Adzan subuh baru berkumandang ketika mata gue membuka dan menyadari kalo Kamila ngilang dari pelukan. Entah kapan tu bocah satu pergi. Gue turun dari tempat tidur dan ngacir mencari Kamila. Sampai akhirnya gue menemukannya lagi sibuk di dapur.
"Ngapain, Mil?"
Mendengar suara gue, Kamila ngedongak. Gue nyaris aja ketawa ngeliat di hidungnya ada putih-putih. Kayaknya itu fla? Atau whipcream?
"Pagi, Ganteng," sapa Kamila yang kayaknya udah jadi pakem dia buat nyapa gue.
Gue merentangkan tangan buat meluk Kamila dan untuk beberapa saat kami berdua goyang kanan-kiri sambil tawa ngikik.
"Aku bikin cupcake, buat kamu sama staf," jawab Kamila setelah kami selesai berpelukan kayak Teletubbies.
"Oh, ya?" tanya gue dengan senyum jenaka.
Gue mau mencoba satu cupcake yang udah jadi, tapi Kamila langsung nyentil tangan gue. Gue ber'aaaw' membuat Kamila panik.
"Sakit, Dhil? Mana? Mana?" tanyanya.
Sebenernya nggak sakit.
Gue meringis dan mengaduh kayak bocah jatoh dari sepeda. "Di sini, nih," ucap gue manja, dan entah kenapa gue berubah manja ke Kamila.
Ada yang korslet kayaknya di otak gue setelah dinas ke Padang.
Kamila panik niupin punggung tangan gue. Terus pas dia ngeliat gue senyum, Kamila ngegeplak punggung tangan gue.
"Iseng banget, sih!" Bocah ini ngomel.
Gue tertawa dan memeluk Kamila lagi. Selain jadi manja, gue jadi doyan meluk-meluk dia. Wangiii.
"Solat dulu, yuk," ajak gue setelah sun puncak kepalanya.
Kamila ngangguk dalam pelukan gue.
Setelah solat, gue siap-siap kerja dan Kamila finishing cupcakenya. Nggak kayak dia yang biasanya pagi malah tidur, Kamila kini berada di ambang pintu dengan memeluk tupperware isi cupcake. Pas gue selesai make sepatu di teras, Kamila langsung nyerahin cupcake itu.
"Makasih, ya," kata gue dengan senyum manis.
Kamila tersipu-sipu.
"Kali ini manis," ucap Kamila.
"Asin juga nggak pa-pa."
Gue sama Kamila lagi-lagi tertawa ngikik. Cringe banget parah tapi bodo amat, yang penting bahagia.
Pas gue masuk mobil, Kamila ngekor, dan nunggu sampe gue beneran pergi. Mesin udah nyala sejak sepuluh menit lalu, tapi gue nggak juga beranjak.
"Entar telat, loh," ucap Kamila.
Gue natep dia.
"Dhil?" tanya Kamila terkejut terheran-heran.
"Sun."
Kamila awalnya speechless, terus dia ketawa lagi. Betapa gue seneng liat Kamila seneng. Gue bahkan nggak peduli dari tadi senyum lebar kayak orang bego.
Setelah selesai ketawa, Kamila sun pipi kanan gue, terus menjauhkan dirinya.
Gue cemberut, bimoli, bibir monyong lima senti, terus berkata, "Yang kiri?"
Kamila berusaha nahan ketawa sambil sun pipi kiri gue.
"Yang tengah?"
"Udah sana pergi!" seru Kamila galak, ngelirik ibu-ibu yang lagi belanja sayuran di dekat kami berdua, jelas-jelas ibu-ibu itu lagi merhatiin kami diam-diam. Mungkin heran dengan dinamika gue sama Kamila yang berubah drastis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Privileges
HumorTelah tersedia di toko buku seluruh Indonesia dengan judul yang sama Kamila orangnya easy going. Fadhil kaku banget. Kamila pengangguran, Fadhil workaholic nomor satu. Kamila suka duit, Fadhil suka ketenangan. Waktu dua keluarga jodohin mereka, Fadh...