18 - Di Antara Mereka

1.2K 92 27
                                    


Happy Reading

Badrun tiba - tiba terbangun di tengah malam, ia melirik jam dinding. Pukul 02.30. Dadanya terasa berat karena Chika tertidur di atasnya dalam keadaan bertelanjang dada. Badrun sempat mengintip, ia tidur tidak memakai celana sejak Chika mengoral kemaluannya tadi. Baru kali itu ada seorang cewek melakukan hal itu padanya. Ia akui ia menyukai hal itu, tapi bukan itu yang dia inginkan dari Chika.

Badrun menyempatkan mencium puncak rambut Chika sebelum perlahan mengangkat tubuh gadis itu dari dadanya, dan ia baringkan. Ia menelan ludah lagi memandangi kedua bongkahan kenyal milik Chika yang putih bersih. Ia bisa melihat pembuluh darah di sekitar aerola dua titik coklat kemerahan di puncaknya. Ia tutupi tubuh Chika dengan selimut.

Ia memakai kembali celdam dan celananya. Dalam pikirannya, Badrun masih membayangkan betapa nikmatnya orgasme yang dia rasakan tadi. Segitu lihainya kah Chika melakukan itu? Apa jangan - jangan Chika tidak selugu yang ia bilang? Bagaimana dia bisa mengoral Badrun sampai kelelahan? Ah, Badrun mengalihkan pikiran itu. Ia tidak ingin neko - neko. Memikirkan hal tadi, justru memperburuk otaknya. Ia tidak ingin jadi omes bila melihat Chika.

Badrun bangkit dan melangkah ke belakang. Karena sudah tak bisa tidur, ia mandi wajib saja sekalian. Setelahnya ia mencuci pakaian milik Mira dan jaketnya yang sempat terkena muntahan.

Mira terbangun dari tidur lelapnya karena mendengar suara gaduh di luar kamar. Kepalanya masih sedikit pening, namun jauh lebih baik. Ia terperanjat mendapati pakaiannya sudah berganti. Ia mengintip, tidak memakai bra, dan bagian bawah sudah berganti celana yang ia kenali sebagai miliknya dulu sebelum dihibahkan ke Chika.

Ia bangkit dari tempat tidur, tubuhnya sudah terasa lebih enteng dan hangat. Kepalanya mengintip dari balik pintu. Suara gaduh dari arah belakang, ia melangkah ke sana dan melihat Badrun sedang mencuci pakaian.

"Drun?" Mira menyapa. Ia membungkuk dari luar kamar mandi, tangannya bertumpu di lutut.

Badrun menoleh sumber suara. Lagi lagi mata Badrun disuguhi pemandangan belahan dua bongkahan kenyal yang menggantung bebas tanpa bra di dalam kaos Mira, jarak mata dan kedua bukit itu tak sampai sejengkal. Ia melirik sedikit ke atas. Mira. Ia buru - buru membuang muka.

"Eh, Mir. Kok bangun?" Badrun melanjutkan mencuci.

"Kamu nyuci baju aku ya?" Mira mengenali tank top dan bra miliknya yang Badrun cuci dengan hati - hati.

"Iya, kena muntahan kamu."

"Makasih ya semalem udah mau jemput aku. Ga kebay–"

Badrun menukas cepat, "–sama - sama. Jangan diomongin lagi ya." Ia hanya menoleh sedikit, sekedar menghargai lawan bicara.

"Iya, Drun. Aku juga minta maaf."

"Maaf untuk apa? Mira ga salah apa - apa." Suara Badrun lembut dan tenang seperti biasa.

Mira berjongkok dan bersandar di pintu kamar mandi. "Aku ga balas WhatsApp kamu, nyuekin kamu di kantor, nuduh kamu soal Chika."

"Ooh, kan kamu sibuk kuliah. Aku maklum. Aku juga ngga ngerasa dicuekin. Waktu itu kamu lagi ribet sama kerjaan juga. Wajar. Soal Chika, dia baik - baik aja. Ga aku apa - apain."

Mira agak emosi, tapi suaranya dipelankan. Tak elok marah - marah di pagi buta seperti ini. "Kamu kenapa sih selalu memaklumi, menganggap semuanya wajar? Apa kamu pikir aku senang kamu diam, terlalu sabar?"

Badrun menghentikan cuci bajunya. Ia balik badan menarap Mira. "Dari dulu aku ya begini. Sabar, pendiam. Kamu maunya aku gimana? Marah? Ya ngga bisa, Mir."

Bidadari Badung 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang