23

54 15 15
                                    

Reva,  Farhan dan Sean masih terpaku di tempatnya. Sepeninggalan Hilda tadi, Reva tidak bisa berbuat apa-apa selain diam. Sepertinya Farhan masih betah di tempatnya menatap sinis Sean.

"Gue gak ngerti sama didikan lo ke anggota lo gimana, anak Osis itu biasanya punya sopan santun, bukan bersikap kayak preman." tukas Farhan.

Sean berusaha menahan emosi yang sudah meluap dikepalanya. Ingin sekali ia menghajar Farhan di depan Reva. Tapi ia memikirkan dampak yang akan terjadi jika melakukan hal sebodoh itu hanya untuk melampiaskan emosinya.

"Ayo Re," ajak Farhan sambil menarik lengan Reva, menjauh dari Sean.

Sean menjadi tambah emosi melihatnya. Ia mengacak rambutnya frustasi. Seberat inikah ujian menjadi seorang ketua?

Bebannya semakin bertambah dengan adanya masalah Hilda. Belum lagi masalah diluar Osis yang membuat kepalanya pusing.
...

"Bentar kak," Reva menghentikan langkah Farhan.

"Kenapa Re?" tanya Farhan, ia memasang wajah heran.

"Bukannya ucapan Kak Farhan barusan berlebihan?" tanya Reva.

Farhan mengernyitkan dahinya. "Kenapa kamu nanya itu?"

"Ya menurut aku, ucapan Kak Farhan barusan itu berlebihan. Kak Farhan secara gak langsung merendahkan Kak Sean." ujar Reva.

"Sekarang kamu ngebela ketua yang salah?" tanya Farhan.

"Bukannya membela, tapi coba Kak Farhan pikirin deh perasaan Kak Sean barusan, pasti dia sakit hati banget." tutur Reva.

Farhan berdecak. Menatap Reva lekat-lekat. "Aku gak ngerti sama pemikiran kamu."

Sekarang, Reva malah kesal pada Farhan. Dua kali ia berpikir, apakah ucapannya pada Farhan itu salah. Tapi sepertinya tidak. "Aku juga gak ngerti sama pemikiran kakak, kak Farhan kan sama sama ketua, harusnya bisa saling ngertiin dong." ucap Reva lalu pergi meninggalkan Farhan dengan sejuta tanya.

Karena sudah terlalu kesal, Reva kembali ke tempat tadi. Ternyata Sean masih disana, yang berbeda kini Sean tengah duduk.

"Kak Sean," panggil Reva lalu duduk di sebelah Sean.

Sean melirik Reva sambil tersenyum tipis. Meyakinkan Reva kalau ia baik-baik saja.

"Maafin kak Farhan ya, maafin ucapannya tadi, Kak Sean pasti sakit hati, maaf ya kak." ucap Reva.

Sean kembali menoleh. "Kenapa kamu yang minta maaf?" tanya Sean.

Reva menunduk. "Aku tau perasaan kak Sean tadi pasti sakit. Ini semua gara-gara aku."

Sean menyentuh wajah sendu Reva. "Kamu gak salah apa-apa, yang dibilang Farhan itu bener. Aku yang salah, aku yang gak bener didik anggota sendiri. Gak bener jadi ketua." ucap Sean.

Reva melepaskan tangan Sean yang menyentuh wajahnya. "Kak, jangan ngerendahin diri sendiri gitu."

"Ternyata bener jadi ketua gak segampang itu, Re. Berat banget." ujar Sean. Matanya menatap lurus ke depan.

Reva paham betul apa yang dirasakan Sean. Meskipun ia tidak ada di posisinya, tapi Reva tau beratnya memikul beban menjadi seorang ketua.

"Kak Sean, semua orang juga pernah bikin salah kok, aku juga suka bikin salah." kata Reva.

Sean menoleh Reva. Ia merasa gemas sendiri melihat wajah Reva yang serius. "Muka kamu serius banget," kekeh Sean.

Reva tersipu. "Eh maaf kak, abisnya aku gak enak sama kak Sean."

Suka SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang