O8. Angan

134 44 21
                                    

Happy reading<3

Satu Juta Luka
© oceancty

Seperti orang yang sangat workaholic pada umumnya, Sean akhir-akhir ini sedang tidak berada di rumah. Keliling dunia untuk perjalanan bisnis tentunya. Sehabis dari Monaco kemarin, ia langsung terbang menuju San Francisco. Sebenernya, di umur Sean yang sudah boleh dibilang cukup matang ini, tidakkah waktu yang tepat untuk menjalin kehidupan baru? Sebut saja kata lainnya adalah menikah.

Tetapi ia sama sekali belum memikirkan itu, bahkan menjalin hubungan bersama wanita pun ia belum pernah sama sekali. Katanya, ia harus mapan terlebih dahulu. Ia lebih mementingkan kerja daripada urusan asmaranya, tidakkah itu terdengar cukup berlebihan? Mungkin terbilang biasa menurutnya.

Pun dengan Jeffrey. Kakak beradik yang selisih umurnya tak berbeda jauh itupun juga sama. Mereka berdua terlalu workaholic, hingga melupakan jika di umur mereka sekarang, mereka pantas mendapatkan perhatian dari sang pendamping. Toh katanya, jodoh akan datang sendiri seiring berjalannya waktu.

Setelah Jeno mengetahui keadaan tubuh Kianna malam itu, esoknya ia meminta agar Kianna ikut dengannya, Kianna mengerjap bingung tentunya, Jeno tidak memberitahu kemana ia akan di bawa. Mengangguk pasrah, jalan satu-satunya yang bisa Kianna lakukan. Pemuda itu mengacak rambut sang adik pelan, menyuruh agar ia mematuhi permintaannya memang sangat mudah, "Good girl!"

Setelah bersiap-siap, Kianna langsung turun menuju garasi rumah, mendapati Jeno yang berdiri bersandar pada pintu mobil, menambah kesan elegan dalam dirinya. Dengan mempersilahkan Kianna masuk kedalam kursi penumpang, ia segera menutup pintu mobil tersebut dan berputar menuju pintu pengemudi, dengan memasang sealtbeat tentunya.

Jeno mulai menancapkan gas-nya, berjalan dengan kecepatan pelan sebelum meninggalkan pekarangan rumah, lalu menambah kecepatan sedang. Sebenarnya, ada satu pertanyaan yang sedari tadi memenuhi kepala Kianna, ia ingin bertanya, namun kecemasan lebih menguasai dirinya. "Jen.." panggilnya pelan, hampir tidak terdengar, tetapi suasana dalam mobil begitu sunyi waktu itu.

"Ya?" Jeno masih fokus pada kemudinya, sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari jalanan. Hening sejenak, sebelum Kianna kembali menyuara, "Mengapa hari ini tidak kuliah?" tanyanya dengan sedikit keraguan. Ia tahu, ini bukanlah akhir pekan. Jeno di kenal sebagai anak yang rajin menurutnya.

"Hari ini para dosen sedang rapat, jadi jam kuliah banyak yang kosong." Bohong, Jeno berbohong. Mana mungkin ia membiarkan mulutnya mengatakan yang sebenarnya? Jika ia mengatakan itu, maka dengan cepat Kianna akan merajuk padanya, membolos sangat di benci oleh Kianna. Tapi mau bagaimana lagi? Ini demi Kianna, semenjak kejadian malam itu, ia memutuskan membolos sehari untuk membawa Kianna ke suatu tempat. Satu dosanya kepada Kianna, i'm so sorry, Kianna. Batinnya meminta maaf.

"Ahh begitu." Kianna hanya mengangguk-angguk paham, tanpa rasa curiga, ia melanjutkan pertanyaannya, "Oh iya, kau akan membawaku kemana?" tanyanya di selingi rasa penasaran. Apa ia akan di ajak menuju pantai seperti waktu itu? Atau ia akan di ajak ke taman bermain? "Nanti juga kau akan tahu." jawabnya singkat yang membuat Kianna mendengus kasar.

Kini, angannya tentang pantai atau taman bermain berangsur memudar, bagaimana tidak? Seketika ia melihat bangunan besar yang membuatnya bingun, takut, dan juga kecewa. "Jangan bilang aku tak tahu, Na. Dan jangan kau sembunyikan apapun dariku, siapa yang membuat luka di tubuhmu?" Kianna sontak memekik kaget. Ia memandang Jeno dengan ekspresi terkejut, lidahnya seakan kelu untuk menjawab. Semua terlalu mendadak menurutnya.

"S- Sean.." cicitnya pelan, ia menunduk. Sedangkan Jeno langsung menghela nafasnya berat, menggenggam setir mobilnya erat, hingga kuku-kukunya tampak memutih, ia juga memejamkan matanya untuk meredam emosinya tersebut.

Satu Juta Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang