Enam Belas

41.7K 2.2K 19
                                    

Kemarin PHP ya hahaha, serius aku pikir kerjaan udah kelar, taunya belom. Gk bs nepatin janji deh, kayak doi :)

****

Ada yang berbeda saat ia masuk ke kelas hari ini. Natalie sebenarnya sudah merasakannya saat ia berjalan dari parkiran menuju kelasnya hari ini, tapi ia pikir itu hanya perasaannya. Kali ini, ia melihat dengan matanya sendiri kalau teman-teman sekelasnya memerhatikannya. Kelas yang biasanya begitu ramai dan hanya sunyi ketika dosen datang, kini justru sunyi gara-gara kedatangannya.

Helena tiba-tiba mengajaknya keluar. Padahal ia belum sampai di tempat duduknya. Helena mengajaknya ke taman depan kelas.

"Ada apa sih, Hel? Orang-orang kok aneh."

"Aku minta maaf." Helena tampak sangat bersalah.

"Minta maaf kenapa?"

Helena mengeluarkan ponselnya. Menunjukkan alasan kenapa hari ini orang-orang begitu aneh bagi Natalie.

"Aku minta maaf. Aku tidak menyangka Arman akan segila ini. Setelah kamu dan Om Regan pergi, Arman mengatakan hal yang tidak mengenakkan seperti di chat itu, tapi aku pikir itu hanya kemarahan sesaat atau ya ... cemburu biasa. Aku juga sudah mengingatkannya. Saat dia bilang mau pulang, aku percaya saja, aku tidak tahu dia mengikutimu hingga ke rumah. Aku bahkan tidak tahu dari mana dia tahu rumahmu."

Natalie menggulir pesan yang sudah tersebar di grup chat yang anggotanya berisi para mahasiswa berbagai jurusan itu. Ini adalah grup random yang anggotanya bisa berasal dari kelas maupun fakultas mana pun sehingga topik yang dibicarakan pun suka-suka mereka. Pesan itu mengatakan bahwa dirinya adalah simpanan om-om. Pesan itu disertai dengan foto dirinya dengan Regan di depan rumahnya kemarin. Dari mereka yang mengobrol di samping mobil hingga Regan yang menciumnya. Dari angle sang pengambil gambar Regan seperti mencium bibirnya. Sangat tidak membantu situasinya kini.

Kebiasaan Natalie adalah menonaktifkan notifikasi untuk grup chat yang tidak terlalu penting ini, ia juga jarang muncul di grup sehingga ia tidak tahu soal berita yang terlanjur menyebar ini.

Kemarin ia hanya fokus pada Regan, tidak memperhatikan sekitarnya. Juga tidak sadar kalau Arman mengikuti mereka. Foto itu seperti diambil dari jarak yang tidak terlalu jauh, mungkin dari seberang jalan dan Arman buru-buru pergi sebelum Regan pamit pulang.

Natalie menyerahkan ponsel itu pada Helena. Ia menghela napas lalu mengembuskannya perlahan. "Kau tahu di mana Arman sekarang?"

Helena menggeleng. "Aku sudah menghubunginya, tapi tidak diangkat. Hari ini pun sepertinya dia tidak masuk."

"Nat, bagaimana kalau kamu pulang dulu? Aku tidak mau kamu mendengar ucapan tidak mengenakkan dari mereka."

Natalie menggeleng. "Biarkan saja. Toh, kenyataannya tidak begitu. Kenapa mereka mengurusi hidupku?"

"Kamu yakin?"

"Yakin. Biarkan saja mereka berasumsi."

"Sebenarnya ... aku ingin meluruskan berita ini semalam, tapi aku tidak tahu bagaimana menjelaskan soal foto itu. Kamu juga aku chat belum dibaca."

"Maaf, aku tidur lebih awal semalam dan pagi ini aku bangun kesiangan jadi tidak sempat lihat chatmu."

Natalie melihat ke kelasnya yang tampaknya belum ada dosen.

"Dosennya agak telat hari ini, tadi sudah info."

"Oh...." Meskipun Natalie ingin bilang kalau ia tak peduli, tapi pada kenyataannya, ia tetap kepikiran. Ia bahkan bisa merasakan tatapan beberapa mahasiswa yang kebetulan lewat. Ia yang biasanya cuek pun jadi lebih sensitif dengan sekelilingnya.

Ia sendiri pun bingung bagaimana menjelaskan fotonya dan Regan itu. Mengatakan yang sebenarnya, tak menjamin gosip ini akan reda.

"Nat, soal foto itu...."

"Om Regan menyuruhku segera masuk ke dalam rumah, tapi aku tetap berdiri di samping mobilnya. Ada sedikit hal yang ingin kutanyakan. Mungkin karena Om Regan kesal aku tanya terus, dia mengangkatku sampai depan rumah, jadi mau tak mau aku akan segera masuk dan tidak bertanya lagi padanya. Soal ciuman itu, aku bersumpah itu hanya ciuman pipi." Natalie menghela napas berat. "Itu cerita yang sebenarnya, sangat tidak berguna kan?"

Helena mengiakannya. "Tapi Om Regan belum nikah kan?"

Natalie menggeleng. "Belum."

"Bagus. Aku bisa menggunakannya untuk meluruskan berita ini. Bagaimana mau jadi simpanan kalau dia saja belum beristri? Mungkin aku bisa bilang kalau kalian berpacaran. Aku pikir tidak ada yang salah berpacaran dengan orang yang lebih tua. Cinta tidak memandang umur. Aku akan mengarang sebuah kisah cinta yang romantis dengan Arman sebagai pria berengsek dan bajingan yang marah karena ditolak olehmu."

Natalie tertawa. "Meskipun itu menarik, tapi jangan lakukan itu. Aku tidak mau menyeretmu atau Om Regan dalam masalah ini. Biarkan saja. Lama-lama gosip murahan itu juga akan hilang."

Namun kenyataannya, Natalie hampir menyerah hari itu. Ia tidak tahan dengan segala perhatian tidak mengenakkan yang ia dapat, belum lagi bisikan-bisikan yang meski ia tidak dengar jelas, tapi ia tahu mereka membicarakannya. Ada juga yang secara terang-terangan bertanya padanya. Ia hanya mengelak tanpa menjelaskan lebih lanjut. Apalagi kalau sudah bertanya soal foto sialan itu.

Natalie sudah mau pulang dan tidak masuk ke kelas terakhir, ketika ia mendapat telepon dari Regan.

"Di mana?" tanya Regan tanpa menyapa lebih dulu.

"Di kampus."

"Iya, tepatnya di mana?"

"Di depan kelas ini mau pulang. Kenapa, Om?"

"Aku sudah menjemputmu di depan. Apa perlu aku masuk?"

Natalie menggeleng. "Aku segera ke sana."

Entahlah, Regan seperti tahu dengan masalah yang sedang dihadapinya. Ia menoleh ke Helena yang sejak tadi tidak meninggalkannya, selalu mengajaknya mengobrol dan mengalihkan perhatiannya dari segala omongan yang tidak mengenakkan.

"Kamu jadi pulang kan?" tanya Helena, masih terlihat khawatir.

"Iya, Om Regan sudah jemput."

"Om Regan? Apa ini tandanya aku boleh menggunakan cerita tadi?"

Natalie menggeleng. "Jangan, nanti aku yang tidak enak jika sampai Om Regan tahu aku mengakuinya sebagai pacarku."

"Tapi ini kan salahnya juga."

Natalie tersenyum tipis. "Aku duluan ya. Terima kasih sudah berusaha membantu. Oh, iya, Hel ... ini bukan salahmu. Kau tidak perlu merasa bersalah."

"Aku yang mengenalkanmu dengan bajingan itu, tentu saja ini salahku. Aku akan berusaha menemui Arman nanti."

"Kalau sudah ketemu, hubungi aku ya."

Helena mengangguk.

Natalie berjalan dengan cepat menemui Regan yang memang sudah menunggu di pintu masuk dekat pos satpam. Pria itu menyandarkan tubuhnya di mobil sport miliknya. Ia tampak cuek dengan perhatian yang ia dapat dari beberapa mahasiswa yang melintas.

"Om...."

"Kau tidak apa-apa, Nat?"

Natalie menggeleng. "Om sudah tahu?"

Regan mengangguk.

"Dari mana Om tahu?"

"Rahasia." Regan mengedipkan matanya.

"Ih, kebiasaan. Ayo pergi dari sini."

"Kenapa buru-buru? Biarkan saja mereka lihat. Tidak ada yang salah kan?"

"Tidak sih, tapi aku sudah muak dengan tatapan mereka."

"Kalau buru-buru begini, aku jadi curiga sebenarnya aku yang jadi simpananmu, kau tidak mau pacarmu tahu."

"Om Regan...."

Regan tertawa kemudian membukakan pintu untuk Natalie. "Silakan, Nyonya."

****

Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang