Happy reading<3
Satu Juta Luka
© oceanctyEntah bagaimana gadis itu bisa berada di tepi laut sebelah rumah sakit. Sendirian, berdiri dengan tongkat kruk di kedua tangannya, menatap lepas air laut yang sedang pasang itu. Suara deburan ombak seakan membawanya dalam keheningan. Menerawang jauh kejadian sebelumnya.
Cuaca sedang dingin, namun gadis itu memilih tubuhnya ditusuk dingin yang diciptakan oleh semesta. Tak mengindahkan jika nantinya ia akan jatuh sakit, dirinya hanya ingin melepas penatnya. Kemudian ia tertunduk, menatap— satu kakinya yang menapak di bebatuan yang hanya beralaskan sandal saja.
Lama-kelamaan matanya memburam, lalu, setetes air matanya jatuh mengenai bebatuan yang tak bersalah itu. Menjadi saksi bagaimana ia berdiri di sini, sendiri, dengan susah payah, melepas penatnya sejenak.
Tuhan, apa kesalahan yang Kianna perbuata dahulu? Sehingga engkau membuat takdirnya semengenaskan ini? Kianna ingin mengadu, tetapi ia tak berani menyuarakan selain kepada Tuhan. Dirinya tahu, mungkin Tuhan dan semesta sedang menguji hidupnya.
Kemudian ia tersenyum di balik keterpurukannya, kembali mengangkat wajah menghadap ke arah laut, menyembunyikan rasa sedihnya dari semesta, lalu, mengusap air matanya. Dirinya kuat! Dirinya tidak boleh lemah! Dirinya harus bangkit, walau semuanya masih terasa sakit.
"Kianna Krystal!" Jauh, di belakang sana, Dejun memanggilnya, dengan jatung yang berdegup kencang, takut gadis nya pergi lagi. Sontak, gadis itu menoleh, mendapati Dejun dengan muka yang memerah, tanpa berniat menjawab.
Dengan segera, Dejun sedikit berlari ke arah Kianna. Tepat di depannya, lelaki itu menunjukkan ekspresi khawatirnya, mengamati tubuh gadis itu dari atas sampai bawah, memastikan bahwa ia baik-baik saja.
"Hari ini, aku berdiri di sini bukan untuk mati, tetapi melepas rasa penat ku selama ini." Seolah mengerti isi pikiran lelaki itu, Kianna memberi penjelasan. Terlihat jelas Dejun mengembuskan nafas lega saat mendengar penuturan gadis itu.
"Jun..." panggil gadis itu pelan, matanya tak menyorot wajah lelaki itu, namun, menerawang ke arah laut. "Hmm?" Hanya deheman yang lelaki itu beri. Berbanding kebalik dengan sang gadis, netra lelaki itu malah fokus kepada sisi wajah Kianna.
"Bolehkah aku bertemu dengan Jeno?" Tanpa pikir panjang, lelaki itu mengangguk. Kianna memang tak menatap lelaki itu, tetapi ia bisa mengetahui lewat ekor matanya. Dejun pikir, Kianna ingin ke makam Jeno.
"Kapan?" tanyanya yang kini mengalihkan pandangannya mengikuti Kianna, ke arah laut. "Besok." jawab gadis itu singkat, kemudian, tersenyum kecil, tanpa lelaki itu ketahui.
"Baik, akan ku antar besok." ujar lelaki itu sambil terpejam merasakan dinginnya udara. "Tidak perlu!" sergah gadis itu cepat, sambil mendongak, menatap rahang tegas lelaki tersebut. Betapa bahagianya semesta saat menciptakan Dejun waktu itu.
Kemudian, lelaki itu ikut menoleh ke arah Kianna, tentu dengan menunduk. Menatap gadis itu bingung, "Kenapa?" tanyanya heran. Kianna hanya menanggapinya dengan senyum simpul, Dejun semakin dibuat bingung.
"Ayo kembali." alibi gadis itu sambil berbalik dan mulai mengangkat tongkat kruk ke depan dan berjalan, Dejun yang tidak mengerti hanya mengikutinya dari belakang.
~
"Dinner time!" seru Dejun saat memasuki ruangan Kianna dengan kantong plastik yang dijinjingnya. Menampakkan senyum sumringah, berjalan menuju kasur Kianna.
Malam ini mereka semua berkumpul, menuruti permintaan Kianna yang katanya ingin kumpul-kumpul. Ke tiga lelaki itu kini sudah berada di sisi ranjang Kianna, dengan satu kotak makanan dan satu kaleng Cola di depannya. Ya menaruh makanan itu di atas kasur Kianna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Juta Luka
ActionIni bukan tentang cinta. Ini tentang keduanya yang tidak memanusiakan manusia. "Hari ini, aku berdiri di sini bukan untuk mati, tetapi melepas rasa penat ku selama ini." "Jun, bolehkah aku bertemu dengan Jeno?" © 2020, oceancty