoung mempertahankan keduanya, bahkan ia berani membayar berapa saja demi nyawa menantu dan cucunya. Namun sang dokter menggeleng pelan sambil terus mendesaknya untuk memilih situasi terburuk.

Runtuh sudah pertahanan Jiyoung, air mata mengalir dengan kurang ajarnya, membasahi pipi tirus kepala keluarga Min itu. Bibirnya ia gigit dengan kuat hingga tak sadar rasa besi khas darah terkecap di lidah Jiyoung.

"Saya memilih bayinya."

Sang dokter mengangguk mengerti dan mengajak Jiyoung untuk masuk ke ruangannya terlebih dahulu untuk mengurus dan menandatangani berkas yang diperlukan. Tangan Jiyoung bergetar hebat saat menandatangani berkas yang mengizinkan menantunya untuk mati demi cucunya. Namun Jiyoung terpaksa, ia punya alasan untuk semua yang ia lakukan.

My Wedding Story (Sope) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang