Derap langkah yang tak seirama dan terdengar terburu-buru itu memenuhi lorong, tampak seorang gadis dengan lelaki sedang berlari menuju kelas mereka, pasalnya mereka lupa bahwa bel masuk sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Saat sampai didepan kelas, mereka terheran kenapa kelas mereka begitu ramai. Jika kalian menebak bahwa di kelas itu tidak ada guru, maka tebakan kalian benar, para guru sedang rapat dadakan, makanya kelas begitu ricuh.
Gadis itupun membuka pintu dengan perlahan, dan saat terbuka lebar seluruh murid memandang kearahnya dengan tatapan terkejut dan sekaligus memuja. Bagaimana tidak terkejut kelas mereka yang tampak ricuh itu, jadi sepi karna kedatangan gadis cantik pemberani dan cowok cupu.
Para kaum adam memandang Vina dengan tatapan begitu memuja, sementara yang kaum hawa berdecak sebal karna ada yang lebih cantik dari mereka. Tapi tak ayal mereka juga terkagum dengan kecantikan Vina, menyadari dirinya yang diperhatikan Vina mulai melangkah masuk dan tak lupa menarik lengan Damar.
Damar langsung duduk di kursinya sedangkan Vina masih berdiri di depan, pusat perhatian masih tertuju pada dirinya, sampai salah satu siswa menanyakan siapa nama gadis itu, lalu Vina memperkenalkan dirinya.
"Oke, kenalin gue Rafeyza Delvina Kalanka, kalian bisa panggil gue Vina, gue siswi baru di sini pindahan dari Bandung. Ada yang mau ditanyakan?" tanya Vina setelah memperkenalkan diri.
"Boleh bagi nomor Whatsappnya gak cantik?" celetuk siswa yang duduk paling depan.
"Tinggal dimana nih kalau boleh tau?" sahut siswa yang duduk dipojokan, lelaki itu diketahui bernama Dika. Dia adalah ketua kelas, sekaligus raja fakboinya kelas XII MIPA 2.
"Anjir lo ngapain nanya alamat, mau maling lo?" tanya siswa yang duduk dibarisan paling belakang.
"Iya mau maling, maling hati calon mertua," jawab Dika sambil tertawa jenaka.
"Gercep ya lo Dik, kalau soal beginian," sahut teman yang lainnya.
"Harus dong, sebagai ketua kelas yang tampan dan budiman ini gue harus tau. Nanti kalau ada apa-apa gue 'kan bisa bantu" ujarnya membanggakan diri.
"Alasan aja lo Dik, modus mulu kerjaan lo, dasar fakboi" sahut gadis yang duduk di bangku dekat jendela itu.
Saat mereka sibuk berdebat, datang dari arah pintu dua orang yang tampak berlari dengan diiringi teriakan dari gadis yang berdiri disamping laki-laki itu.
"VINAA, lo tu apa-apaan sih main ninggalin gue aja?!" tanya Febi ngos-ngosan sambil mencoba mengatur nafas.
"Tau lo berdua ya, main ninggalin kita berdua" sahut Aksa.
"Yahahaha ... kasian lo berdua ditinggalin, gue tebak lo berdua berantem makanya Vina sama Damar ninggalin kalian?" tanya Tito yang seakan hafal dengan kelakuan Febi dan Aksa bila bertemu.
Lagian siapa juga yang tidak tahu dengan mereka berdua, secara mereka adalah orang-orang yang cukup populer di sekolah ini, yang satu kapten tim basket dan yang satu ketua cheers yang cerewetnya ngalahin emak-emak komplek.
"Apasih lo Tito main ketawain gue aja, lagian tuh gara-gara Aksa dia yang mulai duluan," ujar Febi seraya menunjuk menyalahkan Aksa.
"Eh mak lampir, seenak jidat banget lo ya nyalahin gue, udah jelas gara-gara lo yang teriak-teriak panggil Vina tadi. Dan seenaknya bilang wajah gue yang tampan rupawan ini jelek, udah buta kali ya lo!" kilah Aksa yang tidak terima disalahkan.
"Eh Aksa lo emang salah ya, dan lo itu harus terima kalau lo itu emang jelek!" bela Febi.
"Mana ada, pokoknya lo yang salah."
"Ekh kalian, berantem mulu perasaan, ntar jadi jodoh baru tahu rasa lo."
Febi dan Aksa diam, sama-sama membayangkan bagaimana jika mereka memang berjodoh, bisa-bisa rumah mereka hancur gara-gara setiap hari berantem.
"Amit-amit gue jodoh sama dia!" sahut mereka berdua bersamaan seraya menunjuk satu sama lain.
"Noh kan liat, kalian itu emang berjodoh,"
"Stop! Jangan berantem di kelas gue, kalian ganggu tau, tadi neng Vina lagi kenalan loh," teriak sang ketua kelas membuat semuanya terdiam.
"Iya, udah sana mending lo baik ke kelas," sahut Vina.
"Maapkan hamba gusti prabu Dika," ujar Aksa dramatis. "Yaudah, gue pamit undur diri, assalamu'alaikum, sampe jumpa jangan rindu ya ciwi-ciwi," lanjut Aksa seraya mengidpakan sebelah matanya, membuat cewek-cewek di kelas itu histeris.
"Hih, so ganteng banget lo," cibir Febi dengan raut wajah tidak sukanya.
"Yee, gue emang cakep, sirik aja lo," sahut Aksa.
Kali ini Febi mengabaikan Aksa, lagipula setekah mengatakan itu Aksa langsung pergi.
"Vin, nanti gue tunggu di kantin ya," ujar Febi sebelum ia ikutan pergi dari kelas yang bukan tempatnya.
Vina tidak menjawab ia hanya mengacungkan jempolnya sebagai tanda setuju. Lalu Febi pun pergi menyusul Aksa untuk kembali ke kelasnya.
"Oke, kembali ke Vina, lanjutin perkenalannya Vin," sahut Dika.
Lelaki tampan namun fakboy itu sepertinya memang benar-benar penasaran dengan seorang Vina. Bukan hanya karena kecantikannya saja, tetapi kejadian tadi membuat Dika semakin kepo dengan Vina. Satu-satunya gadis yang membela Damar dan melawan Kavin.
Berbicara tentang Kavin, lelaki arogan itu sedang tidak berada di kelas, setelah tahu guru rapat dia dan antek-anteknya pergi meninggalkan kelas entah kemana.
"Perkenalan apa lagi? Kalian cukup tahu nama gue aja," ujar Vina. Vina sangat menjaga privasi apalagi dengan orang baru, ya meskipun mereka akan bersama selama beberapa bulan ke depan.
Para kaum adam terkihat kecewa dengan jawaban Vina, terutama Dika. Meski begitu, mereka menghargai keputusan Vina.
Vina langsung berjalan menuju bangku Damar, gadis itu memilih duduk bersama Damar, karena selain Damar satu-satunya orang yang sudah ia kenal sebelum mereka, Vina juga ingin menemani Damar yang terlihat di asingkan.
"Lah, lo ngapain duduk sama cowok cupu kek dia sih? Mending sama gue aja," ujar Dika.
"Suka-suka gue dong," jawab Vina serua mengidikan bahunya.
"Mar, gue boleh kan duduk sama lo?" tanya Vina setelah ia duduk di kursi sebelah Damar. Lelaki berkacamata itu hanya mengangguk seraya tersenyum sebagai jawaban.
"Orang-orang jauhin dia dan lo malah ngedeketin dia, aneh," desis salah aatu siswa yang benar-benar mengganggu pendengaran Vina.
"Emang apa salahnya gue deket sama Damar?" tanya vina dengan suara lantangnya.
"Penakut, cupu, gak bisa ngapa-ngapain!"
"Vin, gue kasih tahu ya gak ada orang yang mau temenan sama dia, seharusnya lo juga kaya gitu kalau lo gak mau berurusan sama pemilik sekolah."
"Hahaha kalian sadar gak sih, kalian ngatain Damar penakut, padahal kalian sendiri juga penakut, kalau kalian pemberani kalian gak akan ngejauhin Damar hanya karena takut berurusan sama anak pemilik sekolah, seharusnya kalian itu nolongin Damar bukan ikut-ikutan ngebully dia," ujar Vina panjang lebar dengan senyuman meremehkan. Jika di pikir lagi, semua yang Vina katakan itu ada benarnya, kita harus membela kebenaran dan menegakkan keadilan.
Di mata Vina, Damar itu sungguh menggemaskan, dia juga cukup tampan. Vina jadi penasaran apa sih yang membuat Damar selalu di bully selama ini? Apa sih motif Kavin membully Damar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Nerd Boy
Teen Fiction"Eh cupu, Kerjain nih tugas gue! " perintah Kavin. Damar yang menerima perintah hanya diam sambil menganggukan kepalanya patuh, ia terlalu takut untuk melawan. "Denger gak lo?! " bentak Kavin. "I ...ya gue denger," jawabnya gugup. "Sekalian juga...