18:

628 123 10
                                    

Tepat pukul 16.00 Keira keluar dari dalam gedung kantor tempatnya bekerja. Ia sudah siap untuk menelfon taksi saat seseorang menyusulnya ke depan lobi.
Namanya Julian. Manager Marketing tempat ia bekerja. Parasnya tampan, bisa membuat semua cewek melting hanya karena tatapan dan senyuman manis nya saja.
Tapi, sayangnya Keira tidak.

Tapi tidak menampik jika Julian sangat menarik. Baik itu dari segi penampilan atau sikap. Hanya saja, ia tidak begitu terlalu suka pada orang yang terlalu ramah. Terlebih pria yang suka menebar senyuman pada semua perempuan.
Ia bukan tidak tau, atau menangkap maksud lain dari Julian yang selalu berusaha untuk mendekatinya. Mengajaknya makan siang, sampai berkencan.

Dan Keira selalu berusaha menolaknya dengan sopan. Ia tidak suka memberi harapan pada siapapun. Jadi, ia tidak begitu merespon setiap kali Julian menggoda nya bersama teman-teman kerjanya.

"Kei, mau langsung pulang? Anak-anak pada mau merayakan ulang tahun Mikha". Ujar Julian berdiri di samping Keira.

"Iya, Nathan lagi ribet soalnya. Jadi, harus langsung pulang". Jawab Keira memainkan ponselnya untuk memesan taksi.

Tapi, matanya menangkap sebuah mobil yang melaju dari gerbang menuju lobi tempatnya berdiri. Mobil itu tidak asing, dan benar saja. Saat berhenti, dan kaca jendela terbuka. Ia langsung bisa melihat tatapan tajam Agam di sana.

"Lian, aku duluan ya. Udah di jemput". Ujar Keira langsung berpamitan tidak menunggu Agam menyuruhnya masuk.

"Eh". Julian hanya merespon kaget, belum juga ia mengeluarkan suara. Keira sudah meluncur menuju sisi samping kemudi mobil sport Ferrari merah itu.
Dari mobilnya saja sudah membuat Julian menelan ludah. Apalagi ia cukup familiar dengan sosok yang duduk di balik kemudi itu.

"Gam". Tegur Keira, karena Agam masih terus melirik pada Julian yang terlihat terintimidasi oleh pria di sampingnya. "Gak mau jalan? Atau aku turun naik taksi". Ujar Keira bersiap untuk membuka pintu kembali.

Terdengar decakan pria itu, membuat Keira mengulum senyum kecil. Agam yang cemburu selalu membuatnya tersenyum geli sendiri. Setiap kali Agam mendelik tidak suka,. Pria itu terlihat lebih menggemaskan.

"Kita langsung pulang ya?".

"Baru aku mau ngajakin kamu makan". Keluh Agam cemberut.

Keira mengulum senyum lagi, telapak tanganya langsung mengusap pipi pria itu dengan lembut dan penuh sayang.

"Nathan lagi kurang sehat, makan di rumah aja ya. Aku masakin". Katanya lembut.

"Beneran?". Tanya Agam terlihat bersemangat.

Keira mengangguk saja. Agam persis seperti anak kecil jika sudah bersemangat seperti sekarang. Membuatnya gemas.

***

Di tempat lain, Bumi sedang menyusuri koridor gedung apartemen dengan langkah lunglai. Mukanya pucat, matanya terlihat sayu.
Dengan langkah terseok ia berusaha untuk mencapai unit nya.
Badannya sudah sangat lemas, tubuhnya merasa dingin. Sepertinya ia tau jika batas tubuhnya sudah batas limit.

Sudah empat hari ia tidak tidur, karena terlalu fokus mencari keberadaan Fadil. Padahal pencarian sudah di hentikan tiga hari yang lalu. Dan mengatakan jika anak itu kemungkinan masih hidup sangat kecil, mengingat deras nya arus sungai juga batu-batu ganas di sana.

Ia juga sempat menjadi pesimis, namun saat mengingat kembali bagaimana laki-laki remaja itu bertahan dalam genggamannya. Entah mengapa perasaannya mengatakan jika Fadil masih hidup. Di suatu tempat, yang mungkin tidak mereka ketahui dimana.

"Bumi, kamu sudah pulang?". Saat ia masuk dan menutup pintu. Langsung terdengar suara dari pantry.

Ia melihat Lavina sedang sibuk, mencuci piring dan terlihat terburu.

Ayah, I Love HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang