7 - Nasib

837 118 18
                                    


Readers view menurun, vote menurun
Ah, sudahlah :(

Happy Reading

Tiga minggu sudah berlalu, tidak terasa Badrun dan Chika semakin dekat, akrab, dan kemanjaan Chika semakin menjadi. Badrun masih tetap konsisten menganggap Chika sebagai adik. Rasa sayangnya sebatas itu. Badrun ngga berani bertingkah macam - macam. Meski, kadang tingkah Chika membuatnya ingin membalas kemanjaannya dengan kemesraan, tapi ia masih mampu mencegah niat itu.

Di kantor, ia suka cemburu melihat kedekatan Mira dengan pria lain yang merupakan salesman handal kantor. Wajahnya sama - sama ganteng seperti Badrun. Beda nasib aja. Nasib Badrun kebetulan sedang berada di bawah. Mira masih sering minta tolong diantar dan dijemput Badrun. Ia senang - senang saja walau jadi tukang ojeknya.

"Udaah, Drun. Ikhlasin dah. Kalah elo sama dia," seloroh seorang rekan kerja sesama sekuriti.

"Weh, sialan lo! Masa Badrun nyerah!"

"Lo lagian kenapa ngga nembak dia aja sih?"

"Hmm..belum waktunya aja."

"Takut ditolak sih. Trus Mira menjauh. Ga enakan. Udah ditolak, eh Mira menjauh. Apes." Badrun curhat ke hatinya sendiri.

"Ga kelar - kelar mah ngomongin waktu."

Badrun berusaha mencerna omongan temannya. Ada benarnya juga.

"Dia ngga pernah ngasih sinyal - sinyal atau kode apa gitu, Drun?"

"Yang sering mah bantuin gue, minjemin gue duit, yaaa dia ngertiin lah kondisi gue. Gue suka mikir, ga baik juga terus - terusan gini. Harusnya kan gue sebagai lelaki yang mikirin dia. Trus gue suka bingung, apa yang mesti gue pikirin dari Mira? Lha dia anak orkay."

Rekan kerja Badrun tertawa. "Namanya suka ya susah ya, Drun. Kita mau sadar diri, tapi hati kita suka."

"Biarin lah gue jadi ojek anter jemputnya. Cuma cara itu gue bisa deket sama Mira."

"Bisa aje lo, Drun."

Badrun terdiam, si rekan kerja juga sibuk menyesap kopi dan memindahkan bidak caturnya. Badrun melirik jam tangannya, pukul dua siang. Ia teringat sesuatu, gajian nanti setelah menyisihkan untuk uang kontrakan, ia berniat membeli sebuah ponsel bekas untuk Chika. Kasihan anak itu ngga ada hiburan.

"Din, henpon bekas yang gopek ada ngga ya?"

"Ada, Drun. Henpon jadul. Yang mirip punya elo itu. Buat siapa?"

"Anu, buat sepupu. Henponnya rusak."

"Kasbon aja, Drun, gopek. Jadi sejuta. Dapet yang bagusan."

"Udah ngga boleh kasbon, hutang gue udah banyak."

"Ooh. Pinjem Mbak Mira?"

"Yang kemarin - kemarin aja gue belum sanggup ganti, Din."

"Jual ginjal aja, Drun!" Udin, nama si rekan kerja itu ngakak.

"Dapet berapa kalo gue jual? Sepuluh juta ada yak?"

"Drun, gue bercanda. Malah elo yang serius."

Muka Badrun memang terlihat serius. Memikirkan kenapa hidup ya tidak jauh - jauh dari kesulitan keuangan. Padahal dirinya sudah hidup prihatin. Yang ia pikirkan selalu kebahagiaan Chika.

Sebuah tepukan terasa menyentuh pundak Badrun. Ia menoleh orang yang melakukannya. Mira. "Eh, ada apa, Mbak Mira?"

"Anterin ke kantor orang, Drun."

Bidadari Badung 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang