21.Kepungan

5 2 4
                                    



Raihan masih berusaha membuka daun pintu pada ruangan yang menyekapnya. Sudah hampir satu jam Raihan berusaha membuka pintu dengan sisa tenaganya. Raihan menggunakan penjepit kertas yang terselip di sakunya. Itu memang kebiasaannya; membawa penjepit kertas ke mana pun ia pergi. Sesekali Renata menegurnya dengan menanyakan pertanyaan yang sama seperti 'untuk apa penjepit itu lo bawa-bawa' Raihan sampai hafal dengan kalimat yang dilontarkan Renata terhadapnya.

Raihan terkejut ketika sebuah bunyi lirih menggenapkan usahanya. "Yash," katanya lirih. Raihan mengayunkan pegangan pintu dan membukanya perlahan. Kepala raihan menjulur ke luar, melihat sekitar yang ternyata adalah sebuah lorong yang panjang.

Raihan membuka ambang pintu itu dan melintas serta menutupnya kembali. Perlahan ia mulai meninggalkan ruangan itu, menjarakinya. Raihan menelusuri lorong yang hening itu. Raihan masih merasa aman, tak ada sesuatu yang mencurigakan atau suatu rasa kehadiran orang asing mendekati dirinya.

Raihan mulai memperluas pandangannya, sesekali ia harus bersembunyi di antara furnitur yang diletakkan di sekitar lorong panjang, dengan permadani bercorak ukiran kompleks berkelir emas dan merah, lorong itu dilapisi dengan dinding berlapis kayu, dengan tiang berbentuk silinder, lukisan yang terpajang dengan jarak tertentu, dan beberapa pot tanaman yang berjajar tepat menyandar di tiang-tiangnya. Terdapat beberapa lampu yang menyorot lukisan: membuat suasana di ruangan tersebut tampak seperti ruang galeri foto.

Raihan merasa aneh, juga curiga. Mengapa sepi sekali di sini? Ini gawat, apa aku harus kembali ke kamar itu lagi?

Raihan berhenti sejenak, ia kembali menyapu pandang ke arah sekelilingnya. Keanehan masih menyertainya karena CCTV yang terpasang di ruangan tersebut pun tak terlihat lampunya berkedip, menyala, atau gerakan pada CCTV itu.

Raihan memutuskan untuk melanjutkan langkahnya, mengendap-endap.

Tak ada satu orang pun, akan tetapi desiran darahnya semakin kencang, Raihan tak bisa mengelak itu adalah pertanda bahwa dirinya tidak aman.

./-././.-./ --./..

Raihan masih bersembunyi di balik guci yang bersembunyi di balik dinding yang sedikit menjorok daripada dinding lainnya.

Suara bariton dan langkah kaki (hampir serempak) mulai mendekati posisi Raihan sekarang. Raihan semakin menciutkan tubuhnya, berharap dirinya bisa menghilang dan langsung menerobos di antara orang-orang yang laun semakin mendekat. Raihan sampai menahan napas ketika sekumpulan orang itu berada pada jarak yang amat dekat dengannya.

Terdengar suara kekehan di antara kumpulan orang-orang itu."Kerja kalian memang bagus, aku tak sabar melihatnya." Suara bariton yang dalam, jelas, santai, akan tetapi seakan menyembunyikan suatu misteri.

Sebuah suara yang berbeda muncul. "Terima kasih, Tuan, kami sangat senang bisa melayani, Tuan."

"Aku ingin melihatnya dari dekat." Orang ini menaikkan dagunya. Tongkat yang berada dalam genggamannya, kini berdiri tegak: sejajar tubuhnya.

Raihan menutup mulut, terlalu lama baginya untuk menahan napas sepanjang pembicaraan kumpulan orang yang sekarang masih berada tepat di belakangnya; mereka hanya terpisah guci yang menjadi saksi keduanya.

"Jangan banyak bicara. Cepat ke kamarnya."

Beberapa menit berlalu, kumpulan orang itu sudah tak terlihat lagi. Raihan merasa aman, ia kembali mengendap-endap, semakin menjaraki kerumunan tadi.

"Tapi maaf Tuan, mungkin kami memberikan anestesi terlalu banyak hingga berefek pada tubuhnya, tapi kami sudah menanganinya dengan obat peredam."

"Begitu, rupanya." Seseorang yang disebut-sebut sebagai tuan ini mengangkat sudut bibirnya, sedangkan pandangannya tertuju ke arah pintu kamar tempat Raihan disekap.

E.N.E.R.G.Y [Action-Mystery]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang