11: I Love You, But ...

720 113 41
                                    

Sekali lagi, Diana menghela napas berat. Entah sudah berapa kali ia lakukan itu. Memejamkan mata sekedar untuk mengingat kembali raut wajah terluka Bumi.

Ha?.

Dia tidak melihat itu, ia tidak melihat Bumi kecewa. Pria itu hanya menunjukkan muka tanpa ekspresi nya. Namun, itu justru membuatnya lebih terluka. Pria itu seolah mati rasa. Dan ia lah penyebabnya.

Saat ia sedang melakukan rutinitas yang seakan menjadi terbiasa sejak ia bertemu Bumi kembali. Dirinya duduk di balkon kamar, kemudian hanya memikirkan pria itu.

Terkadang ia bertanya? Sampai kapan?. Sampai kapan pria itu akan terus berkeliaran di kepalanya?. Padahal ia sudah berusaha menyelesaikan semuanya. Ia sudah mengakhiri semuanya.

Apa yang salah?. Atau ia yang tidak bisa berkata yang sebenarnya?.

Huft.

Lagi,. Ia menghela napas kasar. Lalu suara mesin mobil yang berhenti di depan gerbang rumah mencuri perhatian.
Diana mendongak untuk mengintip. Karena, balkon kamarnya tepat menghadap ke gerbang utama rumah.

Betapa terkejut saat ia melihat Bumi yang keluar dari dalam mobil itu. Pria itu tidak langsung pergi dari samping mobilnya. Terlihat sedang menimang sesuatu. Tidak biasanya Bumi gelisah seperti itu. Bumi tidak pernah takut pada siapapun. Cowok itu selalu berani melakukan niatnya.

Ia penasaran, apa yang akan pria itu lakukan di rumahnya?.

Saat ia sedang memandangi, tiba-tiba pria itu menoleh padanya. Membuatnya terkejut, dan tatapan itu terlihat begitu putus asa. Lalu anehnya, seolah menemukan kembali keberanian Bumi berjalan menuju rumahnya.

Panik itu langsung menyerangnya, jangan sampai Bumi melakukan hal konyol di depan Ayah nya.

Tidak!.

Saat ini Ayahnya di rumah. Ia tau lampu merah langsung menyala di kepalanya. Tanda bahaya, ia harus melakukan sesuatu agar Bumi tidak bertemu dengan Mama atau Ayah nya.

Maka dengan cepat, Diana berlari keluar kamar. Menuruni anak tangga dengan tergesa. Bersyukur ia tidak melihat orang tuanya di bawah. Mungkin, Ayah dan Mamanya sedang ada di kamar.
Jadi, ia langsung memutuskan keluar. Tepat saat ia membuka pintu dan Bumi hendak mengetuk pintu rumahnya.

"Kamu mau ngapain lagi? Apa kurang jelas dengan obrolan kita kemarin?". Tanya Diana menarik tangan Bumi menuju garasi samping rumah.

"Bumi, tolong jangan mempersulit ku". Mohon nya menatap Bumi.

"Di, kita bisa memulainya dari awal. Aku gak mau kehilangan kamu lagi". Kata Bumi menatapnya.

Diana menyibak rambut nya dengan frustasi. "Enggak ada lagi, kita sudah selesai".

"Kamu bisa menolak Agam!. Aku tau kamu tidak mencintainya!. Di, jangan mengorbankan pera-".

"Aku tidak akan pernah menyakiti orang tua ku!. Kamu paham!". Tegas Diana menunjukkan dada Bumi. "Aku akan tetap menikah dengan Agam!. Sekalipun Ayah ku bisa menerima kamu nantinya!".

Bumi menatap wanita di depannya dengan mata berkaca. "Dia jauh lebih baik dari kamu". Ia tau sudah menusuk Bumi semakin dalam. Tapi ia harus melakukan itu.

"Aku bisa bahagia sama dia, tentang cinta? Tau apa kamu tentang Cinta?. Kita bukan lagi remaja SMA yang perasaan nya hanya sekedar cinta monyet.".

"Kamu yakin?". Kata Bumi menatapnya lekat.

"Pergilah, dan jangan pernah lagi-".

"Aku mencintai mu, Di". Lirih Bumi menatapnya dengan lekat. Tepat di matanya. "Hati aku, tidak pernah berubah sama kamu". Lanjutnya dengan mata berkaca.

Ayah, I Love HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang