21. Ke Bali.

6K 595 63
                                    

Malam hari Rex duduk anteng di kursi besar yang baru saja datang. Rex dengan songongnya duduk sembari merangkul toples kripik. Papa, Mama dan Adik-adiknya duduk di karpet bulu yang ada di lantai. Televisi menyala menyiarkan ajang pencarian bakat menyanyi.

"Pa, kenapa anak-anak disitu suaranya bagus-bagus?" tanya Rex tiba-tiba. Dalam hati, Gerald mengumpat. Kenapa tidak istrinya aja yang ditanyain? kenapa mesti dirinya.

"Ya emang suara mereka bagus, Sayang,"  jawab Gerald seadanya.

"Kenapa suaraku gak bagus, Pa? kenapa aku gak seperti mereka?" tanya Rex. 

Kan, Gerald jadi bingung mau jawab apa. Emang dia dan istrinya tidak ada yang pinter nyanyi, ya gimana suara Rex mau bagus kalau gak ada turunannya?

"Suara Mama dan Papa jelek Rex. Memang anak-anak itu suara Mama Papanya bagus, jadi nurun juga ke mereka," jawab Gerald akhirnya. 

"Trus kenapa aku harus jadi anak Papa? kan suaraku jadi jelek kayak gini," sungut Rex kesal. Gerald menepuk keningnya, dia lagi yang kena. 

"Sayang, kalau kamu mau nyanyi, nanti Mama panggilin guru nyanyi. Biar kamu bisa belajar dan suaranya bagus," ucap Keyara menengahi.

"Bisa belajar, Ma?" tanya Rex berbinar.

"Bisa kalau lu pinter," jawab Gerald kesal, pria tiga anak itu menjatuhkan tubuhnya di samping Ray. Ray dan Rey langsung naik ke tubuh Papanya.

"Pa, itu kenapa yang duduk di situ komen mulu? Kasihan yang nyanyi," ucap Rex lagi. Gerald dan Keyara mefokuskan matanya pada layar televisi. Yang dimaksud Rex adalah juri yang sedang berkomentar.

"Itu namanya Juri. Tugasnya mengomentari anak-anak yang nyanyi," jawab Keyara sembari mengelus perutnya. Berharap anak yang di kandungannya kali ini bisa agak diam.

"Enak banget. Gak nyanyi sok-sok an komentar," ejek Rex. 

"Emang itu tugas mereka, Rex."

"Kalau gitu aku mau jadi juri biar bisa komentar. Keren banget pasti," ucap Rex.

"Katanya mau jadi pemain sepak bola?" tanya Keyara.

"Aku mau jadi apa aja yang keren-keren. Jadi Dokter, jadi Guru, jadi penerbang pesawat. Pokoknya semua keren," oceh Rex membayangkan dia naik pesawat sambil cengengesan.

"Mama Doakan semua cita-cita kamu terkabul, ya. Yang penting berbakti sama orang tua," jawab Keyara tersenyum tulus.

"Pasti dong, Ma. Rex sayang Mama bangat," jawab Rex. 

"Mama juga sayang kalian semuanya," ujar Keyara. 

"Ma, pesawat itu ada hantunya ya? Pesawat kan besi. Masak bisa terbang? Atau jangan-jangan di dalam pesawat ada banyak burungnya. Trus bareng-bareng ngangkat pesawat biar bisa terbang," oceh Rex.

"Ra, diem aja! gak usah ditanggapin. Ketimbang darah tinggi," bisik Gerald.

"Pa beliin aku kacamata hitam sekarang, Pa!" pinta Rex menyuruh.

"Rex, gak boleh kaya gitu. Yang sopan sama Papa!" tegur Keyara. Rex hanya menyebikkan bibirnya.

"Kemarin minta kamar, sekarang sudah mulai di bangunin. Minta kursi besar juga sudah dibeliin. Sekarang masih minta kacamata lagi?" tanya Gerald heran.

"Papa kerja buat siapa sih? Masak kantor-nya gede, beliin kacamata aja pake berdebat," ujar Rex ngedumel.

"Rex, anak Papa gak cuma kamu, ada Ray dan Rey. Mama juga sedang hamil, kebutuhannya banyak. Kita juga harus nabung buat sekolah kamu nanti," jelas Gerald.

"Yaudah aku gak minta apa-apa lagi."

"Pa ... Papa! kapan aku sekolah?" tanya Ray memeluk leher Papanya.

"Kalau umur kalian sudah lima tahun," jawab Gerald menciumi Pipi Ray yang gembil. Rex melihat Papanya mencium pipi Ray langsung memalingkan wajahnya. Papanya gak pernah mencium pipinya. Malah tiap hari adu cekcok.

Malam hari saat ketiga anaknya sudah tidur, Gerad dan Keyara segera memasuki kamar. Gerald tampak lelah. Sedangkan Keyara mengelus rambut suaminya dengan sayang saat mereka sudah mendudukkan diri di ranjang. 

Gerald merasa bersalah tadi tidak membelikan kacamata untuk Rex. Pasalnya saat ini otak Gerald tengah banyak pikiran, usahanya mengalami kemerosotan, istrinya dalam keadaan hamil dan dia terlalu banyak foya-foya sebelumnya. 

"Gak usah terlalu dipikirin, Mas! semua ada jalan tengah-nya." ucap Keyara menenangkan suaminya.

"Tapi, emang udah fatal banget, Ra. Gak tau lagi aku harus gimana," jawab Gerald dengan frustasi. Sudah seminggu belakangan ini perusahaan yang ada di Bali mengalami pemerosotan. Bahkan kerugian juga hampir di depan mata.

"Setiap permasalahan akan ada solusinya, Mas."

"Aku tau, tapi emang otak lagi gak bisa mikir."

"Kamu mapan yang enak gih! biar aku pijitin!" titah Keyara. Gerald membalik tubuhnya untuk tengkurap. Keyara memijat kepala suaminya untuk merelaxsasi.

Mungkin dilihat dari luar, Gerald terlihat sesosok Suami yang selalu memanjakan istrinya, pasalnya daster Keyara saja harganya jutaan. Gerald juga terlihat sebagai sosok Papa yang selalu menuruti keinginan anaknya. Tapi, tidak ada yang tau dengan apa yang sebenarnya terjadi. Gerald adalah semewek-meweknya orang. Apalagi kalau di kantor ada masalah, di rumah malah diacuhin Rex. Hati dan pikirannya udah kayak hancur. Hanya saja, dia seorang pria merasa harus menutupi kesedihannya.

Gerald sebagai pimpinan harus bisa mengayomi semua bawahannya. Setiap hari juga ia mendapat laporan ketidak becusan beberapa karyawan. Dan itu sungguh membuat otaknya ingin meledak.

Di sini-lah Keyara berperan, Keyara selalu menjadi tempat Gerald bercerita. Bahkan saat Gerald marah pada anak-anaknya, Keyara-lah yang selalu jadi bahan pelampiasan-nya. Sebisa mungkin Gerald tidak marah di depan anaknya, karena bisa mempengaruhi emosi dan perkembangan anak.

"Besok pagi pukul lima aku harus berangkat ke Bali, Ra," ucap Gerald sembari memejamkan matanya karena menikmati pijatan Keyara. Pijatan istrinya sangat ampuh membuat pikirannya sedikit tenang.

Nasib beribu karyawan ada di pundaknya, kalau perusahaan rugi, bagaiamana nasib mereka. Karyawan sama dengan boss. Mereka juga butuh uang untuk nafkah anak dan istrinya. Tidak baik kalau Bos bersikap semena-mena. Boss dan karyawan bagaikan simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Semampu mungkin Gerald akan mengupayakan yang terbaik untuk mereka.

"Yaudah kamu berangkat aja, Mas. Aku siapkan keperluan kamu." jawab Keyara. Keyara pintar menempatkan diri. Di mana saat dia manja, dan di situasi apa dia harus mendukung suaminya.

"Tapi aku gak tega ninggal kamu dan anak-anak sendiri, Ra."

"Kamu jangan khawatir yang berlabihan. Aku tidak apa-apa di sini. Nanti Ayah sama Bunda pasti akan nginep di sini juga," jawab Keyara menenangkan suaminya. 

"Aku selalu merasa bersalah saat ninggalin kamu dalam keadaan hamil gini. Kalau kamu butuh apa-apa gimana?" tanya Gerald. 

"Aku bukan anak kecil, Mas. Aku bisa ambil sendiri." Keyara terus menenangkan suaminya.

Gerald membalikkan tubuhnya. Beranjak duduk dan memeluk istrinya. Ia masih tak menyangka kalau istrinya bisa bersikap dewasa pada selaga situasi. 

"Kamu jangan keluar rumah saat aku gak ada. Gak boleh bukain pintu untuk tamu laki-lak. Gak boleh deketin Rex sama Farhan!" titah Farhan. 

"Iya-iya, Possesive nya selalu gak bisa ketinggalan." cibir Keyara mengelus punggung suaminya.

"Aku mungkin agak lamaan di sana. Tapi tenang aja, aku akan telfon kamu kok tiap hari."

"Iya, Mas. Yang penting kamu gak kecapean di sana. Tetep jaga kesehatan!" pinta Keyara.

Gerald menjatuhkan tubuhnya dan tubuh istrinya ke ranjang. Pria itu mulai memejamkan matanya. Esok, akan ada hari yang melelahkan.










Possesive seriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang