03. Enmesh

136 34 22
                                    

en·mesh
/inˈmeSH,enˈmeSH/

(v.) involve (someone) in a difficult situation from which it is hard to escape.

*****

"Apa-apaan, Lamia?"

Lamia sudah tahu bahwa seseorang akan bertanya langsung padanya seperti itu. Terutama setelah blak-blakan mengutarakan keinginan ikut audisi, sudah macam mau ikut ajang menyanyi yang di siarkan di tv nasional saja. Lamia tidak mempermasalahkan bagaimana ekspresi kaget Jay sampai-sampai membuat wajahnya pucat pasi―Hobi yang mengatakan, karena Lamia tidak bisa melihat dari belakang―sampai-sampai pemuda itu tidak bisa berkata-kata lagi.

Pun delikan tajam dari Ryu yang seolah memperingatinya untuk tidak bersikap kurang ajar serta lelucon garing dan tawa sok heboh milik Hobi yang berusaha mencairkan suasana. Baiklah, Lamia salah. Ini baru pertemuan pertama mereka dan Lamia sudah membuat lelaki itu tidak nyaman.

Namun, bagaimana, dong? Sayang sekali jika pemuda tampan berkulit bak porselen itu disia-siakan begitu saja. Lamia tidak mau. Tidak setelah dulu ia gagal mendapatkan lelaki yang ia mau dan merelakannya untuk Sarah. Lagipula, dia sudah besar, kan? Bebas baginya untuk memilih siapa saja yang ia mau, atau menjadikan siapa saja menjadi miliknya.

"Kenapa apanya? La cuma bercanda saja. Memang nggak boleh? Kak Jay juga pendiam sekali. Bikin La gemas saja," ucapnya tak peduli. Lamia meletakkan tas dan barang-barang miliknya di atas meja.

Ryu mengekori di belakang, bernapas lega, "Syukur, deh. Kirain kamu mau dekat-dekat sama Jay."

Mata Lamia memincing, dahinya berkerut, "Memangnya kalau La mau dekat-dekat sama Kak Jay nggak boleh?"

"Dekat boleh, suka jangan." Ryu memperingati, perempuan itu duduk di sisi ranjang Lamia sembari merogoh isi tas dan mengeluarkan ponselnya dari sana.

"Kenapa?" tanya Lamia penasaran, mendekati Ryu dan duduk di sebelahnya setelah meraih satu bantal dan memeluknya di pangkuan, "La suka kok sama Kak Jay. Kelihatannya dingin-dingin dan cuek-cuek gitu. Bikin La penasaran setengah mati."

Ryu menghentikan kegiatannya, lantas segera mengabaikan ponsel itu dan memusatkan atensi penuh pada sang adik, "Pokoknya jangan. Kalau kamu cuma setengah-setengah sama dia, lebih baik jangan," ujar Ryu tegas.

"Siapa bilang La setengah-setengah? La serius, kok." Lamia kembali meyakinkan.

Maka Ryu berdecak, matanya menatap Lamia gemas, "La baru satu hari bertemu sama Jay. Memangnya langsung 'boom' jatuh cinta begitu? Yang La rasakan itu cuma tertarik saja. Besok-besok juga paling nggak suka lagi."

"Jangan bilang karena Kak Ryu sudah punya pacar jadinya sok tahu sendiri tentang cinta, ya? Memangnya pengetahuan Kak Ryu tentang cinta itu sebanyak apa, sih?" kata Lamia dengan nadanya yang tidak terlalu suka dan setuju pada ucapan Ryu.

"Bukan begitu," Ryu mencoba bersabar, "cuman, nggak wajar saja kamu baru satu hari langsung begitu ke dia. Jangan buru-buru menyimpulkan, Lamia. Kalau kamu salah paham sama perasaanmu sendiri, bukan hanya kamu, tapi Jay juga bisa ikut kena getahnya. Kamu mau tanggung jawab sudah nyakitin anak orang?"

"Eiy, apa, sih, Kakak? Serius banget pembahasannya. Lagian La juga nggak sejahat itu. Masa anak baik gini dibilang nyakitin hati orang, yang ada Kak Jay nyakitin hati Lamia," ujar Lamia seraya mengibas tangannya di udara. Tampak tidak terlalu mengindahkan ucapan Ryu. Juga membenarkan ucapannya sendiri mengingat bagaimana Jay seharian ini padanya.

Ryu serta merta menghela napas panjang, "Ya sudah. Aku sudah ingatin kamu. Jangan macam-macam, kalau nggak serius mendingan kamu mundur. Sudahlah, aku mandi dulu. Bajuku kamu simpan di mana?" Ryu beranjak bangkit, meraih handuk berwarna biru miliknya dari dalam lemari Lamia.

Reasons  [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang