Happy reading 🤗
***
Pikiran Kavin masih kalang kabut, berbagai perasaan ia rasakan, namun yang paling terasa adalah, rasa bersalah, jika ditanya apakah Kavin menyesal? Tentu saja, tetapi Kavin terlalu naif untuk mengakui bahwa ia menyesal, bahwa ia bersalah.
Kavin menaiki mobilnya lalu melajukannya tanpa arah, sampai akhirnya ia tiba di jalanan sepi, Kavin memukul stir mobilnya, berteriak tak jelas, melampiaskan amarah yang ada dalam dirinya.
Di tempat lain, Vina, Damar, Aksa dan Febi sedang berada di sebuah cafe, mereka memesan beberapa cemilan untuk menemani perbincangan.
"Gue gak nyangka kejadiannya bakal kaya tadi," ujar Aksa.
"Kita semua juga gak ada yang nyangka," jawab Vina.
"Kasian tahu si Mila acara ultahnya jadi berantakan gitu," sahut Febi.
"Gara-gara aku acara ultah Mila jadi ancur, harusnya aku itu gak dateng," ucap Damar seraya menghembuskan napasnya berat, seperti orang yang menanggung rindu.
"Lah, bukan salah lo dong, itu salah si Kavin, kalau aja dia gak usil semua ini gak akan terjadi."
"Kalau gue gak tersulut emosi, ini semua juga gak bakalan terjadi," sahut Vina.
"Kamu belain aku, jadi ini semua salah aku."
"Udah deh kalian ini kenapa sih? Kok jadi nyalah-nyalahin diri sendiri, yang lalu biarlah berlalu, selalu ada hikmah di balik musibah," sahut Aksa bijak.
Semuanya terdiam seraya mengangguk-anggukan kepalanya, membenarkan ucapan Aksa, semuanya sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur tidak mungkin menjadi nasi lagi, jadi yang bisa kita lakukan saat ini adalah menikmatinya, karena kalau udah dingin gak enak.
Selanjutnya mereka melanjutkan acara makan-makan dan berbincang dengan topik yang lebih ringan, juga di hiasi celotehan-celotehan serta candaan-candaan tak berfaedah lainnya.
Malam ini Damar terlihat lebih banyak diam, bahkan di saat orang lain tertawa ia tudak ikut tertawa, ada sesuatu yang menganggu pikirannya, ada sesuatu yang sedang ia pertimbangkan.
Sekitar pukul setengah sembilan, mereka membubarkan diri, Damar mengantarkan Vina sedangkan Aksa dan Febi entah pergi kemana.
"Sa, lo mau bawa gue kemana? Jangan bilang lo mau nyulik gue, ya?"
"Yakali gue nyulik lo, buto ijo aja gak mau sama lo."
"Aksaaaa nyebelin lo!" Aksa hanya terkekeh menanggapi ucapan Febi.
Sampai akhirnya mobil Aksa berhenti di sebuah taman, Aksa dan Febi sama-sama keluar dari mobil. Aksa berjalan ke sebuah kursi yang terdapat di taman, lalu diikuti oleh Febi.
Keheningan menyelimuti mereka.
"Feb," panggil Aksa.
"Hm?"
"Lo sadar gak sih? Semakin hari hubungan kita makin baik loh," ucap Aksa seraya menatap Febi.
Febi mengguk-anggukan kepalanya membenarkan, gadis itu juga menyadari hal itu, mereka sudah jarang berantem, hanya sesekali saja tidak sesering dahulu.
"Iya, gue juga sadar. Menurut lo itu baik apa buruk?" tanya Febi.
"Baik dong, gue jadi gak perlu nyari kata-kata buat balik-balikin omelan lo yang gak berfaedah itu," jawab Aksa asal.
Febi berdecak sebal mendapati jawaban Aksa. Sedangkan Aksa hanya tersenyum lebar.
"Karena hal ini juga, jadi udah fiks semua siswi di sekolah mengakui ketampanan gue," lanjut Aksa seraya menaik turunkan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nerd Boy
Teen Fiction"Eh cupu, Kerjain nih tugas gue! " perintah Kavin. Damar yang menerima perintah hanya diam sambil menganggukan kepalanya patuh, ia terlalu takut untuk melawan. "Denger gak lo?! " bentak Kavin. "I ...ya gue denger," jawabnya gugup. "Sekalian juga...