After breaking up

106 17 0
                                    

- Egi -

Setelah merehatkan badan serta hubunganku dengan Brian, ternyata banyak perubahan yg sedikit demi sedikit menggangguku. Aku yg biasanya bangun dengan alarm telp Brian, kini ga ada lagi. Aku yg biasanya chat/telp bahkan vc sesering mungkin dengan Brian kini harus ku tahan. Dan aku yg biasanya mengucap, "good night bri" / "love u bri" harus menjadi sebuah kenangan. Hambar rasanya jika tak melakukan itu semua. Tapi inilah yg terbaik untukku dan Brian.

Nyatanya, rehatnya hubunganku dan Brian juga berdampak buat Brian. Aku tau dari Devan. Devan tau dari Jeff yg bilang kalo Brian suka ngelamun ga jelas, melek sampe pagi, sering ngigo pas tidur dan pola makan yg makin amburadul. Ternyata Brian ga baik baik aja setelah ucapanku malam itu. Ternyata aku malah makin membuatnya terpuruk.

"maaf bri"

Mungkin kata maaf ga akan bisa menggambarkan seberapa sakitnya Brian dan seberapa kerasnya aku menahan untuk tak menghubunginya. Aku mengekang egoku. Jika bertanya apakah aku baik baik saja setelah semuanya ini? Ga ada yg seperti itu selama seseorang masih ingin bersama dan saling sayang. Hubunganku dan Brian juga udah terbilang lama, saling kenal orang tua juga. Gimana kalo nanti ayahku atau mamanya Brian nanya? Aku jawab apa? Brian juga jawab apa? Beberapa kali aku harus memutar otak agar tak menyakiti mereka yg masih berharap aku dan Brian bareng. Aku berdoa semoga mereka tak akan pernah tau apa yg terjadi.

Menjadi seseorang lagi bukanlah inginku. Tapi menyembuhkan semuanya tanpa obat adalah keharusanku. Masih ingat insiden Brian nemuin beberapa obatku waktu di kosan? Aku tak ingin mengulang waktu dimana aku harus mengonsumsinya lagi. Aku tak ingin bergantung dengan banyak pil yg notabene punya banyak efek yg ga bagus buat aku. Dan aku lebih tak ingin menjadi seseorang yg pengecut yg mau diperbudak oleh banyaknya warna warni pil anti depresan itu. Ya meskipun aku harus berjuang sendiri menghadapi netijen yg budiman tanpa Brian, see, saat ini aku terlihat normal tanpa pil itu. Aku terlihat lebih sehat juga. Thanks to Brian. Sekali lagi kamu adalah orang yg berhasil membalikkan hariku dengan sekejap.

Bergelut dengan kerjaan yg tiada henti membuatku banyak belajar bahwa semakin sibuk aku, maka pikiranku akan hal jelek juga akan teralihkan. Gagasan bagus pikirku. Namun, setelah kerjaan itu selesai semuanya terasa kosong. Aku seperti hidup dalam kotak kaca yg buram. Pusing dan ingin kabur.

"lo butuh refreshing Gi. Jangan memforsir diri. Ntar sakit"

Wendy, sahabatku juga selalu ngingetin bahwasannya hidupku bukan untuk kerja dan kuliah aja, mental juga butuh hidup nyaman. Aku tak tau jika hidup untuk enjoy dan bukan untuk melarikan diri. Hidup adalah tentang bagaimana kamu memaknai setiap hembusan nafas dan detak jantungmu dengan hal yg kamu suka. Hidup bukan untuk terburu buru. Hidup bukan untuk menyenangkan orang lain. Setidaknya sedikit demi sedikit, aku banyak belajar memaknai hidup ketika break up sama Brian.

Yah, meskipun awalnya aku berat menjalani semuanya tanpa Brian, lama lama aku terbiasa. Memang sih di awal aku banyak menangis tiap malam. Susah tidur dan pola makan yg emang ga pernah bener semenjak aku pengen diet. Aku lebih banyak merasakan penyesalan. Aku lebih banyak menyalahkan diriku sendiri. Berat memang jika semuanya sudah berjalan terlampau jauh bersama lalu dipersimpangan, semuanya dihancurkan dengan ego masing masing. Kita memang sepasang kekasih tapi aku ga sadar bahwa aku dan Brian masih tidak dalam satu frekuensi waktu itu. 2 pikiran dan 2 hati ga bakal bisa jadi 1 kan?  Hubungan sebagai kekasih bukan menyatukan 2 pikiran, tapi saling toleransi dan legowo sama pikiran yg beda. Karena pikiran Brian hanya milik Brian, dan pikiranku juga hanya milikku. Disini aku baru sadar bahwa hubunganku dan Brian emang harus re-evaluated sebelum terlambat. Sebelum aku dan Brian makin saling menyakiti.

Kembali ke awal, mungkin itu yg pas untukku dan Brian. Aku dan Brian kembali saling canggung, kembali saling sungkan dan kembali saling menjaga privacy. Aku senang, aku mulai bisa mengontrol ego dan emosiku. Aku harap Brian juga begitu. Aku harap Brian bisa lebih baik dari apa yg aku dapet sekarang. Aku masih Regina Anastasya Putri. Aku masih cewek tomboy yg bodo amat sama style. Aku masih Egi yg kalian kenal. Ga ada yg berubah dari aku, hanya saja aku yg sekarang hanyalah Egi, tanpa Brian. Itu aja yg berubah. Brian selama di Jakarta juga masih chat meskipun kita udah ga pacaran. Dan kadang kirim makanan tiba tiba. Apalagi ini nih, Brian tuh sering keceplosan manggil "sayang" terus ntar dianya minta maaf karena lupa. Kebiasaan itu yg masih sering kita lakukan after our break up. Lucu kalo diinget inget. Btw ya kalo aku ditanya apakah aku akan memilih Brian lagi buat jadi pasangan hidup? Aku dengan tegas akan menjawab iya, aku memilihnya. Apapun alasannya dan entah kapan aku dan dia bisa bareng lagi, tapi pilihanku pasti dia, Brian Pratama.

Reginaap just post a story

STUCK WITH U | Day6 X Red VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang