co·gent
/ˈkōjənt/(adj.) (of an argument or case) clear, logical, and convincing.
*****
Di suatu malam yang dingin, di mana udara-udaranya menyusup masuk melalui celah jaket murahannya yang bahkan sudah berlubang di beberapa tempat. Sehingga manakala jaket hijau tua itu tidak berfungsi dengan semestinya dan membuat udara malam yang dingin itu seperti menusuk sampai ke dalam tulang, Jay hanya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Demi mencegah udara yang masuk diam-diam lewat sana.
Jay masih ingat dengan sangat baik. Saat itu, Ivan, kakaknya tengah berjalan dengan perlahan dengan dua gelas susu kemasan yang ia buat sebelum menaruhnya dengan hati-hati di atas meja kecil yang memisahkan mereka berdua.
Melihat pemandangan yang tidak bagus-bagus sekali dari balkon lantai dua kamar kos tempat mereka tinggal. Motor yang berlalu lalang, mahasiswa yang baru pulang kuliah, pun orang-orang berdasi yang memasuki kawasan kos khusus karyawan yang tidak jauh dari kosan mereka.
Keheningan menyapa sesaat dan hanya suara hembusan napas dan deru motor yang mendominasi. Di sampingnya, Ivan melihat Jay tengah memandang lurus ke depan dengan seulas senyum di wajahnya itu. Pipi tirus adik lelakinya membuat tulang pipi yang ia miliki tampak jelas kala ia tersenyum. Ivan meringis, menyadari akhir-akhir ini dia memang kurang memerhatikan si bungsu dan larut dalam tugas kuliahnya.
"Bagaimana kuliahmu? Anak-anaknya nggak ada yang nakal?" Ivan bertanya, meletakkan secangkir susu miliknya di atas meja kayu yang telah usang. Lantas membenarkan posisi duduk dengan kedua kaki terangkat di atas kursi dan sedikit memiringkan posisi badannya.
Jay melirik sejenak, kembali menatap depan, "Teman-temanku baik, Kak. Nggak ada yang usil. Sejauh ini aku nggak ada masalah."
Ivan mengangguk, mencoba mengerti dengan ucapan lirih adiknya, "Besok kita beli makan enak, ya. Kak Ivan baru saja dapat gaji dari rumahnya Nadira."
Jay menautkan kedua alis dengan bibirnya yang sedikit mengerucut. Menerawang dulu nama 'Nadira' yang diucapkan Ivan, "Oh, murid Kak Ivan yang anak orang kaya itu?"
Ivan mengangguk, "Iya, baru dapat gaji dan bonus. Nadira dapat seratus di ujian tengah, orang tuanya senang banget sampai gaji bulan ini ditambahin."
"Bagus, dong," Jay tersenyum ikut senang, "kalau begitu, berarti tabungannya Kak Ivan bakalan lebih banyak lagi."
Perkataan Jay tidak lantas membuat Ivan senang. Iya, siapa sih yang tidak senang saat jumlah nominal semakin menarik? Siapapun pasti akan senang. Namun agaknya, hal sebaliknya berlaku pada Ivan. Bukan lantaran dia tidak suka dapat banyak rezeki seperti ini. Hanya saja, melihat bagaimana raut wajah si bungsu yang tersenyum dengan mata yang menyipit. Terus terang saja Ivan tidak tega, ditambah tulang pipi Jay yang semakin terlihat kala merangkak naik jika lelaki itu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons [END]✔️
Romance❝Cinta Jay. Cinta sekali❞ Selayaknya kisah-kisah cinta klise yang biasa dia baca. Jatuh cinta pada pandang pertama terhadap Jay membuat Lamia sudah macam bocah ingusan yang baru pertama kali jatuh cinta. Terus penasaran dan berusaha mencari tahu sia...