17:

602 112 3
                                    


Diana tiba di TKP kecelakaan keponakanya esok paginya. Ada banyak pertugas tim SAR dan pihak berwajib di sana. Semua sedang sibuk mencari dan juga mengatur lalu lintas yang jalanan tidak terlalu besar menjadi lebih kecil karena beberapa mobil terparkir di sana.

Ia bersama dengan Agam dan juga Bangdeknya yang semalam langsung memutuskan untuk langsung pulang dari Eropa setelah mendapat kabar Fadil dan Kyla kecelakaan. Baru subuh tadi tiba dan langsung mengajak ke lokasi kejadian.

"Gimana perkembangan nya?". Akmal langsung menghampiri Devin yang baru saja naik dari permukaan bawah sana dengan kondisi basah kuyup.

Diana menggigit bibir bawahnya melihat Bumi menyusul tidak lama kemudian.

"Bumi".

Seorang wanita menghampiri pria itu. Dan langsung memeluknya, ia mengalihkan pemandangan itu untuk sekedar menghindari rasa sakit yang tiba-tiba datang.

"Kamu gapapa? .. hiks.. hiks..". Wanita itu terdengar sangat cemas. Bahkan sampai terisak dan kembali memeluk Bumi.

Dan Bumi membalas pelukkan itu. Membuat nyeri itu semakin nyata. Pemandangan itu tidak luput dari pandangan Agam, Akmal dan Devin. Mereka langsung memandang iba padanya. Ingin marah, tapi tidak bisa. Karena tidak ada yang bisa di salahkan.

"Di, mau balik?". Tanya Agam pelan.

Diana menggeleng, ia menunjuk ke arah tempat Devin muncul tadi. Ayah dan Abangnya muncul kemudian. Dalam kondisi yang sama dengan Devin.

Setelah menanyakan situasi, dan Ayahnya mulai mengobrol serius dengan petugas di sana. Ia memilih untuk menetap di dalam mobil. Melirik Bumi yang berada tidak jauh dari belakang mobilnya sehingga ia bisa melihat pria itu sedang mengobrol dengan wanita yang tadi memeluk pria itu. Terlihat sangat akrab dan sikap Bumi juga lebih hangat. Tidak seperti Bumi, sikap pria itu ke wanita itu. Seperti sikap Bumi padanya.

"Namanya Lavina".

Diana kaget dan langsung menoleh ke sisi kemudi. Entah kapan Agam sudah duduk di sana. "Dia bukan siapa-siapa nya Bumi kok".

Diana langsung mencoba menyembunyikan reaksi tubuhnya. Tidak mengomentari apapun. Namun matanya kembali melirik spion di depan. Melihat Bumi kini tengah tersenyum hangat pada wanita lain. Dan membuat rasa cemburu itu ada.

Lavina.

Rasanya nama itu tidak asing, ia pernah mendengar nama itu di sebut Bumi. Hanya saja ia lupa, kapan dan siapa wanita itu. Dari tatapan Bumi, ia tau. Kalau wanita bernama Lavina itu bukan hanya teman biasa. Namun, lebih dari itu. Sikap Bumi menunjukkan melalui mata, jika pria itu sangat hangat.

Lalu kenapa?. Diana terkejut sendiri dengan pertanyaan batinya. Lalu kenapa jika Wanita itu lebih dari teman? Siapa dia yang pantas merasa cemburu?.
Ia dan Bumi sudah tidak memiliki hubungan apapun. Jadi, ia tidak berhak untuk merasakan cemburu itu.

Diana mengalihkan matanya ke arah lain.

"Di". Ia menoleh pada Agam. "Ada yang harus kita bicarain". Lanjut Agam terlihat serius.

Diana langsung mengernyit dahi nya. Menatap pria itu lebih intens lagi. "Ada hal yang mau aku ceritain sama kamu". Kata Agam menatapnya.

"Aku gak tau, kamu sadar atau tidak. Kamu tau atau tidak tentang ini. Tapi aku rasa, kalau aku harus bilang ini ke kamu. Kalau pernikahan kita gak bisa di teruskan". Ujar Agam membuat Diana terkejut.

Ia menatap Agam meminta penjelasan. Apa maksud pria itu mengatakan hal itu?. Membatalkan pernikahan mereka?.

"Aku tau ini bukan waktu yang tepat, tapi aku harus bilang ini. Jelasin semuanya, aku sadar suasana kayak gini gak pantas ngomongin hal yang akan bikin semua orang marah".

Ayah, I Love HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang