Bab 19

574 49 6
                                    

Pukul 13.00, Ara keluar dari kelas dan sekarang ia sedang menunggu supir yang di suruh oleh Andrian. Cukup lama Ara menunggu, tapi tidak datang juga, akhirnya ia memutuskan naik angkot menuju kantor Andrian.

Sampai di kantor Andrian, Ara hendak masuk, namun di tahan oleh security.

"Mau ke mana, Dek?" tanya security tersebut.

"Mau ketemu suami saya, Pak," jawab Ara membuat para security tertawa.

"Katakan, siapa karyawan kantor yang mau menikahi gadis polos sepertimu," ledek security, membuat Ara langsung naik pitam.

"Pak, jaga omongan anda! Suami saya Andrian Pratama, CEO di kantor ini," bentak Ara, namun lagi-lagi para security menertawakannya.

Ara yang merasa dipermalukan, masih menahan air matanya agar tidak turun, Ara melihat para security masih tertawa, dengan sigap ia berlari ke dalam. Namun, langkahnya terhenti saat tangannya di tarik paksa oleh security.

"Pak, lepasin. Tangan saya sakit, saya mau ketemu suami saya," ucap Ara, tapi tidak dihiraukan oleh security.

"Kak Andrian!" teriak Ara sekuat tenaganya, membuat security semakin mempererat cekalannya.

***

Ruangan Andrian yang tidak terlalu jauh dari pintu masuk, samar-samar Andrian mendengar suara teriakan, dengan segera ia keluar mencari sumber suara.

Dari kejauhan Andrian melihat security menyeret-nyeret Ara dengan kasar, emosi Andrian langsung naik. Secepat mungkin Andrian berlari mendekatinya.

"Security!" Bentak Andrian, membuat security langsung menoleh ke sumber suara, begitupun dengan Ara yang menangis karena kesakitan.

"I--iya, Pak," jawab para security takut melihat  Andrian.

"Kak," lirih Ara, membuat Andrian semakin marah melihat kondisi istrinya.

"Lepaskan tangan istri saya dari tangan jahat kalian itu!" bentak Andrian, membuat para security kaget dan langsung melepas tangan Ara.

"Ja--jadi, gadis ini, istri bapak," ucap security tidak percaya, Andrian tidak menghiraukan security.

Andrian langsung mendekati Ara, kemudian menggendongnya ala bride style, ia melihat tangan Ara sudah biru karena cekalan yang terlalu kuat.

"Kalian mau saya pecat sekarang!" bentak Andrian, membuat para security langsung menunduk, begitupun dengan Ara yang kaget dengan bentakan Andrian, ia langsung menenggelamkan wajahnya di jas suaminya.

"Maafin kami, Pak." ucap kedua security tersebut.

"Ingat, ini kesempatan terakhir buat kalian berdua, jika sekali lagi kalian berbuat seperti ini, meskipun itu kepada orang lain. Saya akan langsung memecat kalian dengan tidak hormat, paham!" bentak Andrian.

"Pa--paham, Pak," jawab para security takut.

Andrian langsung membawa Ara ke ruangannya, dan merebahkan tubuh Ara di kamar peristirahatannya.

Andrian memegang luka Ara, membuat Ara langsung meringis kesakitan, kemudian Andrian mengambil kotak P3K, lalu mengobati tangan Ara.

"Ish … sakit, Kak," ringis Ara, membuat Andrian langsung kasihan melihat istrinya yang menahan sakit, demi bertemu dengannya.

Ia langsung meniup pelan luka Ara, lalu menciumnya dengan lembut supaya Ara tidak kesakitan.

"Kenapa tidak telpon Kakak tadi?" tanya Andrian.

"Gak sempat Kak, Ara langsung di seret," terang Ara sambil menangis. Andrian yang melihat itu, langsung membawa Ara kepelukannya, kemudian mencium ubun-ubun Ara.

"Maaf, Kakak lupa nyuruh supir menjemputmu tadi," ucap Andrian yang dibalas anggukan oleh Ara.

"Kamu naik apa ke sini?" tanya Andrian.

"Naik angkot," jawab Ara membuat Andrian langsung kaget.

"Loh, kenapa gak pesan driver online?" tanya Andrian lagi.

"Mahal," jawab Ara membuat, Andrian langsung melepaskan pelukannya, lalu menatap manik Ara dalam.

"Gak apa-apa sayang, Kakak nggak bolehin Ara lagi naik angkot," bujuk Andrian yang dibalas anggukan oleh Ara.

"Kamu udah makan?" tanyanya yang dibalas gelengan oleh Ara.

"Kita pesan online aja ya,"

"Iya, Kak,"

Sambil menunggu pesanan mereka datang, Andrian terus meniup tangan Ara. Tidak lama kemudian, pesanan mereka datang lalu mereka makan bersama sesekali Ara menyuapi Andrian begitupun sebaliknya.

"Kita pulang jam 4 ya, Kakak masih ada kerjaan sedikit lagi," ujar Andrian yang dibalas anggukan oleh Ara.

Selama Andrian bekerja, Ara juga tidak tinggal diam ia menyusun berkas-berkas yang berantakan. Sesekali Andrian melirik istrinya yang tengah duduk di lantai sambil menyusun berkas-berkasnya.

"Jangan duduk di lantai sayang, nanti masuk angin,"

"Nggak apa-apa, Kak," jawab Ara tanpa melihat suaminya, membuat Andrian menghembuskan nafas kasar.
                       "Bersambung"

               

Musuhku Penyelamat HidupkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang