14: Kesempatan

652 110 43
                                    

Agam diam terpaku pada pijakkan nya. Menatap tidak percaya pada wanita di depannya. Lalu kemudian ia menoleh lagi pada anak laki-laki yang mungkin seumuran Raka. Anak itu memanggil Keira, dengan sebutan Mama.

"Pergilah". Usir Keira lagi.

"Tu.tunggu". Lagi, seolah reflek Agam menahan lengan wanita itu. Menatap dengan mata yang gamang dan masih syok. "Ke.kenapa kamu pergi? Kenapa kamu-".

Keira menepis kasar, memutar tubuhnya menghadap Agam. Ia menatap pria itu dengan tatapan marah, kecewa, benci yang terpendam. "Pergilah, dan jangan pernah menemui ku lagi. Bersikaplah seperti biasa. Kita tidak punya hubungan apapun!".

Pria itu langsung terhenyak, pupil matanya membulat sempurna. Kepalanya menggeleng tidak terima.

"Mama". Anak itu kembali memanggil.
Pandangan Agam kembali beralih menunduk pada si anak yang sudah berdiri di samping kaki Keira. Tengan mendongak menatapnya.

"Nathan, kok belum tidur?". Ujar Keira berjongkok mengusap wajah anaknya.

"Nathan gak bisa tidur sama, Mbak". Jawab anak itu mengusap mata yang sudah sayu.

Agam masih terdiam, melihat pemandangan di depannya. Obrolan anak dan ibu itu membuatnya terlena dan entah mengapa ada nyeri yang tidak tau datang dari mana dan entah mengapa.

Saat anak itu kembali menatapnya, Agam terkejut.

"Om ini siapa, Ma?". Keira menoleh pada Agam.

"Bukan siapa-siapa, ayo masuk.". Nathan mengangguk. Keira kembali berdiri dengan menggandeng tangan anaknya. "Pergilah". Usirnya pada Agam. Dan kemudian berlalu pergi dari hadapan Agam yang kini tidak lagi menahan kepergiannya.

Pria itu hanya diam menatap punggung ibu dan anak itu. Ia menatap lekat pada Nathan yang sempat menoleh kebelakang melihatnya. Membuatnya terdiam dan kepalanya kini penuh tebakkan.

Setelah tidak lagi melihat ibu dan anak itu, Agam masih berdiri di sana untuk sesaat sebelum kemudian kembali ke dalam mobil dan menghubungi seseorang.

"Berikan saya informasi yang lengkap tentang Keira! Bangsat!". Marahnya pada lawan bicaranya.

Telfon di tutup Agam kemudian, ia melajukan mobilnya kembali meninggalkan rumah Keira. Pasti ada yang terlewatkan.

"Ra, maaf. " Agam menatap wanita di depannya dengan menyesal. "Aku harus pergi". Lanjut Agam.

Keira diam memandangi nya, kemudian tersenyum kecut. "Di?". Agam diam.
"Pergilah". Keira langsung berbalik memunggungi Agam.

Ia hanya menatap punggung berbalut baju pasien itu dengan tatapan dilema. Kemudian mengambil ranselnya kembali di lantai. Ia beranjak dengan ragu.

"Aku akan datang lagi nanti malam, kamu jangan lupa makan". Kata Agam mengusap kepala Keira bahkan mengecupnya dengan sayang.
Keira tidak merespon, Agam menghela napas berat. Ia jadi ragu untuk pergi meninggalkan gadis itu.
Tapi, ia harus pergi.

Agam mengetatkan rahangnya mengingat kembali pertemuan terakhirnya dengan Keira. Karena setelah itu, gadis itu menghindari dan menjauhinya. Bahkan pergi dari hidupnya.

***

Acara pernikahan Akmal dan Elmira berlangsung dengan lancar jaya. Dimulai dari ijab kabul, Akmal menjawabnya dengan lantang dan tanpa terbata sama sekali.
Hingga pada pesta resepsi yang langsung di laksanakan pada hari yang sama.

Keduanya tampak bahagia, tentu saja harus. Karena tidak mudah untuk bisa bersanding bersama. Setelah apa yang mereka lewati, tentu saja mereka tidak akan membiarkan ada air mata lagi. Kecuali air mata bahagia tentunya.

Ayah, I Love HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang