16. Jeno Sudah Bekerja Keras

143 28 2
                                    

Happy reading<3


Satu Juta Luka
© oceancty

"Haishh... Bukan begitu, Jen." Kepala Kianna rasanya ingin meledak saja, ia sudah berkali-kali mengajarkan Jeno bagaimana bermain kalimba dengan benar, tetapi lelaki itu sama sekali tak paham. Ahh bukan, bukan tak paham, hanya saja ia sedang ingin bermain-main dengan Kianna saat ini.

"Begini kan? Jika sudah terus bagaimana?" tanya Jeno sambil menempatkan kedua jempolnya pada tuts kalimba milik Kianna tersebut. "Tinggal petik saj-"

Ting tong~ ting tong~

Belum sempat Kianna menyelesaikan pembicaraannya, ia didahului oleh suara bel rumah yang berbunyi tersebut, sontak mereka pun mengarahkan pandangannya pada pintu rumah. "Aku saja yang membuka." Kianna segera beranjak bangun dari sofa dan berjalan menuju pintu utama.

Dibukalah pintu tersebut, betapa terkejutnya ia saat melihat sosok yang berada di depannya kini. Matanya terbelak, benar ucapannya saat itu, jika ayah Jeno datang, ia harus apa? "T- tuan?" sapanya terbata-bata, ia memandang tubuh kekar itu dengan takut-takut.

"Kau?" seru ayah Jeno sambil menuding Kianna, ekspresinya tersebut tak bisa dibaca oleh Kianna. "Ada apa, tuan?" tanya gadis itu sopan, meski hatinya sedang tidak baik-baik saja. Ia masih setia menatap mata tajam tersebut, lehernya seakan kaku dibuat menunduk.

"Siapa yang datang... Na?" Itu suara Jeno, ia tiba-tiba datang ke arah pintu karena dirasa Kianna lama dalam menyambut tamu, ia juga terdengar sedikit memelankan di akhir kalimatnya. "Ayah?" pekik Jeno tak percaya.

"Tidakkah kau persilahkan dulu orangtuamu ini?" tanya ayahnya sambil melipatkan tangannya di dada. Mereka berdua tersentak, lalu mempersilahkannya untuk masuk. Jeno menggiring ayahnya menuju ruang tengah, sedangkan Kianna pergi menuju dapur, membuatkan suguhan kepada tuannya tersebut.

"Jadi, apa tujuan ayah kesini?" Jeno mulai membuka pembicaraan. "Sebenarnya, ada tujuan lain ayah kemari. Tetapi, kau tidak menuruti perkataan ayah waktu itu? Tolong, Jen. Apa kata orang di luar sana?" seru ayahnya dengan mimik wajah yang lelah.

"Ayah, sudah Jeno bilang. Jeno tak akan membiarkan Kianna untuk tinggal di tempat lain, sekalipun itu rumah teman Jeno. Jeno... Jeno ingin merasakan mempunyai adik perempuan, ayah. Dan bukan hanya itu, tidakkah ayah berpikir seberapa buruknya ia setelah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya?" Jeno kini menentang.

"Lihat, bahkan kini kau sudah bisa melawan ayah demi gadis itu." lirih sang ayah terlihat sendu. "Tenang saja, aku akan menutupi Kianna dari orang-orang. Ayah tak perlu khawati-"

"Ekhmm..." Belum sempat Jeno menyelesaikan pembicaraannya, Kianna datang dengan nampan berisi dua cangkir teh, meletakkannya di depan sang tuan. Ya, ia sudah mendengar percakapan antara orangtua dan anak itu. Kianna turut sedih, gara-gara dirinya, Jeno kini sudah berani melawan kepada orangtuanya.

"Maaf, aku tinggal ke kamar dulu." pamitnya yang tak enak karena sudah mengganggu pembicaraan para Adam tersebut. Jeno terlihat menghela nafas kecil saat melihat punggung kecil Kianna yang berjalan menuju kamarnya, lalu ia mengalihkan kembali pandangannya pada orang yang berada di depannya kini.

"Lupakan. Apa tujuan utama ayah kesini?" Jeno tak mau terus-terusan berada di pembicaraan tentang Kianna. Biarlah Kianna menjadi urusannya, toh, yang lain juga tak mau mengurusi Kianna. "Sebentar lagi, kau lulus kan? Ayah ingin setelah kau lulus, kau bekerja di perusahaan ayah. Salah satu cabang perusahaan ayah di San Jose membutuhkan pemimpin tetap." Jeno menggeleng. Setelah ini dia meninggalkan Mexico? Tidak tidak.

"Tidak ayah, Jeno tidak mau. Jeno ingin menjadi kak Sean dan Jeff, berusaha dari titik nol. Rencananya, Jeno ingin mengambil pekerjaan di bidang musik." Akhirnya, kini Jeno sudah menentukan pilihannya, tetapi ini semua masih rencana.

Satu Juta Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang