6 - Kerja Keras

919 110 41
                                    


Happy Reading

Badrun terbangun dalam posisi dipeluk Chika, entah bagaimana, Chika sudah disampingnya menjadikannya seperti guling. Kepalanya berbantalkan dadanya mendekap lengan. Kaki Chika menyilang di atas perutnya. Ia menyingkirkan perlahan tubuh Chika saat hendak bangun pagi. Bukan kali ini saja Chika seperti itu jika mereka tidur berdua.

Usai mandi, satu porsi ayam crispy semalam akhirnya dimakan Badrun berdua dengan Chika yang menjadi sarapan pagi mereka. Pagi itu Chika sudah cantik sekali memakai kaos warna pastel pemberian dari Mira dan celana training strip tiga. Serta wangi harum parfum yang dibelikan Badrun.

Badrun lebih banyak makan nasinya daripada mencuil ayamnya. Ia hanya pura - pura mengambil potongan ayamnya. Semua potongan ayam diberikan untuk Chika tanpa disadari. Ia sudah terbiasa tidak sarapan pagi. Kadang di kantor suka ada yang membelikan sekadar satu potong roti dua ribuan. Cukuplah mengganjal perut.

Tidak apa - apa Badrun berkorban. Ia tidak merasa terbebani dengan kehadiran Chika. Justru ia akan kepikiran dan makin terbebani jika andaikata ia tidak menolong Chika waktu itu. Entah ada di mana Chika kini.

"Badrun mau kemana pagi - pagi udah rapi?" tanya Chika menghabiskan nasi terakhir di piring yang jadi alas makan mereka berdua.

"Mau ngojek online. Kerja kan masih nanti siang. Daripada bengong di rumah."

"Ini bawa..." Chika menyerahkan uang jajan yang kemarin diberikan Badrun. Uang itu ditolak Badrun.

"Chika simpen aja. Badrun ada kok." Badrun tersenyum.

"Ngga boleh bo'ong ya?" tuduh Chika menunjuk Badrun. Mengernyitkan dahinya.

"Chika pake aja buat jajan. Nanti kalo ada rejeki, Badrun tambahin." Badrun mengangkat piring itu dan mencucinya di dapur.

Chika sumringah, ia simpan kembali uang itu ke dalam sakunya.

"Badrun berangkat ya? Doain dapet banyak penumpang." Badrun memakai helm di kepalanya.

Chika tiba - tiba mencium tangan Badrun. "Chika pasti doain kok."

"Hati - hati ya di rumah. Inget pake masker sama topi." Badrun menatap lekat kedua bola mata Chika yang menarik. Sudut bibir gadis itu menaik membentuk senyuman manis. Cukup sebuah anggukan membuat Badrun bersemangat pagi itu.

Motor Badrun berjalan pelan meninggalkan kontrakannya. Chika masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu. Sudah lama Badrun tidak ngojol, rasa lelahnya kadang mendera membuatnya enggan beraktivitas setelah atau sebelum kerja. Motornya diarahkan ke pangkalan yang dulu sering ia datangi. Tinggal beberapa ratus meter, motornya mogok. Bensinnya habis. Badrun kesal memukul speedometer motornya.

Badrun tak berani mengumpat. Ia simpan saja kekesalan dalam hatinya. Dompetnya sudah kosong. Sebenarnya di rumah ada uang, tapi itu untuk membayar kontrakan tiap bulan. Tidak berani Badrun mengambil tabungan itu meski hanya seribu rupiah. Ia dorong saja motornya mendekati penjual bensin eceran.

Belum sampai, ponselnya berbunyi. Mira.

"Halo Drun, kamu jadi jemput aku?"

"Maaf, Mbak Mira. Motor aku mogok. Bensinnya habis."

"Kamu di mana?"

"Masih deket kontrakan sih."

"Bisa cepet ke sini ngga habis ngisi bensin. Saya mau ke kantor klien."

"Tapi, Mbak. Uang saya...naik ojol aja, Mbak. Maaf."

"Uang kamu kenapa, Drun?"

Bidadari Badung 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang