Happy reading<3
Satu Juta Luka
© oceancty"Stop it! Berhenti di sana!"
Bukan, itu bukan suara Kianna. Itu suara Aldrich. Lelaki itu kini merentangkan tangannya di depan Kianna untuk mencegah lelaki itu mendekati Kianna. Ya, Aldrich terlalu takut, takut jika semuanya kembali kacau.
Sean, lelaki itu menurutnya, berdiri di tempatnya, memandang ke dua manusia itu sedih. Lihat, bahkan temannya saja sudah melarang, bagaimana dengan sang empunya sendiri? Tapi dugaan itu salah, lantunan suara yang lembut itu menyadarkan kembali Sean dari dunianya.
"Kemari." ujarnya, dengan lembut. Seakan ada gravitasi, bibir gadis itu tertarik ke atas, membentuk senyum hangat yang terpatri, mengajak lelaki itu untuk mendekat.
Aldrich yang terheran dengan perilaku Kianna yang malah mengijinkan lelaki itu untuk mendekat, ia lantas merogoh saku celananya, mengambil benda pipih itu dan bersiap untuk menelepon Dejun. Tangan kanannya memegang erat benda pipih cerdas itu, sedangkan satu tangan lainnya masih setia untuk merentang.
"Tidak apa-apa, jangan khawatir." kata gadis itu dengan suara kecil sambil menepuk pelan bahu lebar Aldrich yang berada di sebelahnya. Sebenarnya, Kianna juga merasa takut, takut direndahkan lagi. Tetapi setelah menatap netra itu, ia yakin, lelaki itu kesini bukan untuk menyiksa dirinya. Toh, lagian ia juga membawa buah tangan, sangat mustahil.
"Maaf."
Satu kata terucap dari bibir Aldrich yang terasa kelu itu akhirnya berhasil juga. Membuat dua orang yang berada di situ menatapnya tak percaya, apalagi gadis yang berada di atas ranjang dengan satu kaki yang hilang entah kemana. Kianna benar-benar terkejut.
Bruk
1000 kali lebih tak terduga, Sean jatuh berlutut di depan hadapan dua orang itu, terutama gadis kecil itu. Kianna yang melihat itu, reflek hati nuraninya tergerak untuk turun dari ranjang dengan tergesa-gesa. Ia yang tak mempunyai keseimbangan itupun juga langsung ikut jatuh terduduk di hadapan lelaki lemah itu.
Aldrich? Kini ia memegang erat ke dua pundak gadis itu. Kianna merentangkan kedua tangannya, tersenyum teduh terhadap laki-laki di depannya. Reflek, Sean mengangkat wajahnya. Pertama yang dilihatnya, wajah bersih gadis itu, dengan tatapan sekaligus senyum teduh.
Hati Sean melemah.
Tubuh Kianna sedikit terhuyung ke belakang saat Sean menerjangnya dengan pelukan. Di saat itu juga, air mata Kianna jatuh. Pelukan pertama yang ia sendiri tak menyangka.
Hening, semua terlarut dalam dunianya masing-masing. Kianna, gadis itu tak bisa menahan perasaan yang membuncah ini. Ia tahu, kebahagiaan memang ada waktunya, dan tibalah waktu itu, sekarang.
"Ikut aku sebentar, ke taman belakang." ujar Kianna, saat ia sudah melepaskan pelukannya, membuat ke dua Adam itu menukikkan alisnya bingung.
Ia menoleh sedikit ke arah Aldrich sambil menggumam, "Tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja." Tak lupa dengan tersenyum, agar lelaki itu percaya sepenuhnya dengan ucapannya.
Dan, di sinilah mereka sekarang, di taman rumah sakit, yang tak banyak orang di sana, menciptakan suasana hening menyelimuti keduanya. Sean yang duduk di kursi taman, sedangkan Kianna yang duduk di kursi roda.
Kianna terlihat sedikit menjulurkan tangannya untuk memetik setangkai bunga marigold di depannya. Lalu, ia sodorkan bunga itu di depan Sean. Sean yang tak mengerti apapun hanya menerima saja, lalu, sedikit tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Juta Luka
ActionIni bukan tentang cinta. Ini tentang keduanya yang tidak memanusiakan manusia. "Hari ini, aku berdiri di sini bukan untuk mati, tetapi melepas rasa penat ku selama ini." "Jun, bolehkah aku bertemu dengan Jeno?" © 2020, oceancty