Gue nengok kanan-kiri, nyari Kamila, sampe akhirnya gue lihat tu bocah lagi di depan meja kambing guling. Gue ngehela napas lega. Gimana nggak lega. Daritadi kerabat ceweknya Kamila ceriwis bener di deket gue. Nanyanya aneh-aneh lagi.
"Kapan nih punya anak?"
"Mau anak cewek atau cowok?"
Mana saya tahu.
Begitu ngeliat Kamila ternyata lagi ngobrol sama cowok, alis gue ngerut kayak ulet bulu. Eta saha?
Gue mencoba melihat dari jauh. Bini gue yang cantiknya nggak kira-kira entah kenapa bikin gue jadi insekyur.
"Eh, Cinta!" seru Kamila ngeliat gue sembunyi di deket dekor kawinan.
Gue berdehem-dehem mencoba menjaga martabat. Cowok di sebelah Kamila ngeliat gue dari atas sampe bawah terus bisik-bisik ke Kamila. Kamila ketawa ngikik terus ngangguk.
ADA APA, NI.
"Fadhil, sini," Kamila nyuruh gue dateng pake tangannya.
Gue beringsut ke sebelah Kamila sambil natep curiga cowok itu. Siapa dia? Mau apa sama bini orang?
"Gue Bang Sat," cowok itu memperkenalkan diri. Hah? Bangsat? Dia ngatain dirinya sendiri ato gimana?
"Maksudnya Satria," koreksi Kamila. "Kamu jangan suka disingkat-singkat. Cinta gue mana ngerti!"
Kamu? Kamu? Bini gue aja pake 'gue-lo'. Sebenernya siapa manusia ini?!
"Lupa, kebiasaan," Bangsat–eh, Bang Sat, terkekeh.
"Dia kakak kelas pas SMA. Gara-gara kawinannya Clara gue ketemu lagi sama dia. Soalnya kerjaannya jauh, di Padang," tutur Kamila menggamit tangan gue.
Gue ngehela napas lega. "Alhamdullilah."
"Alhamdullilah kenapa, Sayang?" tanya Kamila terkejut terheran-heran.
"Alhamdullilah...," gue ngelihat Bang Sat dan Kamila gantian. "Alhamdullilah aja. Alhamdullilah tu nggak boleh karena ada alasan."
Bang Sat mangap O, "Bener juga, sih."
"Kenapa nggak boleh? Kan biasanya, alhamdullilah udah dapet momongan, alhamdullilah udah ini itu," tanya Kamila beneran nanya.
Jadilah gue jelasin kenapa alhamdullilah nggak boleh pake alasan. Udah semacam sesi singkat pelajaran Agama. Bang Sat ngeliatin gue sama Kamila dengan senyum tipis.
"Cocok ya kalian, gue jadi lega," ucap Bang Sat tiba-tiba, membuat penjelasan gue terhenti di tengah jalan.
He? Bejimane bejimane?
"Bang Sat dulunya pacar gue. Sekitar sebulanan sebelum kita nikah," beritahu Kamila.
Bola mata gue rasanya mo keluar. Bini gue jadi dari tadi ngobrol sampe bisik-bisik sama mantannya?
Kok gue marah ya rasanya? Mendidih gitu dada gue. Kayak langsung pengin culik Kamila sekarang juga.
"Iya. Kerjaan gue di Padang, dan Kamila nggak mau jauh dari orangtuanya. Jadi kita pisah," beritahu Bang Sat memberi info tambahan kalau perpisahan mereka cuma karena jarak.
Gue tertawa canggung sambil perlahan meluk pinggang Kamila. "Bang Sat, gue bawa Kamila dulu, ya. Tadi Clara minta gue nyari Kamila."
"Serius Clara nyari gue?" tanya Kamila.
Nggak.
"Iya. Yuk," gue mengangguk sok sopan ke arah Bang Sat lalu membawa Kamila pergi.
Kamila masih ganyem kambing guling di piring di tangannya. Sambil jalan gitu. Gue bawa Kamila menjauh dari kerumunan, tepat di belakang aula pernikahan Clara sama suaminya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Privileges
HumorTelah tersedia di toko buku seluruh Indonesia dengan judul yang sama Kamila orangnya easy going. Fadhil kaku banget. Kamila pengangguran, Fadhil workaholic nomor satu. Kamila suka duit, Fadhil suka ketenangan. Waktu dua keluarga jodohin mereka, Fadh...