Menginap (Revisi)

41.9K 2.6K 151
                                    

"Usap-usap,” bisik Ara lirih.

“Ini lagi diusap-usap.”

“Bukan di situ.”

“Terus di mana?”

“Pinggang.”

Alaska langsung menurunkan usapannya ke pinggang perempuan itu, ia mengusapnya lembut dengan sesekali memijitnya.

“Jangan nangis,” bisik Alaska sambil menyeka air mata Ara.

“Tidur yang bener, biar enggak keram perutnya.”

Alaska membantu meluruskan kaki Ara sebelum perempuan itu
memeluknya kembali.

Ia merasa pegangan Ara di kaosnya mengencang, dengan cepat Alaska menundukkan kepalanya untuk melihat.

“Kenapa?” bisik Alaska.

Ara menatap Alaska dengan matanya yang berkaca-kaca, Alaska
sudah sangat frustrasi menghadapi Ara.

Kalau saja Alaska bisa memilih, ia akan lebih memilih mengerjakan seratus soal matematika dari pada menghadapi perempuan.

“Kak, hiks ... hiks ... hiks,” tangis Ara pecah.

“Kenapa?” tanya Alaska lembut sambil mendekap Ara.

“Perut Ara sakit banget, hiks ... hiks ... hiks,” ucap Ara dengan suara teredam di dada Alaska.

Sebenarnya ia tak tega melihat Ara yang menangis terus, Ia memutar otaknya mencari tau apa yang bisa ia lakukan untuk membantu Ara.

Oh ya, Alaska baru ingat kalo dia pernah melihat bunda nya mengolesi minyak kayu putih ke sekitar perutnya ketika sedang sakit perut,
kali aja sakit Ara juga reda di olesi minyak ajaib itu.

“Gue keluar sebentar yaa, Ra. Ada yang mau gue beli,” ujar Alaska
meminta izin.

“Hiks, mau ke mana?” ucap Ara langsung memeluk Alaska lagi.

“Bentar doang yaa,” ucap Alaska sambil mengelus kepala Ara.

Ara hanya mengangguk mengiyakan tapi tidak melepas pelukannya.

Sudah cukup, Alaska tidak tahan betapa menggemaskannya gadis ini, ia terkekeh melihat Ara yang semakin memeluknya.

“Lepas dong Ra. Kan udah di izinin,” ucap Alaska sambil terkekeh.

“Hm ...,” gumam Ara lalu membelakangi Alaska.

“Mau nitip apa?” tanya Alaska membujuk Ara.

Ia tau gadisnya sedang merajuk. Gadisnya? Bisakah Alaska bilang begitu? Ya, rasanya bisa, ia tersenyum.

Gue kenapa?” batin Alaska menetralkan wajahnya.

Ara yang mendapat tawaran menggiurkan langsung membalikkan badannya kembali.

“Es krim coklat, dua yaa,” ujar Ara girang.

Tapi berbeda dengan
Alaska, laki-laki itu langsung melarangnya, Alaska takut perutnya tambah keram.

“Yaudah, enggak usah. Sana pergi,” ucap Ara membalikkan tubuhnya kembali.

“Gue keluar,” pamit Alaska.

Alaska tetaplah Alaska, apa yang dia
larang tetap tidak boleh dilanggar kecuali dia berubah pikiran.

Ara menggigit bibirnya kencang berharap nyeri di perutnya
menghilang, tapi rasa yang Ara harapkan itu tak kunjung datang.

TWINS BOY (TERBIT)  Sedang RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang