12. Accost

74 20 15
                                    

ac·cost
/əˈkôst,əˈkäst/

(v.)approach and address (someone) boldly or aggressively.

*****

"Halo Kak Jay!"

"Kak Jay jangan terlalu capek kerja, ya."

"Kak Jay selamat pagi!"

"Kak Jay, La laper. Masakin yang enak, ya."

"Kak Jay temanin La ngobrol sambil makan, bisa?"

"Kak Jay!"

"Kak Jay!"

"Kak Jay!"

"Dasar cewek bar-bar!"

Tio, rekan kerjanya, yang sedang berada di samping Jay sontak terlonjak lantaran bunyi piring yang diletakkan cukup kasar di antara tumpukan piring yang lain. Beruntung saja benda keramik berwarna putih itu tidak langsung pecah.

Dahi Tio lantas mengerut bingung. Terutama saat kedua tangan Jay bertumpu di ujung westafel dengan kepala menunduk dan membuang napas yang kasar, "Kenapa, Jay?"

Jay yang sadar ada manusia lain di sampingnya cepat-cepat menggeleng. Menyadarkan diri dan kembali fokus pada pekerjaannya, "Nggak pa-pa," jawabnya singkat.

Namun agaknya Tio sudah tahu permasalahan yang kini dihadapi teman kerjanya itu. Apalagi dengan umpatan yang Jay lontarkan tadi dengan satu piring yang menjadi pelampiasannya, "Gara-gara cewek itu, ya?" badan Tio maju dan mendekat pada Jay. Berbisik lirih karena takut pria yang minim sekali bicara ini tidak suka dengan topik yang ia bawa.

Jay menoleh sekilas, kembali menggeleng dengan kedua tangan yang berbusa tengah sibuk menghilangkan noda-noda minyak pada setiap piring.

"Eiy, jangan begitu, lah. Kamu juga harus cerita kalau ada masalah apa-apa. Itu gunanya teman, kan? Minimal cerita sama bos." Tio berkata santai. Badannya berbalik dan pinggangnya tersandar pada pinggiran meja dapur, kedua tangannya menyilang depan dada. Lengkap sekali membuat gestur akan mendengar curhatan hati rekan kerja. Sebab jarang sekali ia melihat Jay ini berbicara panjang lebar.

"Hm, makasih, ya, sarannya."

Sudah? Begitu saja? Wah, Jay tampaknya harus segera diberikan penghargaan untuk kategori 'Pria minim kata dan ekspresi'. Membuat Tio semakin kesal saja karena tidak jadi bergosip.

"Tapi kamu nggak capek? Hampir tiap hari cewek itu ke sini, lho. Dia juga nggak mau kalau pelayan lain yang ngelayanin. Harus kamu." Tio semakin memancing.

"Kamu nggak lihat aku sekarang kerja apa?"

Tio diam sejenak. Otaknya mencoba untuk bekerja. Sehingga setelah paham apa yang dimaksud, mata lelaki itu lantas membulat sempurna dengan ekspresi kelewat senang, "Itu sebabnya kamu tukaran sama Mas Aryo?"

Jay mengangguk singkat.

"Wah!" Tio berujar antusias, "terniat banget kamu hindari cewek itu. Kenapa, sih? Lagian dia cantik, lho. Lumayan kalo dijadiin pacar. Kalian cocok."

Jay masih diam. Memilih fokus dengan cucian piringnya. Mendadak suara tawa Tio terdengar, lelaki itu melanjut, "Atau kamu nggak mau dapet pacar yang dekat-dekat? Maunya orang-orang yang jauh?"

Reasons  [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang