08. Espouse

79 20 9
                                    

es·pouse
/iˈspouz/

(v.) adopt or support (a cause, belief, or way of life).

*****

Hilir mudik para lelaki berseragam tak ada hentinya sejak lima belas menit yang lalu Lamia memilih bangku pojok dekat kaca transparan restoran yang mengarah langsung ke halaman depan. Suara para pengunjung yang saling bercengkrama dengan lawan bicara sayup-sayup terdengar. Juga suara spatula yang bergesekan dengan permukaan wajan dari arah dapur yang tak jauh darinya. Iris cokelat itu menatap luar, kendaraan melintas tak henti, beberapa ada yang masuk guna menikmati acara makan siang, sisanya memilih tetap melaju, barangkali lebih memilih bersantap dengan keluarga di rumah.

Gadis itu menghela napas. Merapatkan sweeter berwarna pink lembut yang dikenakan. Seluruh rambutnya ditarik dan dikumpulkan di sisi kanan, jemarinya menyugar rambut bagian depan tatkala ada anakan rambut yang nakal. Menampilkan dahi mulus dengan poni panjang yang tersibak di dua sisi wajah.

"Maaf, tadi Kak Agung nelfon." Suara tarikan kursi bersamaan dengan hadirnya Sarah, menjelaskan singkat dan segera meraih buku menu yang ada di tengah-tengah mereka.

"Nggak apa-apa," ucap Lamia, membenarkan posisi duduk dan membiarkan Sarah yang memesankan makanan, "pesankan aku sekalian. Apa saja, deh," katanya, Sarah yang awalnya menatap bingung hanya mengangguk ragu saat melihat setidaknya satu atau dua menu makanan yang kiranya masuk dalam kategori makanan yang disukai Lamia.

Membiarkan Sarah sibuk dengan buku menu, obsidian gadis itu tak lepas sejak pertama kali menatap seorang lelaki yang tengah tersenyum ramah kepada para pengunjung dengan nampan yang tak lepas dari tangannya. Sesekali menimpali ucapan-ucapan tiap pengunjung, tersenyum ramah sampai kedua matanya menyipit membentuk garis lengkung.

Manis sekali.

Lamia tak hentinya memuji sejak awal kedatangannya. Sekalipun ia tahu, bahwa lelaki itu memilih apatis tatkala pandangan mereka saling beradu dan memilih untuk pergi melayani orang lain ketimbang dia dan Sarah. Terbukti sekali dengan pelayan pria lain yang kini tengah melayani pesanan mereka.

"Mas, boleh minta tolong?" Lamia berucap saat Sarah sudah selesai menyebutkan pesanan, "nanti pas makanannya sudah jadi, suruh kakak itu yang antarin pesanannya, ya?" pinta Lamia, telunjuknya mengarah pada Jay yang berada tak jauh dari mereka.

"Jangan khawatir, dia kenalan saya, kok," buru-buru Lamia menjelaskan singkat, pelayan pria itu mengangguk mengerti. Lantas segera pergi saat menyetujui pinta Lamia.

"Jadi itu cowok yang kamu suka?" Sarah berujar, badannya membalik setengah, guna melihat Jay lebih jelas.

"Ganteng, ya. Lumayan. Kamu pintar juga cari cowok," canda Sarah, perempuan itu tertawa lirih. Melipat dua tangannya pada pinggiran meja sembari menatap Lamia yang tak juga mengalihkan pandang barang sejenak.

"Jangan diambil ya, Sar," gumam Lamia.

"Ya?"

"Kak Jay," jelasnya, "awas saja kamu genit-genit sama dia. Kak Jay punyaku. Nggak boleh diambil."

"Oh," Sarah terkekeh, "iya, iya. Untuk yang ini nggak bakalan aku ambil. Lagian, aku orangnya setia."

"Bagus. Pintar. Awas saja kamu diam-diam genit ke dia," balas Lamia tidak mau tersaingi.

Berbincang basa-basi seraya menunggu pesanan mereka datang. Lamia sesekali menimpali ucapan Sarah serta cerita-cerita tak penting yang ia sampaikan. Perihal kucingnya di rumah yang melahirkan dan mempunyai enam anak kucing yang lucu-lucu. Berakhir dengan keluhan karena pesangon yang harus bertambah saat tahu jumlah kucing yang ia pelihara meningkat.

Reasons  [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang