Luka

624 47 26
                                    

“ Kanao, anakku. Aku merindukanmu. Kau sudah besar ya,” wanita itu menghambur dalam peluk Kanao.

"Gomen...hikss..hikss..go..gomen,"

"Aku meninggalkanmu, gomen hiks..hikss"

"Go..menasai, aku benar-benar me-me-nyesal me..ninggalkan..mu de-dengan pria biadab itu hikkss..hikks,"

Ia menangis tersedu-sedu sambil mengucap maaf berulang kali, namun Kanao tak bergeming. Ia masih terlalu syok dengan pertemuan tak terduga ini.

Rentetan peristiwa kelam itu terputar bagai kaset rusak.

Seorang gadis kecil sedang duduk di pekarangan rumah, bermain bersama kupu-kupu yang beterbangan. Senyum ceria tak luput dari wajah mungilnya. Lucu sekali. Namun keributan hebat membuat kupu-kupu itu terbang menjauh daarinya.

Dengan langkah ragu, gadis kecil itu mengintip di balik pintu. Menyaksikan keributan kedua orangtuanya. Pecahan kaca ada dimana mana, dan sosok ayah yang terus memukuli ibunya membuatnya ketakutan.

Ia membekap mulutnya sendiri dan menyembunyikan diri dibalik pintu, menahan tangis yang akan keluar agar tak ketahuan.

“ Sialan!! Kau itu tak becus sekali mengurus rumah!!”

“ Kau itu yang mabuk-mabukan terus. Hentikan kelakuan bodohmu itu”

Plakkk

Buagghh...

Hikkss..hikss

“ Jaga bicaramu!!”

“ Cukup!! Aku sudah lelah. Siang malam aku mencari uang, tapi kau habiskan untuk membeli minuman alkohol itu. cuihhh aku tak sudi hidup bersamamu lagi Aku ingin pisah,”

“ Enyahlah!! Enyahh sana sialan. Kau pikir aku mabuk karena apa ha?”

“...”

Kanao memegangi kepalanya yang terasa sakit, kenangan lama itu sudah jauh-jauh dibuangnya namun tersusun kembali saat bertemu sosok ibunya.

Wajahnya, harumnya dan pelukannya masih sama ketika ia mendapat perlakuan itu saat masih kecil, ini seperti mimpi yang terlihat nyata. Tapi entahlah, Kanao pikir dirinya sedang berhalusinasi. Ia tak ingin mempercayainya.

Pikiran yang terus memutar kilas balik dirinya di masa lalu membuat batinnya semakin remuk. Untuk sesaat, ia ingin tak memiliki emosi apapun, namun perasaan yang dialirkan oleh pelukan sang ibu membawanya pada kesedihan terdalam. Pelukan hangat, dengan tangis penuh kerinduan merobohkan dinding pertahanan yang sudah lama ia buat.

Dinding yang membatasi dirinya untuk tidak melukai diri sendiri

Pertahan yang ia buat untuk tidak melakukan cutting

Namun sayangnya terlambat.
Kanao sudah menggenggam silet di tangan kanannya. Membiarkan sisi tajam benda itu menembus kulitnya, melukainya semakin dalam dengan kenangan buruk yang ingin ia buang. Darah segar mulai bercucuran.

Sakit..

Perih..

Namun ada rasa sakit yang lebih melukainya, luka itu terus menggores hatinya dan membuatnya sesak.

Kanao semakin mengeratkan genggamannya. Menghapus luka dengan luka. Membiarkan silet itu melukainya semakin dalam.

“ Kau pikir aku tak tahu kelakuan busukmu dibelakangku ha? Dasar sampah!!”

“ Aku melakukannya karena butuh uang bodoh! Kau itu kepala keluarga tapi tak berguna!!!!”

Plakkkk

Kanao Love Story || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang