4 - Rezeki Ngga Kemana

1.1K 104 36
                                    


Happy Reading

Badrun sampai juga di kontrakannya, tangannya menenteng tiga plastik kresek. Satu berisi keperluan mandi Chika, satu lagi perabotan dalamnya, kantong kecil berisi lauk pauk makan siang Chika. Ia akan makan siang di kantor saja, sementara ia menahan lapar sampai siang. Badrun meletakkan di ruang depan. Karena Chika tidak ada di ruang depan, pasti itu anak tertidur. Dan benar. Badrun membuka pintu kamarnya, Chika tidur. Ia tertegun mendapati pemandangan indah di depannya. Wajah cantik Chika dalam tidur.

"Ya Tuhaaan, cakep amat jodoh orang..." gumam Badrun menunduk memandangi kecantikan Chika. Ingin rasanya membelai rambut yang menutupi keningnya.

Chika menggeliat, Badrun buru - buru keluar dan lekas ke dapur. Menghangatkan sup sayur yang ia beli barusan di dalam magic jar. Ia juga membeli gorengan untuk tambahan lauk Chika.

"Drun?" Chika keluar kamar menutupi dadanya memakai sarung dan menoleh.

"Eh, aku udah beliin semua. Itu ada di depan. Kamu cek ya. Aku lagi masak," sahut Badrun.

Chika bergegas ke ruang depan. Ia melihat isi kresek yang Badrun bawa. Hatinya bercampur senang dan lucu, Badrun ternyata bisa diandalkan membeli kebutuhan wanita. Ia lalu kembali masuk kamar guna mencoba pakaian dalam yang dibeli Badrun di kamar. Lagi - lagi Chika begitu bahagia. Pakaian dalamnya pas, meski bukan merk terkenal yang biasa ia pakai.

"Drun, makasih banyak ya." Chika tersenyum manis.

Badrun terhenyak dan menoleh karena Chika sudah ada disampingnya. Ia tertawa. "Iya, sama - sama. Ada yang salah atau ngga pas?"

Chika menggeleng.

Tetiba Chika mendaratkan ciuman di pipi Badrun dan berlari masuk kamar. Dari dalam kamar Chika berteriak, "Makasih banyak ya, Drun!"

Tinggalah Badrun yang berdiri mematung kaku, tidak menyangka akan mendapat hadiah ciuman dari Chika. Ia yang tadinya hendak mandi akhirnya diurungkan. Supaya bekas ciuman Chika tidak hilang sensasinya. Di dalam kamar Chika cekikikan, baru kali ini ada laki - laki yang rela membelikannya pembalut dan pakaian dalam tanpa menolak dan protes. Apakah Badrun termasuk spesies langka?

°°°

"Ini buat apa?" tanya Chika ketika disodori uang dua puluh ribu oleh Badrun.

Badrun mengambil helm, bersiap berangkat kerja. Motornya sedang dipanasi di luar. "Buat Chika jajan kalo mau ngemil. Di ujung gang ada warung. Jangan lupa pake masker sama topi tiap keluar. Masker bersih ada di kamar. Topi pake punya Badrun aja."

Chika tersenyum saja, terlalu sering kata terima kasih keluar dari bibirnya.

"Aku pulang malam jam delapan. Kalo udah lapar banget, goreng telur aja dulu ya," tukas Badrun.

"Iya.." jawab Chika singkat. Ia melambaikan tangannya sewaktu motor Badrun sudah berjalan.

Di dalam Chika menepuk keningnya, ia memegang kartu perdana, tapi ponselnya dibawa Badrun bekerja. Padahal ia ingin sekali menelepon Mamanya.

Sementara Badrun berharap motornya tidak mogok dan bensinnya cukup untuk berangkat dan pulang. Uangnya benar - benar sudah habis untuk belanja keperluan Chika. Ia tak menyesali, justru lebih menyesal jika tidak bisa membantu abege itu. Meski kebenaran ceritanya sedikit ia ragukan. Kalau kantor menolak kasbon, terpaksa Badrun mengaktifkan aplikasi ojolnya sekedar mencari tambahan beli makan esok pagi.

"Wah, sudah tidak bisa, Drun. Kamu mau gajian berapa kalau terus - terusan kasbon. Ini saja gaji kamu sudah dipotong dua puluh persen buat mencicil." Begitu penjelasan bagian keuangan mengenai posisi jumlah pinjamannya di kantor.

"Tolonglah, Bu. Kali ini aja. Darurat." Badrun memohon.

"Tidak bisa, Drun. Maaf."

Wajah Badrun lesu dan kuyu, ia meninggalkan ruangan dan kembali ke pos jaga. Ia duduk melamun dan menahan rasa lapar. Kalau ia tidak dapat uang hari ini, besok Chika makan nasi sama kecap atau malah mie instant. Ah, Badrun tidak setega itu. Bagaimana pun, ia harus mendapat uang meski sepuluh ribu rupiah. Sempat terlintas meminjam uang ke Mira.

"Ngga, jangan sampe gue minjem ke Mira. Mau gengsi atau malu. Pokoknya jangan sampe. Gue ngga boleh keliatan nyerah di depan Mira," Badrun bergumam dengan batinnya.

"Drun!" Sebuah tepukan di punggung mengagetkannya. Ia melirik. Mira.

"Ada apa, Mbak Mira?"

"Ngapain lo ngelamun masih siang?" Mira menertawainya.

"Ah, senyumannya. Lagi - lagi memuji jodoh orang." ujar Badrun dalam hati.

"Ooh, jemuran ngga kering Mbak Mira. Ada perlu apa?" Badrun mengubah posisi duduk menghadap Mira.

"Tolong beliin tinta printer, Drun. Ini duitnya. Kembaliannya ambil aja.

Badrun menerima uang dua ratus ribu dari Mira, "Siap, Mbak Mira." Ia begitu bersemangat. Segera menyalakan motornya dan membeli tinta yang tidak jauh dari kantor. Mira sebenarnya bisa saja menyuruh OB untuk membeli, tapi dia lebih suka menyuruh Badrun.  Sekembalinya ke kantor dan memberikan tinta itu, Badrun menggenggam uang dua puluh ribu kembalian yang menjadi haknya. Wajahnya berseri. Uang ini ia simpan untuk membeli makan nanti malam dan besok pagi.

°°°

Badrun sudah sampai di depan rumah Mira, seperti biasa mengantar Mira pulang. Shift Badrun baru selesai jam delapan malam. Sedangkan Mira sudah pulang pukul empat sore.

"Masuk, Drun..." Mira mempersilahkan Badrun duduk di ruang tamu, Mira masuk ke dalam kamarnya mengambil beberapa baju lamanya yang sudah jarang ia pakai. Tak butuh waktu lama, ia membawa setumpuk pakaian. "Ini kamu bawa aja semua, Drun. Semoga aja ukurannya cocok sama sepupu kamu."

"Ini terlalu banyak, Mbak Mira." Badrun terharu. Ada lebih dari dua puluh pakaian baik baju, celana, atau rok tak terpakai milik Mira.

"Ngga papa. Ngurang - ngurangin barang. Jadi numpuk di lemari. Oh iya. Gimana ceritanya sepupu kamu bisa kena hipnotis gitu?"

Badrun menelan ludah, tidak menyangka Mira bertanya hal itu. Terpaksa ia menciptakan kebohongan lagi. "Waktu saya habis nganter Mbak Mira, saya ditelepon saudara saya. Si itu udah sampe belum. Ternyata belum. Saya kaget, saya susurin dari terminal sepanjang jalan. Untungnya ketemu lagi nangis di halte. Dia kena di terminal katanya. Jadi dia jalan aja terus ga tau arah."

"Maafin saya, Mbak Mira," kata Badrun di dalam hati.

"Ya Tuhaan. Tapi dia ngga papa kan, Drun?"

"Ngga, Mbak Mira. Dia mau main aja ke Jakarta. Baru lulus sekolah."

"Ooh. Eh, Drun. Maaf bukannya ngusir. Kamu balik lagi kantor. Ntar dicariin kelamaan pergi," tukas Mira.

"Iya, Mbak Mira. Makasih banyak bajunya."

"Sama - sama, Drun..."

Badrun kembali ke kantor menenteng satu plastik besar berisi pakaian tak terpakai milik Mira. Rezeki memang ngga kemana. Pasti ada aja jalannya buat yang mau terus berusaha.

°°°

Jam setengah sembilan lewat Badrun baru saja sampai di kontrakan. Ia segera memasukkan motornya ke dalam. Setelah melepas helm, jaket, dan sepatu, ia melangkah ke kamarnya menengok Chika. Tapi apa yang Badrun lihat, Chika sedang menangis, mengerang kesakitan memegangi perutnya.

"Chika?!"

°°°

Tbc

Klik vote

Bidadari Badung 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang