Happy reading<3
Satu Juta Luka
© oceanctySedari tadi semenjak Kianna terbangun dari tidurnya, ia hanya melamun sembari menatap ke arah kakinya yang hilang sebelah itu. Bagaimanapun juga, ia harus menerima kenyataan pahit ini walau sesekali ia menentang. Mungkin, ini bentuk kasih sayang Tuhan yang ia berikan kepada Kianna.
"Na..." Gadis itu tersentak pelan saat mendengar seseorang ada yang memanggilnya, ia mendapati Aldrich dengan rambut basahnya, mungkin ia selesai mandi. Ya, memang semalam Aldrich yang menginap di rumah sakit. Sebenarnya tiap malam bergantian jadwal menginap antara Aldrich, Dariel, dan juga Dejun.
Baru saja Aldrich ingin bersuara, namun kalimatnya hanya sampai di ujung lidah saja, sebelum gadis itu menyela duluan. "Sean, apa Sean sudah mengetahui hal ini?" tanyanya datar, sambil memandang lurus ke depan, sama sekali tak ada ekspresi yang ia pancarkan.
Kemudian lelaki itu terlihat berpikir, sebelum ia menjawab, "Ya, tetapi ia tak bisa menunda pekerjaannya. Butuh beberapa hari lagi untuk ia pulang dari New York." Hening, tak ada balasan yang perempuan itu berikan. Aldrich sendiri mulai merasa canggung dengan keadaan seperti ini.
"Harta, tahta, tidak peduli dengan saudara."
Aldrich tertegun saat mendengar kalimat itu lolos dari mulut Kianna. Toh, ia juga tidak bisa melakukan apa-apa. Lagi, Aldrich tak bisa menebak air muka Kianna saat ini hanya sorot matanya yang kosong tak memancarkan emosi apapun, membuat lelaki itu sedikit khawatir.
"Berapa lama aku tinggal di sini?" kini tanyanya memecahkan pikiran Aldrich, untung saja Kianna terlihat sedikit melirik Aldrich dengan ekor matanya, sebelum kembali lagi seperti semula, pandangan kosong.
"Kata dokter, menunggu kau benar-benar sembuh, baru bisa pulang." jawab Aldrich sambil mengamati pipi bekas jahitan Kianna. "Apa aku boleh meminta sesuatu?" tanyanya seraya menyibakkan anak rambutnya kebelakang telinga.
"T- tentu." jawab Aldrich tampak ragu. Ia takut jika permintaan Kianna menyangkut hal yang tidak-tidak atau bahkan di luar nalar. Aldrich sedang menunggu permintaan Kianna tersebut, mewanti-wanti seraya berdoa dalam hati agar permintaannya tidak berlebihan. Baru saja ia akan menghembusk—
"Tolong jika aku sudah diperbolehkan pulang, bawa aku ke makam Jeno lalu antar aku ke dalam penjara."
An nafasnya, kini Aldrich malah dibuat rakus untuk menghirup oksigen. "Untuk apa ke penjara?" seru lelaki itu tak terima sambil menukikkan kedua alisnya. Benar-benar tidak biasa permintaan satu ini. Aldrich tak habis pikir oleh isi pikiran gadis yang menjadi lawan bicaranya saat ini.
"Kau lupa sebelumnya aku berada dimana sebelum insiden hari itu?" Aldrich terdiam, ia dibuat bungkam oleh pertanyaan Kianna yang satu ini. "Tetapi dengan kesempatan ini kau bisa pergi jauh dari sini, Na. Lagi pula, ini bukan salahmu, kan?" terka-nya agar gadis itu menarik lagi soal permintaannya tersebut.
"Aku bukan orang licik yang selalu kabur dari masalah, Al. Meski ini semua memang bukan salahku, tetapi polisi akan terus mencari ku. Aku masih menjadi tersangka." cercanya sambil menentang opini lelaki tersebut. Bukankah ia juga sementara berada di sana?
"Na, buk—"
"Al..." ucapnya dengan suara tertahan, menyimpan emosinya dalam-dalam, ini bukan siatuasi dan tempat yang tepat untuk berdebat. Kemudian terdengar suara helaan dari lelaki tersebut. Begini jika Kianna sudah dalam mode keras kepala, apapun akan ia lakukan bahkan jika itu menyangkut nyawanya sendiri.
"Oke, sure." final lelaki itu dengan pasrah. Percuma juga jika ia harus mendiskusikan terlebih dahulu hal tersebut kepada Dariel dan Dejun. Jika tidak disetujui, maka Kianna akan berbuat hal yang lebih nekat lagi selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Juta Luka
ActionIni bukan tentang cinta. Ini tentang keduanya yang tidak memanusiakan manusia. "Hari ini, aku berdiri di sini bukan untuk mati, tetapi melepas rasa penat ku selama ini." "Jun, bolehkah aku bertemu dengan Jeno?" © 2020, oceancty