12. Pertengkaran Pertama

60.1K 9K 120
                                    

Udah dua kali terjadi. Gue pulang lebih dulu daripada Kamila. Kali ini jam nunjukkin pukul sembilan. Gue udah mencoba berbagai gaya duduk supaya nggak bosen, tapi ternyata otak gue bertanya-tanya kemana bocah satu itu pergi.

Kalo nggak salah kursusnya tuh selesai jam delapan. Berarti sejam setelah kursus, tu bocah masih kelayapan. Entah sama siapa dan ngapain.

Gue ngehela napas kesel. Kenapa gue jadi cemburuan gini? Gue nggak suka.

Pintu depan tiba-tiba ngebuka waktu jam nunjukkin setengah sepuluh. Gue duduk tegak dan dehem-dehem, pura-pura sibuk sama laptop.

Wangi Kamila yang khas banget parfumnya sampe gue hapal menyerbak ke hidung. Gue tau Kamila mengarah ke gue dari suara kelotak-kelotak high heelsnya.

Tiba-tiba Kamila sun kepala gue. Buset. Berasa bocah saya.

"Selamat malem, Cintaku," ucap Kamila sumringah.

Gue dehem-dehem lagi, pura-pura nggak tertarik, padahal mah penasaran kuadrat. "Gimana lesnya? Suka?"

Kamila lagi duduk di kursi makan, ngelepas high heelsnya. Ini orang aneh, ya. Kursus bikin kue pake sepatu macem itu.

"Suka dooong," jawab Kamila mesem-mesem sendiri.

"Ni mukanya kalo kesemsem gini–ngaku, lo! Ketemu cowok ganteng kan tadi di sana!

Melihat Kamila mesem-mesem kayak dia liat Gang Tae, kecurigaan gue berlimpah ruah.

Kamila natep gue, berkedip beberapa kali, lumayan kaget terheran-heran. Kayak bingung kenapa gue bisa tau.

"Apaan... enggak sih, enggak... Suudzon aja lo," Kamila garuk-garuk hidungnya, tanda dia lagi nervous.

"Gue udah kenal lo lama ya, Mil. Siapa dia? Temen les? Atau malah gurunya?" cecar gue.

Kamila natep gue nggak abis pikir. Dia ngambil high heelsnya dan nyorong-nyorongin ke arah gue sebagai senjata. Gue mundur seketika. Padahal jarak gue sama dia lumayan jauh. Gue di sofa, dia di meja makan.

"Emang kenapa! Gue juga gak larang lo jalan ama Siska ya, Dhil!"

Oh.

OH.

Jadi dia kayak ngebales gue, gitu?

"Gue nggak jalan sama Siska, itu murni kerjaan, Mil!" suara gue naik beberapa oktaf.

"BOHONG!" Kamila beneran ngelempar high heelsnya dan kini vas bunga di pojokan retak.

"Gue nggak bohong!" bela gue setelah ngeri liat vas bunga yang pecah.

Amunisi Kamila masih ada satu. Apa bentar lagi kepala gue yang bocor?

"Terus sekarang lo sukanya sama siapa kalo bukan sama Siska?!" tanya Kamila langsung.

Gue bengong terheran-heran. Kicep. Nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Sementara Kamila ngeliat gue begini, raut wajahnya kayak sakit hati gitu. Gue jadi nggak enak. Padahal ini hari penting buat dia, tapi malah gue ancurin.

"Tuh kan lo nggak bisa jawab. Apaan sih Dhil nggak jelas tau nggak lo. Bikin bad mood aja!" seru Kamila, dia beneran lempar high heels satunya tapi kali ini nggak mengakibatkan korban benda atau jiwa.

Kamila hendak pergi. Gue bersiap ngekor sambil bawa laptop, namun picingan mata Kamila membuat gue terhenti di tempat seketika.

"Jangan deket-deket! Entar gue hamil! Gue nggak mau punya anak yang sikapnya plin-plan kayak lo!"

PrivilegesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang