19

76 31 44
                                    

Sepulang dari kelas memasak, Reva menepati janjinya untuk mengunjungi cafe terlebih dulu sebelum pulang ke rumah. Seperti biasa, ketika memasuki cafe Reva langsung disambut oleh para pelayan.

Mba Tuti, salah satu pegawai dan kepercayaan Reva disana. Jika ada keluhan, Mba Tuti lah yang selalu menghubungi Reva. Maka dari itu, Reva sudah menganggap Mba Tuti seperti kakak sendiri.

"Mba Reva, selamat datang," sapanya.

Aku mengangguk diiringi senyuman. "Mba Tuti, ruangan saya tolong dibuka ya. Saya mau istirahat," kata Reva.

Sebisa mungkin Reva menyuruh Mba Tuti dengan sopan karena ia sadar Mba Tuti itu lebih tua dari Reva. Meskipun dilihat dari sisi jabatan Reva lah yang paling tinggi, tapi jabatan itu tidak ada apa-apanya jika sikap Reva tidak sopan apalagi tidak menghormati yang lebih tua.

Sambil menunggu, ia menghampiri meja kasir. Disana ada Dila, perempuan tangguh yang ia percaya untuk mengelola kasir.

Reva menyebutnya perempuan tangguh, kenapa? Karena diusianya yang lebih muda dari Reva, ia harus merelakan waktu belaja dan bermainnya demi bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya.

Dia bersekolah di Sma Bhakti yang jam pulangnya lebih awal daripada SMA Garuda, tempat Reva menuntut ilmu. Dila masih duduk di bangku kelas 10. Ia rela bekerja di cafe ini agar tetap bisa bersekolah dan menyekolahkan adiknya.

Dila memang bisa disebut tulang punggung keluarga saat ini, ia pernah bercerita kalau semenjak ayahnya meninggal karena kecelakaan, ibunya menjadi sakit-sakitan. Sementara dia memiliki dua adik yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Tentu saja, rasa sayang seorang kakak terhadap adiknya sangatlah besar. Dila tak mau adiknya putus sekolah. Dia juga tak mau ibunya terus sakit, untuk itu ia memutuskan bekerja di cafe ini.

Reva paham betul perasaan Dila. Apalagi ia sama-sama perempuan. Lagipula tujuan cafe ini dibuat juga bukan semata-mata untuk memuaskan hati Reva, tapi untuk menyerap tenaga kerja. Diluaran sana pasti banyak yang membutuhkan pekerjaan walaupun hanya di cafe kecil seperti ini.

"Gimana kasir? Aman?" tanya Reva ramah.

Dila yang tersadar akan kehadiran Reva pun mengangguk antusias. "Aman kak Reva," jawabnya.

"Mba Reva, ruangannya sudah dibersihkan," kata Tuti memberikan laporan.

"Oh iya, mba Tuti, tolong bawain saya jus mangga sama nasi goreng spesial. Saya laper banget hehe, belum makan siang,"

Mba Tuti mengangguk semangat, "Iya siap mba nanti saya bawakan, kalo gitu saya permisi ke belakang dulu," pamitnya setelah mendapat anggukan dari Reva.

"Semangat ya Dila, saya ke ruangan dulu," pamit Reva sambil menyemangati dan mendapat anggukan semangat dari Dila.

Setelah memasuki ruangan pribadinya, Reva mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan ini. "Hemm kayaknya ruangan ini harus di cat ulang, udah pudar juga warna cat yang lama. Bagusnya warna apa ya," gumamnya.
"Biru bagus kali ya," lanjut Reva lagi.

Reva keluar dari ruangannya setelah menaruh tasnya di atas sofa. Ia kembali menghampiri Dila.

"Dila, kamu lihat Mas Toni gak?" tanya Reva.

Toni, atau yang akrab disebut Mas Toni oleh Reva juga salah satu pegawai disini. Umurnya lebih tua juga dari Reva karena dia merupakan ayah dari satu anak.

Dia sudah pegawai tetap disini, kalau Dila masih freelancer.

"Kalau gak salah, dia lagi di belakang tadi Kak," jawab Dila.

Suka SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang