¬4¬

1K 220 19
                                    


"Kalian lagi ngomongin apa?"

Deg

Kepala mereka bergerak kaku menghadap ke belakang–kearah salah satu bilik paling ujung.

Disana terdapat pemuda berdiri dengan rambut yang sedikit acak–acakan dan tampang seperti baru bangun tidur.

Mereka berlima sontak memasang wajah datar.

"Lo bikin kita takut, Mashi!"

Mashiho terkekeh lalu berjalan dan memilih duduk diantara yang lain. "Ini kalian bahas apaan dah? Tegang banget perasaan."

"Eh ada Junghwan sama Haruto."

Jihoon langsung menoleh cepat. "Lo gak denger ada teriakan dari aula?"

Mashiho menggeleng. "Enggak. Gue dari tadi tidur."

Junkyu menghela napas. Dia lupa kalo Mashiho–teman beda kelasnya ini tidur kayak mayat.

"Ini ada apa sih? Muka kalian tegang banget."

"Mashiho kita dalam bahaya."

"Hah? Bahaya? Bahaya kenap-"


BRAKK


"Cepetan lari woi!"

"Tolongin kita!"

"Hahaha kalian tidak bisa lari jauh!"

"Kalian akan mati perlahan."

"Anak-anak muridku tersayang."

"Akhh sakit!"

Mereka sontak berlari ke arah jendela untuk memastikan apa yang terjadi.

"Aman," kata Junghwan.

Jihoon lalu membuka pintu ruangan dan berlari kearah dinding pembatas, lalu mengintip apa yang sedang terjadi di gedung depan.

Dibawah ada semua murid berhamburan keluar dari aula. Ada yang sudah menangis, berjalan tertatih–tatih dan bahkan ada yang sudah berdarah–darah.

"Itu mereka kenapa?"

"Masuk lagi. Kita gak aman kalo terus diluar."

Keliatan jelas kalo Mashiho yang paling syok diantara mereka. Mungkin ini pertama kali bagi dia. Ditambah suara–suara teriakan masih terdengar.

"Ini yang gue bilang bahaya," kata Junkyu.

"Kalian denger kan tadi pak kepsek bilang apa?"

Mereka mengangguk.

"Apa jangan–jangan dia psikopat ya?"


BRAK


"Tolongin gue siapapun!"

Teriakan seorang pemuda yang berasal dari luar ruangan membuat keenam pemuda itu menegang.

"Duh gue gak siap," lirih Junkyu.

"Tolongin gue! Akhh sakit!"

Sreng

Sreng

"Mau kemana kau? Disini tidak ada orang." Pak Mino berjalan mendekat.

"Kemarilah aku akan membantu mu. Aku sudah tak sabar ingin mencincang mu."

"Kita tolong dia."

Semua langsung menatap kearah Jihoon. "Tapi kak diluar–"

"Setidaknya kita tolong dia. Daripada mati sia–sia didepan kita."

Yang lain masih terdiam. Mereka terlalu takut untuk melakukan apapun. Salah sedikit nyawa mereka bahaya.

Junghwan menatap sekitar. "Disini ada peralatan yang bisa kita gunain untuk senjata."

Mereka langsung bergegas mengambil apa saja yang bisa dijadikan senjata. Seperti Junghwan yang membawa sapu, Haruto membawa bantal, Jeongwoo membawa selimut, Junkyu dan Mashiho yang membawa sendok dan garpu.

Jihoon yang menatap itu mengernyit.
"Ini gak ada yang lain gitu senjata nya?"

"Seadanya doang Hun!"

Jihoon mengangguk, "Oh-h yaudah."

"Lo gak bawa senjata, Hun?"

"Gue kan kuat." Jihoon dengan tampang songongnya.

Mereka berjalan perlahan kearah pintu. Lalu mengintip sedikit dari celah, ternyata pemuda itu ada beberapa meter dari ruang kesehatan. Sedang terduduk dilantai dengan kaki yang mengeluarkan darah. Dari arah sebrang, Pak Mino berjalan dengan kedua pisau di tangannya.

"Pak Mino mainnya pisau njing!"

"Ya terus lo mau dia main bebek–bebekan?"


























"Akhh sakit!"

Erangan seorang pemuda memenuhi lorong sekolah.

"Mau kemana kau? Disini tidak ada orang."

Pemuda itu sontak menoleh kearah Pak Mino.

"Kemarilah aku akan membantu mu. Aku sudah tak sabar ingin mencincang mu."

"Bangsat! Guru apa lo, mau bunuh anak muridnya sendiri?!"

Pak Mino terkekeh. "Jaga bicaramu. Aku ini guru mu tau."

"Bacot njing!"

Pak Mino terus berjalan mendekat membuat pemuda itu mundur.

"Berhenti pak! Diem disitu!"

"Aku kan ingin membantu mu." Pak Mino tertawa keras.

Pemuda itu semakin mundur.

"TOLONG! SIAPAPUN!"

"Disini tidak ada orang. Percuma saja."

Duk

Punggung pemuda itu menabrak meja yang ada disana.



Pak Mino ber smirk.

"Baiklah. Dari mana aku bisa memulai acara mencincang ini?"

Pak Mino melayangkan pisau nya kearah perut pemuda itu.

Jleb




















Sepertinya bukan kearah perut tapi pisau itu menancap di bantal putih.

























Haruto menyengir. "Gak kena ya pak?"

Pak Mino menggeram kesal. Menarik kembali pisau nya lalu mengarahkan nya ke Haruto.

Namun seketika pandangan Pak Mino memutih.







"Cepet ambil pisau nya!" seru Jeongwoo yang sedang menutup kepala Pak Mino dengan selimut.

Jihoon langsung mengambil pisau yang berada di tangan Pak Mino. Junkyu dan Mashiho yang membantu pemuda itu untuk berdiri dan Junghwan yang langsung memukul tengkuk Pak Mino dengan sapu.

Merasa tak ada pergerakan dari Pak Mino, Jeongwoo langsung membuka selimut. Ternyata Pak Mino pingsan.

Jeongwoo mendecih. "Mainnya pisau, tapi sekalinya dipukul pingsan."

"Kita pindahin Pak Mino dari sini," kata Jihoon.

"Hati–hati kalian. Kita duluan balik ke ruangan mau ngobatin ni anak," kata Junkyu sambil memapah pemuda tadi bersama Mashiho.

Jihoon, Jeongwoo, Haruto dan Junghwan mengangkat tubuh Pak Mino lalu diletakkannya di toilet laki–laki, mengikat tangan dan kaki nya dengan dasi mereka. Lalu pergi dari sana.










Bloody Day ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang