37. Obfuscate

89 19 3
                                    

ob·fus·cate
/ˈäbfəˌskāt/

(v.) render obscure, unclear, or unintelligible.

*****

Agaknya Jay memang sudah tidak tahu harus bersikap bagaimana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Agaknya Jay memang sudah tidak tahu harus bersikap bagaimana. Pun Lamia dengan semua pemikirannya yang kacau dan kecemburuan yang membumbung tinggi tidak bisa lagi diredakan.

Lamia bahkan sudah merasa sangat berdosa. Merapalkan maaf berkali-kali dalam hati tatkala perasaan bersalah mulai mendominasi. Bukan keinginannya begini. Bukan maunya untuk merasakan perasaan marah untuk pertama kalinya pada gadis tersebut. Lamia pernah berkelahi dengan Ryu. Sebelumnya pernah. Tentang bagaimana ia ketika kecil berebut mainan dan berakhir saling mencakar satu sama lain. Namun ini kasusnya berbeda.

Ini bukan lagi pertengkaran anak kecil ataupun perebutan boneka barbie seperti dulu. Ini jauh lebih rumit dan membingungkan dari itu.

Setelah sebuah pertanyaan terlontar darinya. Sebuah pernyataan yang teramat menyakiti hati. Juga dengan sebuah fakta bahwa Jay bukanlah orang yang sudah membuka hati untuknya. Fakta menyakitkan yang harus Lamia terima. Layaknya pil pahit yang harus ia telan begitu saja. Sama sekali tidak menyenangkan.

Gadis itu buru-buru membereskan barangnya. Bahkan melipat asal karpet cokelat yang awalnya menjadi tempat mereka menghabiskan waktu bersama. Mengusir Jay dan mendorong pria itu menandakan agar ia segera pergi. Enyah dari hadapan Lamia yang sudah sangat muak dengan eksistensi Jay di sekitarnya.

"Lamia. Jangan begini. Aku juga nggak mau kalau di suruh milih. Kalian berdua itu orang yang berarti buat aku. Lagi pula kalian saudara, kan? Ryu sahabatku dan kamu―"

"Aku apa, Kak?"

Jay stagnan. Diam lantaran Lamia langsung menyerangnya bahkan memotong ucapannya. Lelaki itu tercekat. Memutar otak dan segera menyusun kalimat untuk mencari sebuah status yang tepat untuk disandingkan pada gadis itu. Namun agaknya Lamia terus mendesak. Tidak mau menunggu terlalu lama dan enggan untuk melanjutkan pembicaraan.

"Nggak bisa jawab, kan?" gadis itu tertawa getir. Tersenyum remeh dengan pandangan yang beralih menatap hal lain, "Tentu saja nggak bisa jawab. La memang nggak pernah bernilai apapun untuk Kakak. Sedikit pun nggak."

"La―"

"Pernah nggak, sih, Kakak mikirin perasaan La selama ini? Pernah nggak, sih, Kakak nggak usah bersikap masa bodoh dengan La. Atau paling tidak, sebuah rasa kasihan pun nggak masalah."

Jay diam. Tidak tahu harus bersikap bagaimana. Tidak tahu harus berbuat apa. Dia bukanlah orang yang sering dihadapkan pada posisi di mana seseorang datang untuk berkeluh kesah dan menangis padanya. Jangan tanyakan bagaimana dengan Ryu selama ini. Satu-satunya perempuan yang benar-benar bisa membuat Jay bertekuk lutut bahkan nyaris tak tega jika melihatnya menangis.

Reasons  [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang