Bab 2

425 32 3
                                    

Aroma nasi goreng tercium ke seluruh penjuru ruangan di dalam kamar seorang Kevin Adhiaswara. Sudah menjadi kebiasaannya di setiap libur sekolah makan di dalam kamar, apalagi dia makan sambil bermain game horor di komputernya. Di dalam kamarnya, ia tak sendiria. Ada Julio Trismara, kawan baiknya sekaligus tetangganya yang ikut bermain dengannya secara bergantian.

Julio kali ini sedang menatap Kevin yang masih asik bertarung melawan hantu di game Dreadout 2—yang merupakan permainan horor buatan anak bangsa—sambil sesekali menyuapkan sesendok nasi goreng buatan sang mama ke dalam mulutnya.

"Anying!" seru Kevin ketika karakternya mati karena kalah melawan hantu tersebut.

"Hush! Jangan ngomong kasar," tegur Julio mendengar Kevin mengumpat kesal, "katanya gak mau bilang gituan lagi. Gimana sih."

"Namanya juga refleks, Bro. Maaf deh, soalnya greget gue ini setannya kagak mati-mati. Gue udah ngebantai habis-habisan loh padahal," ungkap Kevin mengusap wajahnya kasar.

Lalu setelah berakhirnya karakter itu, keduanya bertukar posisi sesuai perjanjian. Waktu bermain Kevin dan Julio fleksibel, bisa saat karakter yang dimainkan mati atau bisa saat sudah berada di titik tertentu. Tak jarang pula, mereka bermain bukan hanya di rumah Kevin saja namun di rumah Julio juga.

Julio sudah duduk di kursi gaming dan menempatkan diri dalam posisi yang cukup nyaman. Dia tak menggunakan earphone atau headset karena di rumah ini sedang sepi, jadi mereka berdua sedikit bebas berteriak. Kecuali kamar sebelah alias kamar milik Kesya. Tetapi, Kesya tidak pernah mempermasalahkan keduanya saat kegiatan weekend di rumah ini.

Kevin kembali menghabiskan nasi gorengnya yang tadi tersisa setengah piring. Ia menyaksikan bagaimana Julio dengan tangannya yang lihai bertarung dengan hantu yang tadi dia lawan. Lawan sudah tumbang, Julio melanjutkan misi di pemainan horor tersebut.

Ditengah permainan, tiba-tiba saja Julio bertanya hal di luar topik permainan kepada Kevin. "Kev, lo tau hal itu gak?"

"Hah? Hal apa?" Kevin bingung.

Setengah ragu Julio ucapkan, "Itu ... tentang Kesya."

Kevin masih bingung, dahinya berkerut lalu memikirkan maksud Julio. Memangnya apa yang tidak diketahui oleh Kevin tentang Kesya? Bahkan sebagai saudara kembar, dari jauh pun Kevin bisa tau apa yang terjadi melalui kontak batin yang saling terikat kuat antar keduanya.

"Apa sih? Kok gue jadi kepo gegara lo bilang gini. Emang ada apa sama Kesya? Sampai gue bingung mikirnya," ucap Kevin yang kepo dan tidak sabaran ingin tahu.

"Tentang Kesya diejek selama ini di kelasnya," kata Julio kemudian menutup kembali mulutnya rapat-rapat.

Kevin terdiam. Ia hanya menatap Julio yang dilihatnya kembali fokus ke game padahal Julio tidak dalam fokus yang sama. Otaknya sedang berpikir apakah dia salah bertanya atau salah memberi informasi kepada Kevin?

Salah gak sih? Dalam batinnya dia merasa cemas.

Setelah beberapa saat, bibir Kevin mengucapkan jawaban tak terduga dari apa yang Julio pikirkan sebelumnya. "Gue tau."

Julio terkejut dan segera menghentikan permainannya tersebut. Tubuhnya berputar menghadap ke arah Kevin yang kini tengah menatapnya balik dengan raut wajah penuh penyesalan.

"Sejak kapan?" tanya Julio, lagi.

"Udah lama, Yo," jawab Kevin membuang pandangan ke arah lain, "empat bulan setelah dia pindah ke sekolah ini lebih tepatnya."

"Kalau lo tau selama itu, kenapa lo gak ambil tindakan buat cegah hal itu terjadi?" Julio tidak habis pikir dengan kawannya ini.

Kevin menggeram pelan. Rambutnya ia acak secara kasar, rautnya semakin penuh penyesalan dan bahkan terlihat hampir menangis. Entahlah, Julio baru pertama kali melihat sosok Kevin sangat menyesal seperti ini dan melihat wajah kesedihan yang belum pernah kawannya itu tunjukan.

DIETARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang