3

527 25 2
                                    

Dilla berlarian di koridor rumah sakit swasta yang berada di Jakarta. Setelah mendapat izin dari pemimpinnya, Dilla segera di antar menggunakan helikopter milik organisasinya.

Ia mengatur nafasnya saat sudah melihat keluarganya yang tak jauh dari pandangan matanya. Dengan meyakinkan dirinya, ia melangkah dengan tegap dan berusaha setenang mungkin.

"Gimana keadaan Kakek?" tanya Dilla.

Semua mata langsung tertuju pada sumber suara.

Mereka terkejut saat melihat jiwa dan raga Dilla yang sekarang berada di hadapan.

"Kamu kapan nyampe?" tanya Ferdian pada Dilla.

Kalau pun Dilla akan pulang ke Indonesia, pasti sampainya besok malam. Bukan dini hari seperti ini.

"Barusan. Waktu Kak Rio nelpon itu Dilla lagi di Bangkok." jawab Dilla berbohong.

Ferdi menatap anaknya curiga. Masalahnya Dilla kuliah di California, kenapa tiba-tiba di negeri tetangga? Dan tanpa sepengetahuan Ferdi pula.

"Itu aja baru landing di Bangkok, ada tour dari kampus soalnya." janganlah sekali berbohong, maka akan seperti itulah untuk kalimat berikutnya. Contohnya seperti apa yang Dilla lakukan.

"Kok kamu gak ngasih tau ada tour dari kampus kamu?" tanya Ferdi.

"Kelupaan, Pa. Soalnya--"

"Udahlah, Pa. Yang penting Dilla udah nyampe." Rio memotong ucapan Dilla.

Ferdi pun memilih untuk diam, benar kata Rio, yang penting Dilla sudah hadir di sini.

Dilla beralih ke arah Sang Ibunda, wanita itu berwajah lesu dan kelihatan capek.

"Kalian pulang aja. Biar Dilla, Kak Rio, sama Farshal yang nungguin Kakek." saran Dilla pada kedua orang tuanya, dan juga kedua orang tua Farshal.

Keempat orang tua itu mengacuhkan saran dari Dilla. Dilla berusaha memakluminya, ia pun mengangkat bahu acuh dan langsung duduk di sebelah Farshal.

Lalu koridor rumah sakit itu kembali sunyi, hanya ada bunyi helaan nafas yang berat.

Dilla pun melamun, banyak yang berkecamuk di pikirannya. Di tambah lagi arwah-arwah yang berlalu lalang dan menggoda Dilla yang berusaha Dilla abaikan.

Ia sedang tidak di dalam mood yang baik untuk melayani godaan para arwah yang mengajaknya main. Dan untungnya satu persatu yang menggoda Dilla pun mulai berhamburan mencari mangsa yang lain.

Dilla mulai merasakan ada yang aneh dengan rumah sakit ini, tadi lantainya berwarna putih susu, tapi mengapa sekarang berubah menjadi tanah berwarna kecoklatan yang basah?

Dilla mengangkat kepalanya untuk memastikan bahwa ia sedang berimajinasi liar. Namun setelah berkali-kali memejamkan mata lalu membukanya lagi, keadaan masih tetap sama.

Alam luar. Rerumputan, bunga-bunga, pepohonan, kursi, lampu neon, dan kolam air mancur yang ada di sekelilingnya.

Trivanium? Tanya Dilla pada dirinya sendiri.

Dilla segera menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak boleh berada di negeri entah berantah ini.

Di pejamkannya kedua matanya, lalu memikirkan alasan yang tepat agar ia bisa pulang ke tempat asalnya.

Kakek butuhin gue.

Tak lama kemudian ia segera membuka matanya, namun tempat ia berada masih saja sama. Trivanium.

Saat hendak memejamkan matanya lagi, Dilla di hebohkan oleh suara dentuman yang keras yang membuat dirinya terlonjak kaget.

Di tempat yang sedang Dilla injak sekarang hanya ada dirinya seorang.

All Of The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang