Patricia menjemput Natalie di bandara. Ia langsung memeluk putrinya begitu melihatnya.
"Mama jemput sendiri?" tanya Natalie.
"Sama sopir. William lagi ke luar kota."
Setelah masuk ke dalam mobil, Patricia bertanya pada Natalie apa yang dilakukannya selama liburan. Dengan semangat, Natalie menceritakan pengalamannya. Ia tidak menyebutkan soal perasaan anehnya di hari pertama ketika sampai.
"Ma, kok lewat sini?" tanya Natalie yang heran dengan jalan yang diambil oleh sopir.
"Iya kamu temani Mama ya, William kan nggak di rumah."
"Memangnya Om Will berapa lama di luar kota?"
"Katanya sih seminggu. Tapi biasanya lebih."
Natalie mengangguk paham. Ketika mereka sampai di rumah Patricia, Natalie langsung menuju kamar tamu. Saat membuka kamar itu, ia terkejut. "Ma, aku salah kamar ya?"
Kamar tamu bercat biru muda itu tampak sudah disiapkan dengan baik. Selimut dan bantal sudah tertata rapi di atas kasur bahkan ada boneka beruang besar yang rasanya tidak mungkin ada di kamar tamu. Di bawah, dekat tempat tidur diletakkan karpet bulu berwarna putih. Pandangan Natalie berpindah ke meja belajar yang sudah terdapat beberapa buku favoritnya. Di samping itu masih ada rak buku kecil yang sudah terisi sebagian. Ia belum melihat lemari bajunya, jangan-jangan sudah ada isinya.
"Nggak, ini kamar kamu, Sayang."
"Tapi kan aku nggak tinggal di sini."
"Mama harap sih kamu tinggal di sini. Sudah berapa tahun kamu nggak tinggal sama Mama? Cuma kadang menginap sehari 2 hari."
Natalie hanya terdiam.
"Mama mau tambahin sofa di sini, cuma belum ketemu yang cocok."
****
Sudah satu minggu ini Natalie tinggal dengan ibunya. Di antara kegiatannya sebagai mahasiswa baru, ia hanya sesekali saja mengunjungi rumahnya. Paling sering untuk bersih-bersih. William yang rencananya hanya satu minggu di luar kota ternyata harus di sana selama 2 minggu.
Natalie tengah menyiapkan makan malam ketika terdengar suara bel dari depan. Ia meletakkan pisaunya, melepas apron dan mencuci tangan, kemudian berjalan keluar dari dapur untuk membukakan pintu.
Natalie sempat terpaku melihat penampilan baru pria di depannya ini. Entah disengaja atau tidak, sekarang pria itu memiliki kumis dan jambang tipis, membuatnya terlihat semakin tampan dan maskulin. Natalie memutuskan kalau Regan lebih cocok dengan penampilan seperti ini.
Natalie tersenyum. "Om, kok sudah pulang? Bukannya sama Om Will."
"Iya, jadwalnya memang aku pulang duluan. William mungkin masih seminggu lagi di sana. Kalau bisa sih lebih lama dari itu."
Natalie tertawa kecil. "Jangan, nanti Mama lupa dengan suaminya kalau kelamaan. Silakan masuk, Om. Mama masih belum pulang."
Regan mengangguk, mengikuti Natalie masuk. Sebenarnya ia sangat ingin memeluk dan mencium gadis di depannya ini, mencurahkan kerinduannya, tapi apalah daya, dia tidak ingin membuatnya kabur ketakutan. Pandangan Regan tertuju pada bibir kemudian leher Natalie. Regan mengepalkan tangannya. Sialan.... andai dia bisa mencium, membuat gadisnya mengerang dan....
"Aku bawakan sesuatu untukmu," ujar Regan mencoba mengalihkan pikirannya dari bagian tubuh Natalie. Ia meletakkan 2 paper bag yang dibawanya, di atas meja. Satu berisi kue, satu lagi berisi suvenir.
"Terima kasih," ujar Natalie.
"Kau bisa membukanya."
"Nanti saja. Om, mau minum apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Girl
RomanceSelama ini, Regan pikir dirinya normal. Namun, ketika ia melihat gadis itu untuk pertama kalinya ... well, sepertinya dia tidak senormal itu. Menjadi penguntit sudah seperti rutinitas baginya, menyelinap ke kamar gadis itu adalah salah satu hal yang...