Setelah menyelesaikan tugasnya, Natalie ingin langsung pulang, namun langkahnya terhenti oleh Arman.
"Mau langsung pulang?"
"Iya," jawab Natalie pulang.
"Apa kau tahu, di dekat sini ada kafe yang bagus."
Natalie menggeleng.
"Hel, kau mau ke kafe nggak?" tanya Arman pada Helena yang tidak jauh dari mereka.
"Boleh, ayo."
Dengan isyarat kepala, Arman melirik ke arah Natalie. Helena yang paham pun, mendekati Natalie dan menggandeng tangannya. "Ayo, kamu ikut kan?"
Natalie menghela napas lalu hanya bisa mengangguk. "Jangan takut sama Arman. Memang mukanya nyeremin sih, tapi baik kok."
"Sialan, kau mau memuji atau menghina?" tanggap Arman.
Natalie tersenyum tipis mendengar candaan mereka. Letak kafe yang mereka tuju tidak terlalu jauh. Kebetulan juga Natalie tidak membawa kendaraan hari ini jadi ia dibonceng oleh Helena.
Begitu masuk ke kafe, Natalie tahu kenapa tempat ini ramai, interiornya memang sangat bagus buat foto-foto. Ia harap makanannya pun enak. Setelah memesan mereka menunggu sambil mengobrol. Meski tidak banyak bicara, tapi Natalie sudah mulai bisa mengobrol dengan Arman tanpa merasa ingin segera kabur.
Selagi Arman mengambil pesanan mereka, Natalie membalas pesan dari Regan. Pria itu menanyakan keberadaannya.
Tak banyak yang mereka bertiga bicarakan. Natalie masih canggung dengan Arman sehingga pembicaraan didominasi oleh Helena. Entahlah kenapa dirinya begitu susah untuk dekat dengan orang baru dan sangat pemilih. Ia tidak ada masalah baru kenal dengan Helena atau pun Regan, tapi dengan Arman ... berbeda.
30 menit di kafe itu, Natalie pamit untuk pulang duluan. Regan bilang dirinya sudah hampir sampai, ya pria itu menjemputnya meski Natalie sudah menolak.
"Aku antar ya," tawar Arman.
"Makasih tapi aku sudah dijemput."
"Oh," ucap Arman kecewa. Karena penasaran siapa yang menjemput Natalie, Arman dan Helena pun mengikuti Natalie keluar dari kafe. Mereka terkejut saat melihat seorang pria yang masih memakai setelan kerja menghampiri Natalie.
"Om, nggak ada kerjaan memang? Sudah kubilang aku bisa pulang sendiri."
Tidak menanggapi, Regan justru melihat ke arah Arman. "Mereka temanmu?" tanyanya datar.
"Iya." Natalie mengenalkan Arman dan Helena pada Regan. Setelah perkenalan singkat itu Regan buru-buru mengajak Natalie pulang. Natalie terkejut saat Regan tiba-tiba saja meraih tangannya dan menggandengnya menuju mobil.
Langkah lebar Regan membuat Natalie harus berjalan semakin cepat. Ia pun bisa merasakan genggaman tangan Regan yang entah kenapa semakin lama semakin kuat. "Om...," tegur Natalie.
Tak ada jawaban dari Regan hingga Natalie duduk di dalam mobil dan Regan memakaikan seatbelt untuknya.
"Aku bisa sendiri," ucap Natalie.
"Aku tahu."
Natalie sangat lega mendengar suara Regan. Dia sudah waswas karena pria itu tak kunjung bicara. Ia merasa Regan marah padanya, tapi ia tidak tahu apa kesalahannya. Natalie memperhatikan Regan yang baru masuk mobil. "Maaf aku selalu merepotkan."
"Kenapa kau berbicara seperti itu?" tanya Regan tanpa menatap Natalie. Sibuk memperhatikan jalan untuk menyeberang.
Natalie menggeleng. "Tidak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Girl
RomanceSelama ini, Regan pikir dirinya normal. Namun, ketika ia melihat gadis itu untuk pertama kalinya ... well, sepertinya dia tidak senormal itu. Menjadi penguntit sudah seperti rutinitas baginya, menyelinap ke kamar gadis itu adalah salah satu hal yang...