Natalie meletakkan kepalanya di atas meja. Laptopnya masih terbuka menampilkan lembar kerja yang sudah penuh dengan tulisan. Sebentar lagi ia selesai, hanya saja otaknya butuh istirahat sehingga ia main game di ponselnya terlebih dulu.
Sesekali sebenarnya ia kepikiran dengan rumahnya, tapi sesegara mungkin ia mengenyahkan pikiran itu. Tidak mau pusing dan kembali sedih. Ia bisa beli TV lagi, perhiasannya juga cuma sedikit, rasanya selama ini pun dirinya jarang memakainya. Ada uang di laci kamarnya, tapi hanya beberapa ribu, buat beli baju saja tidak cukup.
"Sudah selesai, Nat?"
Natalie menoleh, ia terbelalak melihat Regan, selama beberapa detik ia tidak berkedip lalu dengan pipi yang memerah ia mengalihkan tatapannya ke ponselnya. Kembali bermain game dan berusaha melupakan apa yang baru saja dilihatnya.
"Belum. Om, baru selesai mandi?" tanya Natalie tanpa melihat Regan.
"Iya."
"Lama sekali," gumam Natalie pelan. Ia heran karena ia pikir laki-laki itu mandinya tidak terlalu lama. Namun, sampai 45 menit, barulah Regan keluar dari kamar.
"Apa yang kau katakan?"
Natalie menggeleng dengan cepat. "Nggak. Om, nggak mau pakai baju?"
"Mau minum dulu."
Natalie baru berani menatap Regan ketika pria itu sudah berjalan menuju dapur. Ia masih bisa melihat punggung telanjang Regan. Pria itu dengan santainya hanya memakai bokser saat keluar kamar. Mungkin karena terbiasa tinggal sendiri atau mungkin sengaja memamerkan tubuh sempurnanya.
Natalie meletakkan ponselnya, lalu mencoba fokus untuk mengerjakan tugasnya kembali. Tak lama, ia mendengar langkah Regan. Natalie tetap memperhatikan layar di depannya. Saat Regan meletakkan gelas di meja pun Natalie tetap tak melirik. Barulah ketika dari ekor matanya ia melihat Regan hendak duduk di sampingnya, Natalie bersuara, "Pakai baju dulu."
"Oh iya, lupa."
Bagaimana seseorang bisa lupa kalau ia belum pakai baju?! gerutu Natalie dalam hati.
Tak lama kemudian, Regan keluar dari kamar. Natalie menatapnya, untung saja pria itu sudah memakai kaos kali ini. Diam-diam Natalie mengembuskan napas lega. Bukannya ia tidak suka melihat tubuh Regan, hanya saja ada perasaan yang tidak dia mengerti saat melihatnya. Jantungnya berdetak lebih cepat dan tubuhnya entah kenapa menghangat, ia tidak suka dengan respons aneh itu.
Regan duduk di bawah, di samping Natalie yang sedang duduk bersila di bawah sofa.
"Ada yang bisa kubantu?" tanya Regan.
Natalie menggeleng. "Sebentar lagi selesai kok, Om."
Regan hanya diam di samping Natalie, tak mengatakan apa pun dan membiarkan Natalie berkonsentrasi. Sesekali Natalie melirik Regan, tidak bisa sepenuhnya fokus pada tugasnya dengan keberadaan pria itu di sampingnya.
Natalie meregangkan tubuhnya, menarik kedua tangannya ke atas begitu ia menyelesaikan pekerjaan rumahnya. "Akhirnya...," ucapnya lega.
"Mau minum?"
"Nanti aku ambil sendiri, Om."
"Biar aku ambilkan."
Natalie tidak bisa mencegah karena Regan sudah berdiri sambil membawa gelasnya yang telah kosong. Natalie sudah menutup buku dan laptopnya ketika Regan kembali dengan segelas air putih di tangannya.
"Terima kasih." Natalie tersenyum menerima air putih itu dari Regan. Ia langsung meminumnya.
Regan kembali duduk. Menyalakan televisi.
"Mau melanjutkan film tadi?" tanya Regan.
"Aku mau mandi saja, dari tadi belum mandi," jawab Natalie. Ia memasukkan buku dan flashdisknya ke tas.
"Sikat gigi yang masih baru ada di lemari bawah wastafel, untuk sabun dan sampo sepertinya kau harus pakai punyaku, aku tidak punya merek lain. Apa kau mau beli dulu?"
Natalie menggeleng. "Tidak apa, Om. Itu saja." Ia tidak keberatan memakai sabun dan sampo untuk laki-laki, toh baunya enak dan yang terpenting tubuhnya bersih.
Biasanya, tubuhnya akan merasa segar setelah mandi, tapi kali ini, anehnya dia justru menguap terus. Matanya terasa sangat berat. Niatnya setelah mandi adalah mengeringkan rambut, namun tubuh dan tangannya terasa lemah dan rasanya hanya ingin tidur.
Dengan masih memakai bathrobe, Natalie terduduk di tempat tidur. Ia masih harus memakai baju, tapi matanya sungguh tidak bisa diajak kompromi. Ia tidak yakin bisa berjalan tanpa terjatuh dan berakhir tidur di lantai. Ia berusaha melawan kantuk itu dengan mencubit dirinya sendiri, namun cara itu pun tidak efektif. Matanya tetap saja berat.
Akhirnya, Natalie membaringkan tubuhnya, menuruti kemauan mata dan tubuhnya untuk beristirahat. Tidak memedulikan rambutnya yang masih basah dan tubuhnya yang masih telanjang di balik bathrobe yang dikenakannya. Ia pun tidak memikirkan kalau akan ada seseorang yang masuk ke kamar setelah ini.
***
Regan menyeringai mendapati Natalie sudah tertidur lelap. Tanpa ragu, ia menyentuh bibir Natalie dengan jempolnya. Kemudian menunduk, mengecap bibir itu dengan bibirnya. Ciuman itu begitu lembut, seolah takut membangunkan gadis yang sedang tertidur itu.
Usai melepas ciumannya, Regan memperhatikan tubuh Natalie dari atas hingga bawah. Secara perlahan, ia melepas tali bathrobe yang Natalie kenakan. Napasnya tercekat saat melihat tubuh polos itu. Gadisnya begitu sempurna. Kulit putih tanpa cela, payudara yang proporsional, puting merah muda yang mengacung karena dingin dan seolah minta untuk dihisap, perut rata dan kewanitaan yang bersih tanpa bulu sama sekali. Tubuh itu sungguh diciptakan untuk dipuja.
Tangannya membelai leher hingga perut Natalie. Terasa begitu halus, sangat kontras dengan telapak tangannya yang sedikit kasar. Pandangannya cukup lama terhenti di dada Natalie, hingga akhirnya ia menyentuhnya. Meremas pelan payudara itu. Seolah tak kuasa untuk menahan godaan, Regan pun menunduk, memberikan ciuman di kedua gundukan kenyal itu.
Napasnya tak beraturan, menahan gairah. Pandangannya turun ke kewanitaan Natalie. Tangannya sudah gatal ingin menyentuhnya. Kejantanannya sudah sangat keras.
Ia kembali menatap wajah Natalie yang tampak begitu damai dan tanpa beban. Jujur saja, ia ragu untuk melakukan rencananya. Sebuah pertanyaan terbersit di kepalanya, pertanyaan yang seharusnya tak perlu muncul di saat seperti ini, apakah pantas aku melakukan hal kotor pada gadis polos ini?
Regan menghela napas. Sebelum ia berubah pikiran lagi, ia kembali mengikat tali bathrobe Natalie, mengembalikannya seperti semula. Mengurungkan niat buruknya.
"Maafkan aku," ucapnya pelan di keheningan kamar. "Kau tahu, Nat ... gara-gara kau, aku harus mandi air dingin untuk kedua kalinya hari ini. Kau harus membayar ini suatu saat nanti," tambahnya. Ia sungguh dibuat frustrasi dengan keberadaan gadis ini di ranjangnya, ditambah dengan akal sehatnya yang selalu menghalangi niat buruknya.
Sebelum ke kamar mandi, Regan kembali mendaratkan ciuman di bibir hingga leher Natalie.
Selesai mandi yang sebenarnya tidak diinginkan oleh Regan itu, ia memakai celana boksernya dan berbaring di samping Natalie. Ia tahu, ini namanya bunuh diri. Ia tidak memakai apa pun selain bokser, Natalie juga hanya memakai bathrobe. Natalie tidak akan terbangun hingga besok pagi. Sungguh, suatu godaan yang berat. Sangat mudah untuknya menuntaskan gairahnya tanpa halangan.
Regan menarik tubuh Natalie hingga menempel padanya. Ia mengecup puncak kepala Natalie lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Satu tangannya memeluk tubuh ramping Natalie dengan erat. Ia memaksa matanya untuk terpejam, memaksa otaknya untuk tidak berpikir macam-macam yang pada akhirnya hanya akan membangunkan kejantanannya.
***
Gara2 scene ini apdetnya nggk siang kyk biasa😂😂😂See ya :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Girl
RomanceSelama ini, Regan pikir dirinya normal. Namun, ketika ia melihat gadis itu untuk pertama kalinya ... well, sepertinya dia tidak senormal itu. Menjadi penguntit sudah seperti rutinitas baginya, menyelinap ke kamar gadis itu adalah salah satu hal yang...