19:

615 116 23
                                    

  Saat Bumi membuka kedua matanya, ia bisa merasakan kepalanya yang sangat berat. Membuatnya mengerang sedikit. Matanya juga masih berat, tubuhnya di rasa sangat lemas. Ia memejamkan kembali kedua matanya untuk sekedar meredakan rasa sakit yang menyerang.
Namun, tiba-tiba ia tersentak. Seolah teringat akan sesuatu. Dengan cepat ia bangun, dan seketika sesuatu yang basah jatuh di pangkuannya.

  Dahinya langsung mengernyit, sebuah handuk kecil dan basah. Lalu Bumi menoleh ke samping, ada sebuah kursi di sana. Lalu di nakas samping tempat tidur juga ada sebuah baskom lengkap dengan air.

   Bumi menyibakkan selimutnya, berjalan menuju pintu kamar. Ia harus memastikan sesuatu. Semalam ini mimpi kah? Atau...

Cklek.

"Kak". Ucapnya saat melihat Lavina lah yang muncul di depan pintu kamarnya dengan semangkuk bubur.

"Kamu sudah bangun?". Tanya Lavina. "Sudah mendingan?". Lavina memeriksa suhu badannya.

  Ia bermimpi? Ha... Mungkin terlalu merindukan gadis itu. Sampai ia sendiri berhalusinasi. Mengira Diana datang menemuinya.

Tapi, kenapa rasanya seperti nyata?.

"Maaf aku jadi ngerepotin kakak". Kata Bumi melangkah masuk kedalam lagi.

"Kamu ngomong apa sih, kayak sama siapa aja". Ujar Lavina memberikan semangkuk sup hangat padanya. "Makan dulu, setelah itu minum obat". Lanjut wanita itu.

  Bumi tidak menolak, ia menerima mangkuk itu dan menyuapkan satu sendok kedalam mulut.
Dahinya berkerut, merasa ada sesuatu yang aneh. Kemudian melirik pada Lavina yang tengah menatapnya bingung.

"Ada apa? Sup nya gak enak?". Tanya Lavina heran.

  Bumi tidak langsung menjawab, memilih kembali menyuapkan sup itu kedalam mulut untuk memastikan.

"Sepertinya dia merawat kamu dengan baik". Ujar Lavina, sambil mengambil baskom di atas nakas.

Mendengar itu Bumi langsung menoleh cepat, bingung dengan pernyataan barusan. Lalu ia menoleh pada mangkuk sup nya. Teringat kembali pada kejadian semalam.

Itu benar Diana. Gadis itu menemuinya semalam?.
Bahkan memeluknya? Itu bukan halusinasi. Diana benar-benar datang menemuinya.

  "Kamu mau kemana?". Tanya Lavina bingung, karena tiba-tiba Bumi langsung beranjak pergi.

"Aku harus menemuinya". Kata Bumi langsung masuk kedalam kamar mandi.

Lavina tidak bisa mencegahnya, pria itu sudah menghilang ke kamar mandi.

***

   Bumi menghentikan mobilnya di depan rumah mewah dan besar milik orang tua Diana.
Tidak menunggu lama dan tidak menimbang apapun seperti dulu, ia langsung memutuskan untuk turun dan berlari menuju gerbang tinggi itu.

"Cari siapa, Mas?". Tanya Seorang pria paruh baya dengan seragam satpamnya.

"Diana, saya mau bertemu dengan Diana". Jawab Bumi langsung.

"Maaf mas, Mbak Di nya sedang tidak ada di rumah.". Jawab satpam itu.

  Bumi terdiam sejenak, bahunya langsung terkulai lemas.
Menghela napas kasar, Bumi berbalik badan. Di sapu sekitar rumah dengan pandangannya. Mencari tanda-tanda jika satpam itu berbohong.

Tapi sepertinya tidak. Karena rumah itu tampak sepi. Pintu balkon lantai dua tidak terbuka. Biasanya akan terbuka jika ada orang di dalam.
Ia tidak langsung memutuskan pergi, memilih untuk menunggu di sana. Tapi, hingga dua jam kemudian tidak ada tanda-tanda bawah Diana akan pulang.

Ayah, I Love HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang