8. Albatross

39 6 0
                                    

Kantor klien, musim panas 2019

"Berdoalah, Naz! Semoga proyek iklan kosmetik dari brand ternama ini kita menangkan," ujarku di tengah kesibukan menyusun barang-barang perlengkapan presentasi yang akan kumasukkan ke bagasi mobil.

"Siap, Bos! Tanpa diminta pun aku selalu berdoa," jawab Naz sambil menghampiriku untuk membantu. Dia menarik sedikit lengan kemeja blusnya hingga setengah sikut, setelah membenahi letak ujung kerudungnya yang menjuntai menghalangi gerakan tubuhnya. Meski dengan dandanan simpel, gadis manis itu memang cantik. Tetap terlihat elegan dibalut blus putih bergaris hitam dipadu celana kulot hitam serasi dengan warna hijabnya. Jauh dari kesan seksi umumnya gadis-gadis Istanbul yang tak berhijab. Namun aku tak pernah bosan menikmati setiap geraknya yang dinamis. Padahal kalau mengingat kembali lingkungan pergaulanku sebelumnya, tak secuil pun berpikiran akan tertarik dengan perempuan model begini. Ternyata cinta mampu mengubah selera, dan berhasil menyisihkan sebagian keinginan. Bukan lagi ingin meraih sebuah keinginan, namun rasa membutuhkan yang membuatku butuh memilikinya.

Hari ini adalah hari yang sangat penting. Aku dan tim kerja bersiap untuk menemui calon klien, sebuah perusahaan kosmetik besar dengan merek terkenal di dunia. Mereka masih mencari agen iklan yang cocok dengan kriterianya. Bukan hanya aku yang menginginkan proyek itu jatuh ke tangan sendiri. Tetapi beberapa perusahaan periklanan besar pun turun gunung—lebih tepatnya turun gedung—. Mau tak mau kami harus bersaing ketat untuk memperebutkan tender itu. Ini adalah kesempatan emas seandainya proyek itu jatuh ke perusahaanku. Itu berarti masih ada harapan untuk bangkit, dan berpeluang melanjutkan usaha hingga beberapa tahun ke depan. Tak boleh lengah, aku harus menyatukan tim untuk memenangkannya.

"Naz! Tolong panggil Burack dan Leyla supaya bersiap. Kita berangkat sekarang, jangan sampai terlambat!" seruku kepada Naz.

"Ferhat Bey?" Dia malah menanyakan Ferhat.

"Tadi ia telepon akan segera menyusul. Ia masih ada urusan dengan pamanku Yusuf Amca," jawabku sambil mencari-cari sesuatu di saku celana, lalu di tas. "Oya, lihat kunci mobilku?"

Naz menggeleng lalu berucap, "biasanya kalau kehilangan sesuatu, yang kulakukan hanya membayangkannya. Itu caraku untuk menemukan."

"Maksudmu? Aku harus membayangkan di mana kunci itu berada?" tanyaku tak memahami maksudnya. Namun ia hanya tersenyum.

"Coba deh, pejamkan matamu, bayangkan kejadian sebelum kunci itu hilang dari genggamanmu."

Penasaran, aku mencoba mengikuti sarannya. Akan tetapi sulit untukku meski berusaha mengingatnya. "Aku nggak bisa!"

"Tarik napas dalam-dalam, kosongkan pikiranmu. Fokus ke urutan aktivitasmu sebelum ini."

"Gimana bisa aku membayangkannya? Sedangkan di pikiranku hanya dipenuhi dengan bayangan dirimu!" kilahku dengan membisikkan ucapan di telinganya.
Kulihat ia tersipu kemudian memalingkan mukanya yang memerah. Hmm, semakin saja aku dibuatnya gemas. Ingin rasanya kucubit pipinya yang pasti menghangat.

Setelah kutemukan kunci mobil dan formasi lengkap, kami segera berangkat menuju sebuah menara perkantoran, yang menjadi tempat meeting kali ini.

Namun ketika sampai di ruang meeting, tubuhku seolah membentur dinding cadas. Sial! Ternyata Zeyda ada di antara peserta yang menginginkan proyek itu. Batinku otomatis akan dilanda ketersiksaan karena harus mengumpat tanpa henti kalau begini ceritanya. Walau bagaimana pun, kehadirannya telah menjadi duri dalam hidupku.

Merhaba, Aşkim! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang