Happy reading<3
Satu Juta Luka
© oceanctyKianna harus berangkat siang ini, ia harus pulang sebelum Sean kembali dari kantor. Ia hanya takut, kejadian semalam terulang lagi, bahkan lukanya belum sembuh. Tunggu sembuh terlebih dahulu, baru ia akan siap di sakiti lagi, begitulah siklus kehidupan Kianna Krystal.
Dengan polesan cream muka tipis dan di lapisi dengan bedak bayi, agar luka-lukanya tidak terlihat, ya walaupun masih terlihat sedikit, tak apa-apa, ia bisa mencari alasan yang tepat. Tentu ia juga menutupi tubuhnya dengan celana panjang dan hoodie kebesaran yang mampu menenggelamkan tangannya. Ia terlihat sangat tertutup saat ini.
Ia menaiki taxi menuju rumah Dejun yang lumayan jauh dari rumahnya. Memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit untuk sampai di rumah Dejun. Tidak sia-sia ia melakukan perjalanan yang lumayan jauh, bagaimana tidak? Interior rumah Dejun tidak kalah megahnya dengan rumahnya, oh ralat, maksudnya, tidak kalah megahnya dengan rumah Jeno. Tapi ia tahu, tujuan ia kesini bukan untuk hal-hal yang seperti itu. Tujuan ia kesini adalah misi.
Ia mulai menekan bel rumah tersebut, tak berselang lama, sang pemilik rumah membuka pintunya. Menampakkan dirinya dengan kaos putih transparan dengan celana training hitam. Ia tersenyum di sana, tanda ia menyambut kedatangan sang Hawa, sang Hawa pun membalas senyuman itu. Dejun mempersilahkan dirinya masuk, setelah dirinya masuk, ia sudah menemukan Dariel dan Aldrich di sana.
"Na!" seru Dariel saat melihat kehadiran sosok Kianna di depan pintu. Ia melambaikan tangannya, menyuruhnya agar dirinya berjalan menuju arahnya. "Menunggu berapa lama?" tanyanya saat ia sudah menaruh pantatnya di sofa empuk milik Dejun, "Satu jam, dua menit, tujuh detik." jawab Aldrich sambil menghitung jarinya. Seolah lelucon, Kianna terkekeh pelan menanggapi jawaban temannya itu.
"Oh! Aku dengar, Jeffrey sudah melapor kasus ini kepada polisi," celetuk Kianna tiba-tiba. Sontak Dariel, Aldrich, maupun Dejun mengalihkan atensinya dari ponselnya tersebut. "Maka dari itu, kita harus bergerak lebih cepat dari sang polisi. Anggap saja, kita sedang berlomba kasus dengan polisi," kata Aldrich yang kian memanas.
"Kalau begitu, aku akan ke ruangan ku untuk meneliti cap jari kemarin." Baru saja Dejun ingin beranjak, namun tangannya langsung di tarik pelan yang membuatnya harus berhenti, ia menoleh ke belakang, "Aku ikut!" seru Aldrich yang mendapat anggukan dari Dariel, "Aku juga!" Dejun mengangguk, lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Kianna, "Kau?" tanyanya yang mendapat gelengan dari Kianna, "Aku di sini saja."
Kianna hanya tak mau mengganggu aktivitas Dejun. Jika ia mengerti akan hal-hal yang berbau seperti itu, maka ia akan ikut meneliti. Namun sayangnya, ia sama sekali tak mempunyai keahlian dalam hal tersebut, jadinya ia memilih diam saja, takutnya, dirinya mengganggu saat penelitian tersebut.
Saat para kaum Adam sudah memasuki ruangan Dejun, Kianna mulai membuka kupluk hoodienya. Ya, sedari tadi Kianna memasang kupluk hoodienya, sehingga tak ada yang tahu bahwa terdapat luka di wajah Kianna. Ia juga sedikit menaikkan lengan hoodienya, menampakkan tangan yang penuh dengan lebam bekas tendangan. Ia memencetnya pelan, sakit. Ia segera menutup kembali lengan hoodienya tersebut.
Ia mengamati interior sekitar, sangat elegan menurutnya. Lampu kristal yang tergantung apik memancarkan cahaya warm white yang menambah kesan elegan. Ia berpikir, mengapa di siang bolong begini, Dejun menyalakan lampunya? Apa tidak boros biaya? Dasar orang kaya, batinnya menyeruak.
Tak berselang lama, para kaum Adam keluar dari tempatnya, Kianna menatap mereka penuh tanya. Mereka mulai menduduki sofa, menghela nafas, lalu berusaha menjelaskan. "Dari hasil penelitian tadi, sepertinya orang ini memiliki tinggi sekita seratus delapan puluh centimeter ke atas. Dan yang pasti ia berjenis kelamin pria. Mengingat hasil rekaman cctv kemarin postur tubuhnya seperti seorang pria," Dejun mulai berargumen tentang penelitiannya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Juta Luka
AkčníIni bukan tentang cinta. Ini tentang keduanya yang tidak memanusiakan manusia. "Hari ini, aku berdiri di sini bukan untuk mati, tetapi melepas rasa penat ku selama ini." "Jun, bolehkah aku bertemu dengan Jeno?" © 2020, oceancty