"Mil, bisa bantu bawa yang itu, nggak?"
"Yang itu yang mana?"
"Itu yang depan kamu."
"Boks yang item apa yang item banget?"
"Item banget."
"Oke."
Setelah Kamila ngambil boks yang item banget dan mundur dikit, gue pun menutup pintu bagasi. Sambil melempar cengiran, gue dan Kamila pun berjalan ke rumah Uncle Alvaro, di mana pesta ultah bapak beranak tiga itu diadakan.
Keluarga besar gue bisa dibilang kebanyakannya bukan berdasarkan hubungan darah. Tetapi berdasarkan persahabatan para ayah semasa SMP-SMA yang berlanjut sampai anak cucu.
Makanya dibanding sama sepupu jauh yang tinggal di Kalimantan, gue lebih deket sama anak-anak dari sahabatnya Bokap. Kayak Aslan, Bryce, Anggi, Anggun, Angg–
"BANG PADIL!!!" seruan berserta tubrukan super keras hampir membuat gue limbung andai Kamila nggak nahan punggung gue.
Rambut warna merah muda yang dicepol jadi satu sedemikian rupa dan wajah polos-polos nyebelin kayak bapaknya ada di depan muka gue.
Perkenalkan, sodara-sodara. Mikana. Anaknya Bapak Mika dan Ibu Luna. Meski umurnya udah 21 tahun, kelakuannya kayak bocah SD.
"Jangan peluk-peluk, bukan muhrim," omel gue melepas pelukannya yang ternyata kuat juga.
"Cie, Bang Padil," kata Mikana memiliki seribu makna.
Mikana nyengir iblis. Dia beralih ke Kamila dan memeluk bini gue super kencang sampai Kamila sesak napas.
"Woi! Gue baru punya bini! Jangan dimatiin!" Gue ngomel lagi.
Katanya beda umur empat tahun itu bikin dua sodara lebih deket.
Ternyata nggak.
Mikana sudah ngacir ke dalam rumah, kemungkinan memeluk sodara-sodaranya yang lain. Menyisakan gue yang merengut. Ketika sadar Kamila ngeliat gue dengan senyuman, gue menaikkan alis, yang Kamila tahu maksudnya adalah, 'Apa?'.
"Kamu lucu," ucap Kamila sambil ngegembil pipi gue, terus ngacir. "Mikanaa, tunggu Kakaaak."
Kakak?! Kakak?! Sejak kapan Kamila dan Mikana jadi akrab?!
***
Meski udah bapak-bapak, Uncle Alvaro tetep dinyanyiin lagu 'Selamat Ulang Tahun'. Beda dengan yang lain, Mikana nyanyi 'Selamat Ulang Tahun' pake bahasa Korea. Gue dengernya kayak, 'Sangelchuka hamida, sangelchuka hamida'? Nggak tau bener atau nggak.
Meski ini kali kedua setelah hari pernikahan, Kamila gampang berbaur sama sodara-sodara gue. Bahkan dari yang gue denger, dia udah janjian shopping bareng Anggi, Anggun, sama Anggrek.
Ngeliat Kamila hepi hanget sama acara ini, gue tersenyum. Seneng ngeliat mata Kamila berbinar dan senyum cerah terpasang di wajahnya. Kayaknya udah dua minggu ini sejak kepulangan dari Padang, hubungan gue sama Kamila sangat baik-baik aja.
Gue bersyukur bawa Kamila ke acara ini meski tadi pagi gue baru bisa tidur dua jam karena ada kerjaan yang mendadak perlu dikerjain.
Gue menguap, berusaha fokus mengikuti acara. Uncle Alvaro lagi ngebagiin kue pertamanya buat Aunty Anggi. Ngeliat Aunty Anggi tersipu-sipu, semua orang menggoda mereka. Udah berumur tapi kelakuan lebih kayak abege daripada abege beneran.
Setelah kue selesai dibagiin, semua orang makan dengan ceria. Jadi kami semua duduk lesehan di permadani super gede di ruang keluarga. Gue duduk bareng Tata, Aslan, sama Bryce. Ladit nggak hadir, katanya dia lagi mencanangkan project mak comblang apalah di sekolah barunya. Gue nggak ngerti sama adek bungsu gue itu, sebenernya ngapain dia pindah sekolah.
Pas gue makan potongan kue yang kedua, tiba-tiba Tante Mou kucuk-kucuk nyamperin gue dengan senyum penuh rencananya.
"Eh, ada yang baru jadi suami, nih," ucapnya sambil nyolek-nyolek bahu gue.
Gue cemberut. "Apa siiih, Taaan," rajuk gue yang dari kecil emang paling deket sama Tante Mou, karena Tante Mou kakaknya Nyokap.
"Tante tau pas Tante muda, Tante juga sebel sama pertanyaan ini. Tapi," ngeliat wajah Tante Mou penuh konspirasi, gue udah tahu ini bakal mengarah ke mana. "Kapan kamu punya momongan?"
TUH, KAN.
Aslan, Tata, sama Bryce langsung ketawa ngakak. Ketawa mereka bikin ciwi-ciwi yang lagi ngobrol di seberang kami menoleh, termasuk Kamila. Gue mengirim tatapan 'Bukan apa-apa' ke Kamila yang cemas.
"Tante penasaran, Dhil! Soalnya kamu tuh mirip banget sama Matt, dan Kamila mirip Mou. Jangan-jangan anaknya kayak Tata, lagi? Atau kayak Tasya?" cerocos Tante Mou.
Gue ngusep-ngusep muka. Ya Allah. Biarkan ini cepat berlalu, ya Allah. Fadhil nggak kuat.
"Ada apa nih, manggil-manggil aku?" tanya Tasya dengan cengiran lebar, mirip banget Kamila, tapi beda. Yang ini nggak bikin hati gue jedug-jedug.
Tante Mou ngulang pertanyaan yang sama, membuat senyum Tasya berubah jadi senyum iblis.
"Lucu kali, ya, Mih. Kalo yang cewek mirip Fadhil, yang cowok mirip Kamila," cetus Tasya.
Gue nggak bisa bayangin anak cowok gue kelojotan teriak-teriak dan ketawa ngikik seperti Kamila. Gue juga nggak bisa bayangin anak cewek gue kerjaannya diem sampe kesambet Naruto. Nggak. Gue nggak bisa bayangin itu semua.
Sepulang dari rumah Uncle Alvaro, Kamila nanya yang kesekian kalinya kenapa muka gue pucet. Gue nggak jawab. Masih bengong natep jalan. Barulah ketika sampe rumah, gue minta Kamila duduk di sebelah gue.
Muka Kamila kayak kebelet ke toilet.
"Mil, ntar kalo kamu hamil," gue neguk ludah. "Jangan terlalu pecicilan, ya? Aku janji deh aku nggak kaku banget. Janji."
Kamila mengedip. Kayak kaget terheran-heran. Beberapa saat kemudian, Kamila tertawa ngakak sampai memegang perutnya.
"Tenang aja, Dhil," ucap Kamila. "Aku hamil juga belom. Kamu udah panik."
Gue ngerjapin mata. Oiya, ya. Fadhil, kamu bego sekali.
Nggak. Gue nggak bego. Ini gara-gara Tante Mou ngasih tau yang nggak-nggak.
"Aku capek banget, nih," ucap Kamila ngeliat jam di pergelangan tangannya. Gue jadi ikut ngecek. Udah jam sembilan malam. "Bobo yuk!"
"Aku masih ada kerjaan," ucap gue dengan senyum tipis.
"Kerja mulu, Dhil. Udah ih, istirahat."
"Anak-anak lagi syuting, Mil. Aku mantau dari jauh lancar atau nggaknya," kata gue memberitahu, tapi bibir Kamila masih manyun.
"Ya udah," Kamila ngambek, melangkah lunglai ke arah tangga.
Keisengan gue muncul. Pas banget Kamila mau naik tangga, gue kucuk-kucuk ke arah dia dan sun jidatnya. Setelah itu, gue ngacir ke dapur. Kamila yang kayaknya baru sadar dari keterkejutannya, akhirnya teriak.
"Fadhil iiih! ISEEENG!"
Gue tersenyum lebar. Seseneng itu gangguin Kamila. Kayak dia waktu itu gangguin gue.
Hehehe.
![](https://img.wattpad.com/cover/237351748-288-k951478.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Privileges
HumorTelah tersedia di toko buku seluruh Indonesia dengan judul yang sama Kamila orangnya easy going. Fadhil kaku banget. Kamila pengangguran, Fadhil workaholic nomor satu. Kamila suka duit, Fadhil suka ketenangan. Waktu dua keluarga jodohin mereka, Fadh...