Happy reading<3
Satu Juta Luka
© oceanctySelama di perjalanan pulang, Kianna tak henti-hentinya tersenyum, bahkan Jeno yang melihatnya bergidik ngeri, "Kau, kenapa?" tanya Jeno sambil menatap Kianna antara penasaran dan ngeri.
Kianna masih diam dan tersenyum, membuat Jeno yakin jika Kianna sedang tidak baik-baik saja, "Hei!" Sontak Kianna memekik pelan. "Kenapa?" tanya Kianna bingung, "Kau yang kenapa? Ada apa dengan dirimu?" tanya Jeno geram.
"Aku? Aku tidak apa-apa," sangkal Kianna, "hanya kagum dengan pantai tadi," ucapnya yang memang benar adanya. "Oh, kupikir kau sudah gila," celetuk Jeno sambil memangguk.
"Apa kau bil-" Omongan Kianna terpotong oleh Jeno, "Sshhh ... Aku hanya bercanda," ucapnya sambil terkekeh pelan.
Lama kelamaan, mata Kianna mulai memberat akibat bermain seharian di pantai tadi. Ia tak tahan lagi untuk menahan rasa kantuknya, akhirnya ia memilih untuk tidur selama perjalanan pulang. Jeno yang melihat gelagat adiknya itupun langsung peka apa yang sedang Kianna rasakan.
"Ingin tidur huh?" tanyanya yang mendapat anggukan lemah dari Kianna. Dengan segera Jeno menepuk bahunya, berniat untuk memberi senderan kepada Kianna. Kianna yang melihat itupun segera mendekat ke arah Jeno dan langsung menjatuhkan kepalanya di bahu Jeno.
Saat mereka sudah sampai di rumah Jeno, Jeno langsung menggendong Kianna yang tertidur pulas, ia tak tega jika membangunkannya. Sudah terlihat jelas, dengkuran halus dan tidak bergerak sama sekali, menandakan bahwa ia sedang di alam mimpi.
Sebelum melangkah ke dalam rumah, Jeno membalikkan badannya, menatap kearah teman-temannya. Tak lupa mengucapkan terima kasih dan perpisahan. Setelah di rasa mobil Dariel menghilang dari pandangan Jeno, barulah ia melangkah masuk ke dalam rumah.
Ia meletakkan tubuh Kianna pelan-pelan ke kasur, Kianna terlihat menggeliat dalam tidurnya, dengan cepat, Jeno segera menepuk tubuhnya pelan, berniat untuk menenangkan.
~
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, sedangkan Kianna baru bangun. Ia yakin, bahwa ia akan begadang malam ini. Dengan langkah gontai, ia menuruni anak tangga untuk mengambil air putih di dapur.
Samar-samar, ia melihat Sean di ruang tengah dengan TV menyala di depannya. Akhirnya Kianna melanjutkan langkahnya untuk ke dapur. Tapi, naasnya, ia di panggil oleh Sean. Kianna menghentikan langkahnya, ia memejamkan matanya sejenak, lalu menoleh ke belakang, ke arah Sean. Ia tahu, ada kekerasan sebentar lagi.
"Ya?" tanyanya lembut alih-alih melangkah ke arah Sean. "Belikan aku beer," suruhnya yang enggan menatap wajah Kianna.
"Hah?" Kianna tentu kaget. Ia bahkan tak pernah melihat kakak-kakaknya, oh ralat, Sean dan Jeffrey. Jika Jeno ia sudah tau, Jeno bukan orang yang pemabuk, pemain narkoba, apalagi wanita.
"Kau tuli heh?" ejeknya dengan gaya yang menantang. "Kau gila, mana mungkin aku menuruti permintaan yang menyesatkan?!" Kali ini Kianna berusaha menentang, walau ia yakin, bahwa sebentar lagi ia akan di hajar. Yang penting, ia tidak menuruti permintaan sesat itu.
"Oh! Kau sudah bisa mengatai aku gila?" tanyanya tidak percaya sambil mendekat ke arah Kianna.
BUGH
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Juta Luka
ActionIni bukan tentang cinta. Ini tentang keduanya yang tidak memanusiakan manusia. "Hari ini, aku berdiri di sini bukan untuk mati, tetapi melepas rasa penat ku selama ini." "Jun, bolehkah aku bertemu dengan Jeno?" © 2020, oceancty