Sembilan

50.8K 2.6K 57
                                    

Regan terbangun ketika hari masih sangat pagi. Ia menunduk melihat Natalie yang masih tertidur dengan wajah yang menghadap dadanya. Deru napas Natalie menerpa kulit telanjangnya.

Ia memandang wajah itu sejenak sebelum melepaskan pelukannya dari tubuh Natalie. Jam masih menunjukkan pukul 5 kurang 10, kemungkinan masih cukup lama Natalie akan bangun. Namun, Regan tidak mau mengambil risiko dengan tetap berbaring di sini ketika Natalie terbangun.

Usai menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Regan memakai baju kemudian melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil minuman. Ia menulis catatan kecil untuk Natalie, mengantisipasi gadis itu terbangun ketika dirinya masih di gym. Regan meninggalkan catatan itu di atas meja dapur lalu keluar dari apartemennya.

Natalie terbangun berjarak cukup lama dari kepergian Regan. Ia mengerang, merasakan pusing di kepalanya. Natalie memperhatikan tempatnya berada, ia masih berada di kamar Regan. Ingatan demi ingatan perlahan tersusun di kepalanya. Ia ingat semalam ia langsung tertidur setelah mandi, ia bahkan tidak sempat menarik selimut. Namun, pagi ini ia justru terbangun dengan memeluk bantal dan selimut melingkupi tubuhnya, menghangatkannya.

Natalie melihat tubuhnya yang masih terbalut bathrobe. Ia merasa malu jika Regan semalam melihatnya seperti ini. Astaga ... bagaimana ceritanya aku bisa sangat mengantuk semalam? Apa Om Regan melihat kondisiku yang seperti ini? Aku sangat tidak sopan!

Natalie juga kepikiran di mana Regan tidur. Ia merasa sangat malu dan tidak enak. Pria itu sudah sangat baik padanya, tapi ia secara tidak langsung justru mengusirnya dari kamarnya sendiri. Seharusnya semalam ia tidur di kamar tamu atau sofa pun tidak apa-apa.

Natalie duduk di pinggir ranjang. Kepalanya masih sedikit pusing, mungkin efek karena ia langsung tidur tanpa mengeringkan rambutnya terlebih dulu.

Setelah berpakaian dan membersihkan wajahnya, Natalie keluar dari kamar, ia tidak berani memanggil Regan, takut pria itu masih tidur entah di ruangan mana. Ini masih jam 6 kurang, wajar kalau pria itu masih tidur.

Natalie memutuskan untuk membuat sarapan sebagai permintaan maaf dan ucapan terima kasih. Saat ia sampai dapur, ia melihat catatan yang ditinggalkan Regan. Entah kapan pria itu bangun.

Aku ke gym dulu. Jangan pergi sebelum aku pulang....

Tersenyum, Natalie kemudian melihat apa saja yang ada di kulkas. Bahan makanan di kulkas itu cukup terbatas, hanya ada telur, daging ayam, keju dan roti tawar.

Sebenarnya Natalie sedikit kecewa dengan isi kulkas itu, tapi mau bagaimana lagi. Ia akhirnya membuat sandwich ayam dan telur seadanya. Untung saja masih ada mayones yang tinggal sedikit. Natalie merasa lucu sekaligus miris, padahal ia mau membuat makanan spesial.

Mau belanja harus keluar apartemen, bagaimana cara dia masuk lagi nanti? Dia tidak punya kunci apartemen ini.

Natalie tengah membuat teh hangat ketika ia mendengar suara pintu terbuka kemudian tertutup pelan.

Natalie tersenyum menyambut kedatangan Regan. Pria itu memakai celana pendek dan kaos tanpa lengan yang menunjukkan dengan jelas lengan berototnya.

"Sudah bangun dari tadi, Nat?"

"Lumayan lama. Om, mau minum apa? Aku buatkan."

Regan meletakkan botol minum yang ia bawa di atas meja dapur. Botol itu sudah kosong. "Ambilkan aku air putih saja."

"Nggak mau jus?"

"Aku tidak suka jus, Nat." Regan mencuci tangannya, lalu mencomot sandwich yang ada di atas piring. "Kau yang membuatnya?"

"Siapa lagi? Om kayaknya juga nggak suka sayuran. Di kulkas tidak ada sayuran sama sekali."

"Begitulah," jawab Regan singkat. Ia menatap Natalie yang tengah menuang minuman ke gelas, memunggunginya. Gadis itu memakai celana pendek dan kaos yang dibelikannya kemarin. Ia menyukainya, kaki Natalie terlihat panjang dengan celana yang hanya setengah paha itu.

"Setelah ini aku mau pulang."

"Aku antar."

"Aku bisa pesan taksi, aku tidak mau merepotkan—"

"Kau mau naik taksi dengan pakaian seperti itu?" Tanpa Regan sadari ia sedikit menaikkan nada suaranya dan terdengar sedikit kasar di telinga Natalie.

Natalie merasa tidak ada yang salah dengan pakaiannya. Lagi pula yang membelikan pakaian ini juga Regan.

"Tidak ada yang salah dengan pakaianku."

"Celanamu terlalu pendek, Nat."

"Ya, salahkan saja asisten, Om." Natalie meletakkan gelas dengan sedikit kasar di depan Regan.

Regan meraih tangan Natalie. "Maafkan aku kalau kau tersinggung. Tapi aku akan tetap mengantarmu. Sekarang kau duduk dan makan."

"Aku tidak lapar."

"Natalie ... duduk."

Dengan sedikit cemberut, Natalie duduk di hadapan Regan.

"Sandwich-nya enak, terima kasih sudah membuatkannya untukku."

Mendengar nada yang lebih lembut itu, Natalie menatap Regan. Kekesalannya langsung hilang hanya karena pujian dan ucapan terima kasih. Ia memakan sandwich buatannya. Ia sebenarnya sudah mencicipinya tadi, tapi perutnya masih cukup kalau cuma tambah satu potong.

"Om, tadi malam tidur di mana? Maaf, aku ngantuk banget semalam, jadi tidur di kamar Om."

"Di kamar tamu."

Natalie meringis, tak enak. "Maaf ya."

"Tidak apa."

"Em, semalam Om masuk ke kamar?" tanya Natalie pelan dan sedikit ragu.

Regan paham maksud Natalie, tertawa kecil. "Aku yang menyelimutimu, Nat. Tenang saja aku menyelimutimu sambil menutup mata."

Natalie tahu Regan bercanda, wajahnya memerah.

"Tidak perlu malu. Aku sering melihat yang lebih dari itu."

Natalie kemudian sadar, selama ini Regan pasti dikelilingi oleh banyak wanita. Tentu saja pria itu sudah terbiasa dan lagi ... Regan sudah memiliki seseorang yang disukainya. Jadi apa pun yang dilihatnya tidak berarti apa pun.

****

Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang