12. Kembali

3 2 0
                                    


—Suluk, cara mudah menenangkan diri—


Pukul 05:46 ...

Raihan membuka pintu kamarnya. Rasa remuk masih lekat di tubunhya, seperti habis dikeroyok orang satu kampung. Atas tindakan apa? Akhirnya pikiran yang menggelayut itu ia kibaskan. Ia mengusap mukanya dengan kasar, seketika berjengit dengan lengan yang terasa pegal, ngilu menyengat hingga ke pangkal lengan. Tangannya seakan mau patah, sebesit ingatan tadi malam menelusup masuk ke dalam pikiran. Ia tak dapat membayangkan dirinya bisa beraktraksi seperti pemain sirkus.

Lama dalam lamunan membuat ia lupa bahwa ia harus turun untuk menikmati paginya. Sepanjang perjalanan menuruni anak tangga Raihan termenung, mengapa mimpi yang selama ini memelukknya tak datang lagi beberapa hari ini? Pikirannya terus mencoba meraih kata yang mungkin bisa dijadikan alasan.

Sesampainya pada anak tangga terakhir, ia mendapati punggung yang sedang bersandar di kursi tempat favoritnya. Wajahnya kontan dalam mode kesal, matanya memicing menghela napas berat ingin menggugah orang itu. Namun, saat mendekatinya perasaan aneh apa lagi yang masuk untuk bertamu.

Perasaan di hatinya sekarang terpantul pada manik matanya. Nelangsa. Ya, ia melihat wajah Renata yang pucat. Apakah dia kurang tidur? Wajah dengan mata terpejam dan anak rambutnya berayun mengikuti gerak angin yang menerpanya lembut. Raihan tak bisa mengelak, rupanya semakin dekat dengan wajah yang dulu membersamainya. Apakah ini hanya delusi? Halusinasi?

Satu yang tak dapat mengenyahkan rasa iba dan simpati mendalam dari perempuan ini adalah energi yang dibawanya saat ini. Seakan-akan Raihan ikut tercekik dan tenggelam dalam lautan nestapa. Namun, apa? Semakin ia bersikeras untuk menerka semakin kosong isi kepalanya.

Seketika Renata terperanjat. "Oh Rai, sorry gue ...." Ketika Renata ingin bangkit dari kursi, Raihan mengangkat tangannya rendah, memberi isyarat.

Raihan kontan berkata,"gak apa, duduk aja di situ."

"Tap—tapi ini ...." Renata menoleh ke arah air mancur di belakangnya. Kemudian kembali menyapu pandang ke arah Raihan.

"Lo tahu? Oh ... ya, gue suka di situ." Raihan menunjuk ke kursi yang kini Renata tak lagi melekatkan tubuhnya.

"Gimana? Rileks kan?"

Renata hanya mengangguk. Suatu kejadian yang sangat langka, bahkan hampir punah bahwa orang ini bisa beramah-tamah dengannya. Apa dia habis jatuh dari tangga? Kepalanya kebalik? Atau ... tadi malam bertukar otak sama para tersangka? Begitulah pertanyaan di alam pikir Renata. Apa pun itu intinya ia harus tak peduli. Kini identitas dan di mana dia bersembunyi telah terbongkar. Perang menjadi slogan yang dijalankannya kini.

Selama beberapa menit hening menemani mereka. Raihan gusar dengan hawa yang dibawa Renata, tapi tak mungkin dia serta-merta pergi. Tujuannya ingin menikmati paginya dengan relaksasi oleh gemercik air akan kandas jika ia mengindahkan hasratnya.

Sementara itu, sebuah suara bersahabat memecah keheningan di antara mereka.

"Wah, pagi-pagi sudah pada ngumpul aja? Rai tumben bangun pagi." Kendatipun kedatangannya membuat hawa yang tadi mencekik Raihan kabur, akan tetapi dirinya mendapat teguran yang semakin membuat ia malas. Raihan mendengkus.

./-././.-./ --./..

Pukul 09:30 ...

Kholili membolak-balikkan lembaran kertas yang terkait pada sebuah papan jalan di tangan kanannya.

E.N.E.R.G.Y [Action-Mystery]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang